Aramina Dwi Fasya, gadis yang menyandang gelar lulusan S1 Pendidikan Ekonomi namun masih mempertinggi angka pengangguran, beban keluarga. Menjadi seorang EXE-L di usia 20 tahun membuat kehidupan gadis itu diwarnai dengan drama serta kehaluan bakal bersanding dengan sang bias favorit, Kay. Berawal dari sebuah konser dan Fanmeeting di ibukota menyadarkannya pada kenyataan bahwa menyentuh sang idol adalah nyata!
Belum lagi sebenarnya banyak kejadian tak terduga yang terasa bagai mimpi melengkapi imajinasinya soal hal paling tidak memungkinkan di dunia ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Trii_e, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8. Gantung
"Hai ayah!"
Appa memandang lekat padaku dan teralih kepada beberapa lembar nota di atas meja. Di depannya, komputer masih menyala menampilkan wallpaper yang sekilas dilihat baru saja digunakan.
"Tumben pagi sekali."
"Appa hari ini istirahat saja di rumah ya? Biar Mina yang jaga toko."
"Yakin?" Tanya ayah terus berjalan ke dalam melihat-lihat rak kain dengan corak terbaru. Kuikuti dari belakang, siapa tahu beliau butuh bantuan.
"Yakin dong ayah. Istirahatlah dengan baik oke?"
"Baiklah. Ayah rasa hari ini juga sedang sedikit lelah."
"Serahkan saja urusan toko pada Mina."
Ayah masih enggan beranjak. Apa ia khawatir putrinya ini bisa membuat toko kebakaran? Tidak seperti itu appa.
"Ayah masih tak percaya? Toh ada mang Teja dan mang Sakti bersamaku dsini kan?"
"Ya, mereka di dalam menyiapkan pesanan."
Oh iya, sejak tahun lalu toko kami resmi menerima pesanan online ke berbagai kota. Ini berkat pemikiran jeniusku tahu. Awalnya iseng posting dan ada komentar masuk dan terjadilah orderan pertama. Lama-kelamaan semakin banyak, bahkan malah lebih banyak yang order online daripada datang ke toko langsung.
"Appa pulanglah sekarang."
"Ayah pulang yah."
Tubuhnya berlalu dari balik rak, dari tumpukan gulungan kain di dalam toko. Perlahan-lahan kemudian menjauh setelah ayah mengendarai Honda matic di parkiran depan. Sekalian saja, sebelum kembali ke meja kasir tidak ada salahnya melihat-lihat pekerjaan para mamang. Rupanya mereka lebih dari cekatan, banyak kotak-kotak besar dan gulungan kain yang sudah dibungkus dengan kertas tebal. Tak lupa diikati tali supaya tak lekang.
"Mbak baru sampai?" Sapa mang Teja.
"Iya mang. Ayah sudah pulang dan kita bertiga saja yang jaga toko hari ini."
"Baik mbak."
"Oh ya mbak, boleh minta tolong cetak alamat-alamat pengiriman yang ada di komputer? Soalnya pak Herman nampak lupa." Mang Sakti ikut berbicara. Ya, appa mungkin saja lupa karena dia sudah mengaku lelah hari ini. Tubuhnya yang kekar dan tegap itu tentu tak kebal terhadap penyakit apa pun, namanya saja manusia, ada batas lemahnya.
"Oke mang. Tunggu sebentar yah, nanti Mina antar kemari."
Keduanya mengangguk dan meneruskan pekerjaan. Aku bergegas menuju meja di mana komputer terletak, melihat pesanan masuk sebanyak 33 alamat membuatku tersenyum bangga. Coba saja dulu tidak posting, pasti tidak bisa selaris ini. Hehe ...
"Nah ini dia ..."
Mang Teja dan mang Sakti kembali sibuk setelah kuberi semua alamat yang sudah dicetak. Setelah ini mereka akan ke jasa pengiriman meninggalkan aku sendirian di toko. Tak apalah, hitung-hitung belajar jadi bisnis woman yang kelak apa-apa harus mandiri. Kembali terngiang tawaran bang Satria tadi pagi, yang sangat tidak masuk akal dan konyol. Nih ya, bukannya aku tidak suka atau anti banget, tapi jurusanku itu gak sesuai dan terlalu melipir jauh.
"Permisi dek." Ucap seseorang mengagetkanku. Hampir saja diri ini terjatuh aestetic di atas lantai. Lelaki memakai topi yang pernah kulihat sebelumnya, Mas Juan.
"Mas?" Dua bola mataku langsung membesar, senang banget? Bangetttt.
"Mas mau jemput pesanan kain lagi dek. Semalam sudah bilang pak Hermansyah dan katanya disiapkan hari ini."
"Ahh ... Ayah sudah pulang sih mas. Kalau begitu aku tanya mang Teja aja dulu ke dalam. Mas duduk dulu yah."
Demi langit dan bumi beserta isinya, hatiku hendak meloncat ria saking senangnya. Mas Juan alias mas Jiny membuat mentariku yang sedikit muram menjadi cerah kembali. Baru dua hari, gimana kalau tiap hari sambil apel ke rumah?
"Bagaimana dek?" Ucapnya tak sabar setelah melihat kedatanganku. Duh mas, kau itu tidak mau membuatku senang apa sesekali? Bilang kek kalau beli kain ke sini cuma alasan biar bisa bertemu denganku, kan jadinya senang.
"Mang Teja dan mang Sakti sedang packing beberapa pesanan sedikit lagi yah mas? Ayah sudah menunjukkan bakal mana yang jadi pesanan mas, tapi nunggu kelar bentar yah? Sedikit lagi."
"Oohh tidak apa-apa dek. Mas juga tidak sibuk hari ini."
Penasaran juga apa pekerjaan si mas, perasaan selalu beli bakal batik di sini, apa ia seorang tata busana? Penjahit keliling? Atau ... Wedding Organizer? Pliss body semacho itu tidak cocok sama sekali.
"Mas, kalau boleh tahu mas kerja di bidang jahit menjahit yah?" Pokoknya yang aku tahu itulah.
Tampang mas Juan langsung berubah. Bibirnya terangkat menampakkan segaris lurus sambil menggaruk-garuk pelipisnya yang gatal. Aku takut jerawatnya malah terkorek dan terjadi infeksi.
"Perancang busana yah mas?" Tanyaku lagi. Dasar otak bebal!
"Bukan. Mas ... Seorang barista."
Hah? Barista? Lalu apa hubungannya kopi dengan kain batik? Situ waras mas? Atau aku yang gak update sama perkembangan zaman?
"Terus ... Maksudnya?"
"Oh kau mengira mas bekerja di bidang itu karena sering membeli kain di sini yah? Haha ..." Si mas malah terkekeh geli.
"Habisnya apaan?"
"Enggak. Mas memang penyuka batik dan sering merekomendasikan pada teman atau keluarga. Jadinya jika akan ada acara sesuatu dan mengharuskan pakai batik, mas langsung diminta pesan dan cari bahannya. Kebetulan di toko ini mas rasa sangat banyak variasi dan terbaru. Plus ditambah karyawan baru, jadi mas senang saja kemari."
"Hee? Perasaan gak ada karyawan baru deh. Mang Teja dan mang Sakti itu udah lama kerja sama ayah."
"Yah pokoknya begitulah dek."
Tiba-tiba mang Wahyu sudah datang saja menghentikan pembicaraan kami. Rupanya pesanan batik mas Juan sudah selesai di packing rapi dan tinggal mengangkut ke mobil yang dibawa.
"Mas kenapa tidak minta langsung kirim ke alamat? Kan gak perlu repot kemari lagi."
"Ada alasannya." Terlalu singkat, agak panjangan dikit kek.
"Ayah minta ongkos kirimnya mahal-mahal?" Ini yang berlarian dalam otak. Mas Juan terkekeh lagi, menggeleng dan masih saja diam misterius.
"Nanti saja kalau adek mau tahu. Oh ya, silahkan kasih scan pembayarannya dek."
Oh ya tuhan!
Karena terjerat pesona om duda, eh mas Juan! Aku jadi lupa minta uang bayar. Untung dia orang baik, kalau kang hipnotis, bisa raib uang dalam laci beserta isi-isi toko dirampasnya.
"Ini mas, maaf Mina agak lupa."
"Tidak apa-apa dek. Mas scan yah?"
Kepalaku terangguk mantap. Kalau soal transferan siapa sih yang bakal nolak? Apalagi transferan uang belanja darimu nanti mas ... Eakkk!
Ahhh sadarrr!
Kau itu milik Kay Oppa Mina-ya!
Sadar dong! Jangan selingkuh, selingkuh itu gak bagus dan jadi kesenangan setan. Lah kalau kau sendiri setan gimana dong? Sama aja kan?
"Selesai yah?"
"Kapan mas?" Ucapku bengong, kapan? Kapan apanya? Aduh Mina tolol! Kau sedang berfikir apa sih?
"Barusan dek. Nih kalau gak percaya." Seketika layar ponselnya menunjukkan berhasil scan kode toko. Dan memang aku yang bodoh! Tau apa yang kupikirkan tadi? Mas bilang selesai kan? Nah otakku traveling ke dunia fantasi, kirain mas Juan bilang selesai jaga toko kita jalan-jalan, makanya aku tanya kapan??
"Haha ... Fokus dek kerjanya."
"I-iya mas! Maaf yah."
"Uhmm ... Mas mau bilang, ..."
Tik! Tak! Tuk! 1 menit berlalu.
Belum juga kelar-kelar.
"Bilang apa mas?"
"Mau bilang ... Ah! Lupakan saja dek. Mas pulang dulu yah? Terima kasih atas pelayanan terbaiknya."
Mas Juann!!!
Suka ngegantung itu cirimu yah?