Kalian Bisa Dukung aku di link ini :
https://saweria.co/KatsumiFerisu
Seorang pengguna roh legendaris, yang sepanjang hidupnya hanya mengenal darah dan pertempuran, akhirnya merasa jenuh dengan peperangan tanpa akhir. Dengan hati yang hancur dan jiwa yang letih, ia memutuskan mengakhiri hidupnya, berharap menemukan kedamaian abadi. Namun, takdir justru mempermainkannya—ia terlahir kembali sebagai Ferisu Von Velmoria, pangeran ketiga Kerajaan Velmoria.
Di dunia di mana setiap orang memiliki kesempatan untuk menjalin kontrak dengan roh, Ferisu justru dikenal sebagai "Pangeran Sampah." Tidak ada roh yang mau menjawab panggilannya. Dipandang sebagai aib keluarga kerajaan, ia menjalani hidup dalam kemalasan dan menerima ejekan tanpa perlawanan.
Tetapi saat ia masuk ke Akademi Astralis, tempat di mana para ahli roh belajar tentang sihir, teknik, dan cara bertarung dengan roh, sebuah tempat terbaik untuk menciptakan para ahli. Di sana Ferisu mengalami serangkaian peristiwa hingga akhirnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Katsumi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 8 : Ini Tidak Masuk Akal!
Di dalam ruangan megah dengan dekorasi kerajaan yang elegan, Raja Velmoria duduk di kursi utama, tampak santai dengan secangkir teh di tangannya. Raja Elf, yang memancarkan aura tenang namun penuh otoritas, duduk di depannya. Licia duduk di samping ayahnya, sesekali melirik Ferisu yang duduk dengan wajah tegang di ujung meja.
Pembicaraan dimulai dengan Raja Elf memberikan salam hormat atas keramah-tamahan yang telah diberikan selama kunjungannya, dia sudah sampai lebih dahulu ke kerajaan Velmoria dan menginap di tempat kerabatnya yang merupakan menteri luar negeri. Namun, suasana perlahan berubah serius ketika Licia mulai menceritakan peristiwa yang menimpanya di perjalanan.
“Kami hampir sampai di ibu kota ketika disergap oleh para bandit,” ucap Licia dengan nada tegas.
Raja Velmoria menyipitkan matanya. “Bandit? Di wilayah kita?”
Licia mengangguk. “Para kesatria penjaga kami segera melawan mereka, tapi ada satu orang yang berbeda. Dia mengenakan jubah hitam dengan wajah tertutup topeng putih. Orang itu memanggil Red Wolf menggunakan lingkaran sihir besar berwarna merah.”
Ferisu menyandarkan punggungnya ke kursi, mendengarkan cerita dengan malas, meski rasa penasaran mulai muncul di benaknya.
“Saat itu, energi sihirku habis setelah bertarung terlalu lama. Aku mencoba memancing beberapa Red Wolf menjauh dari para kesatria agar mereka bisa fokus melawan bandit,” lanjut Licia. “Saat itulah aku bertemu Ferisu-sama.”
Licia melirik Ferisu dengan wajah yang sedikit memerah, lalu melanjutkan, “Dia melawan semua Red Wolf dengan sangat luar biasa. Bahkan tanpa bantuan sihir atau roh kontrak, dia mengalahkan mereka hanya dengan pedang biasa. Caranya bertarung... sangat anggun dan mematikan.”
Ruangan hening sejenak. Semua mata tertuju pada Ferisu yang tampak berusaha menghindari tatapan mereka.
“Huh, aku tidak tahu kalau keahlian berpedangmu sehebat itu,” komentar Raja Velmoria sambil melirik anaknya.
“Sudah kubilang, Ayah. Mungkin dia salah orang. Aku tidak pandai menggunakan pedang, Ayah tahu itu,” jawab Ferisu, berusaha mengelak.
Namun, Licia langsung menyela. “Aku tidak mungkin salah orang! Aku ingat dengan jelas siapa yang menyelamatkanku!”
Raja Elf, yang sejak tadi mendengarkan dengan tenang, mengamati putrinya. Ia melihat kaki Licia yang bergerak-gerak kecil, tanda khas bahwa putrinya menginginkan sesuatu. “Licia,” panggil Raja Elf. “Apa yang sebenarnya kau inginkan?”
Licia terkejut, wajahnya memerah, dan telinganya yang runcing tampak berwarna merah muda. Dengan suara yang hampir berbisik, ia menjawab, “A-aku ingin... menikahi Ferisu-sama!”
Ruangan langsung terasa seperti membeku. Ferisu membelalakkan matanya, sementara Raja Velmoria meletakkan cangkir tehnya dengan tenang.
Raja Elf tersenyum tipis. “Begitu rupanya. Jika itu keinginanmu, Ayah akan mendukungnya.”
“Tunggu sebentar!” Ferisu memotong dengan nada panik. “Apa maksudnya ini? Aku baru saja bertunangan dengan Erica, dan sekarang bertunangan lagi? Ini tidak masuk akal!”
Raja Velmoria hanya tersenyum tenang. “Kenapa harus ribut? Sebagai bangsawan, memiliki dua atau lebih istri itu hal yang wajar. Apalagi gadis ini jelas sangat menyukaimu.”
“Bohong...” Ferisu menggumam pelan, tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Wajahnya penuh keterkejutan, sementara Licia tampak semakin malu namun juga senang dengan dukungan ayahnya.
“Bagaimana, Ferisu?” tanya Raja Elf dengan nada serius. “Apakah kau akan menerima putriku?”
Ferisu mengalihkan pandangannya, menghela napas panjang, merasa semakin terperangkap dalam situasi yang tidak ia inginkan. “Aku... aku butuh waktu untuk memikirkannya...” jawabnya akhirnya, sebelum berdiri dari kursinya.
“Kalau begitu, kami tunggu keputusanmu,” ujar Raja Elf, sambil tersenyum penuh arti.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Setelah itu Ferisu langsung pergi menuju kamarnya dengan perasaan kesal. Ia menghempaskan tubuhnya ke kasur dengan desahan panjang, menatap langit-langit kamar yang terasa menyesakkan. Selimutnya ditarik hingga menutupi wajahnya. "Kenapa harus jadi begini? Aku cuma ingin hidup tenang... Apa salahku?" gumamnya pada diri sendiri.
Ia mengingat kembali kejadian di hutan, bagaimana instingnya mendorongnya untuk membantu gadis elf itu. "Kenapa aku harus menolong dia? Kalau tahu begini, aku pasti hanya pura-pura tidak melihat," tambahnya sambil memejamkan mata. Meski begitu, jauh di dalam hati, ada sedikit rasa lega karena Licia selamat.
Tiba-tiba terdengar ketukan pelan di pintu kamarnya. Ferisu mendengus kecil, memutuskan untuk mengabaikannya. "Siapapun itu, pergi saja... aku sedang tidur," gumamnya, menarik selimut lebih erat.
...----------------...
Di luar kamar Ferisu
"Dia pasti pura-pura tidur," ujar Verina, kakak perempuan Ferisu, dengan nada kesal namun penuh pengertian. Ia mengetuk pintu lagi, kali ini lebih keras, tapi tetap tidak ada jawaban.
Licia, yang berdiri di sebelah Verina, tampak bingung. "Apa dia benar-benar seperti itu? Padahal dia terlihat sangat hebat di hutan," katanya, mengingat sosok Ferisu yang dengan mudah mengalahkan Red Wolf.
Verina mendesah panjang sambil melipat tangan. "Yah, adikku itu memang seperti itu. Pemalas, selalu mencari alasan untuk tidur, dan menghindari tanggung jawab. Kalau tidak ada yang menarik selimutnya, dia bisa tidur seharian," jelasnya.
Licia tampak ragu sejenak sebelum bergumam pelan, "Apa mungkin dia sengaja menyembunyikan kemampuannya?"
Verina mengangkat alis, melihat Licia menggumamkan sesuatu, meskipun ia tak bisa mendengarnya. "Oh, benar juga, aku dengar kau ingin menikah dengan adikku ini? Apa yang membuatmu berpikir begitu?" tanyanya langsung.
Wajah Licia seketika memerah, telinganya yang runcing ikut memerah seperti ceri. "I-itu karena... dia menyelamatkan saya. Setelah itu... saya tak bisa berhenti memikirkannya. Rasanya dada saya sesak setiap kali mengingatnya..."
Verina tersenyum kecil, lalu menepuk bahu Licia dengan lembut. "Hah, jadi cinta pada pandangan pertama, ya? Lucu juga mendengar seseorang jatuh cinta pada si pemalas ini."
Tanpa basa-basi, Verina langsung membuka pintu kamar Ferisu tanpa izin. Matanya menyapu ruangan, dan seperti dugaannya, Ferisu meringkuk di balik selimut. Ia menghela napas panjang sebelum menarik selimut itu dengan paksa.
"Bangun sekarang, Ferisu! Jangan pura-pura tidur!" serunya dengan nada tegas.
Ferisu meringis kesal, membuka matanya dengan berat hati. "Apa sih? Aku sudah terlalu banyak diganggu hari ini!" gerutunya, menatap Verina dengan wajah lelah. Tapi matanya segera tertuju pada Licia yang berdiri canggung di samping kakaknya.
"A-anu... maafkan saya," ucap Licia dengan nada penuh rasa bersalah. "Saya terlalu mendadak saat mengatakan hal itu di ruang pertemuan tadi."
Ferisu menghela napas panjang, berusaha menenangkan dirinya yang masih kesal. "Huft~ Tidak apa-apa. Aku sudah melupakannya," balasnya datar.
Namun, Licia tiba-tiba menatap Ferisu dengan mata berbinar, penuh harap. "Kalau begitu... Apa Anda menerima pertunangan ini?" tanyanya dengan nada penuh keyakinan, meskipun wajahnya sedikit memerah.
"Ugh..." Ferisu tampak terkejut dengan pertanyaan langsung itu. Ia menggaruk kepalanya, mencoba mencari jawaban. Akhirnya, dengan nada pasrah, ia berkata, "Ya, ya... terserah. Tapi nanti jangan menyesal kalau kau muak denganku dan ingin membatalkannya."
Wajah Licia langsung berbinar penuh kebahagiaan. Dengan senyum manis yang membuat ruangan terasa lebih cerah, ia berkata, "Saya tak mungkin merasa muak dengan Anda, Ferisu-sama."
raja sihir gitu lho 🤩