Baru kali ini Ustad Fariz merasakan jatuh cinta pada lawan jenisnya. Akan tetapi, dia tidak bisa menikah dengan gadis yang dicintainya itu. Dia malah menikah dengan wanita lain. Meskipun begitu, dia tidak bisa menghapus nama Rheina Az Zahra si cinta pertamanya itu dari hatinya. Padahal mereka berdua saling mencintai, tapi mengapa mereka kini mempunyai pasangan masing-masing. Bagaimanakah mereka bisa bersatu untuk bersama cinta pertama mereka?
Ikuti kisah Ustaz Fariz dan Rheina Az Zahra untuk bisa bersama!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon She_Na, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8 Janda
"Ustad.... ini beneran Ustad Fariz?" Rhea mengusap-usap matanya.
Ustad Fariz tersenyum manis menatap Rhea. Dia menyodorkan piringnya yang kosong ke depan Rhea.
"Gak jadi diambilkan ini nasi sama ayam taliwang kesukaanku?"
"Hah? oh i-ini... kapan Ustad datangnya?" Rhea tergagap menghadapi Ustad Fariz.
"Udah sejak tadi, kamu udah biasa ya ngomong di depan kamera?" Ustad Fariz menerima piringnya yang sudah terisi nasi, ayam taliwang, dan plecing kangkung.
"Baru aja sih, sejak gak ada penghasilan. Hehehe... harus cari duit buat hidup dan alhamdulillah udah nemu jalannya," Rhea menyantap makanannya seperti biasa, kecanggungannya sudah menghilang.
Ustad Fariz makan dengan lahap, sudah lama dia tidak merasakan masakan ini, masakan yang sama dengan yang dimasak oleh Bu Ratih, Ibu Rhea.
"Masakan kamu enak, persis dengan masakan Ibu," Ustad Fariz mengambil lagi nasi dan lauknya.
"Oiya dong, kan anaknya. Hehehe.... Ustad kelaparan apa doyan?" Rhea mengeluarkan candaannya seperti biasanya.
"Doyan, udah lama gak ngerasain masakan ini, kangen banget," Ustad Fariz berbicara sambil merasakan kepedasan.
"Kangen sama masakannya?" Rhea tanpa sadar menggoda Ustad Fariz seperti dulu sambil tertawa kecil.
"Sama orangnya juga," sontak saja Rhea terdiam dari tawa kecilnya.
Ustad Fariz berdesis kepedasan, dia meraih gelasnya yang kosong airnya sudah habis diminumnya tadi. Rhea segera mengisi gelas Ustad Fariz yang kosong itu dengan air putih yang berada di teko.
"Terima kasih," Ustad Fariz meneguk air dari gelas tersebut.
Rhea kembali memakan makanannya. Dia menatap Ustad Fariz ketika Ustad Fariz tertawa kecil sambil menatap gelasnya.
"Kenapa Ustad? Ustad sehat kan?" ucap Rhea dengan nada menyelidik.
"Kita udah kayak suami istri ya makan berdua gini," Ustad Fariz masih dengan tawa kecilnya.
Rhea terdiam. Dia tahu rasanya sangat bahagia bisa makan berdua seperti ini. Apalagi jika mereka bisa makan bersama dengan anak-anak mereka.
Namun Rhea segera tersadar karena itu hanya khayalan semata.
Ustad Fariz berhenti tertawa ketika melihat raut wajah Rhea yang berubah. Dia tahu jika Rhea sedang bersedih, mungkin karena dia membahas soal suami istri tadi.
"Rhea, kamu bersedih? Maaf ya...," Ustad Fariz menatap sendu Rhea.
"Gapapa Ustad, hanya merasa itu tidak mungkin terjadi aja. Hehehe....," Rhea tertawa agar Ustad Fariz tidak merasa bersalah.
"Rhea, apa kamu mau jadi Zahraku?" tanya Ustad Fariz tanpa sadar.
"Hah?" Rhea mengalihkan pandangannya dari piringnya ke wajah Ustad Fariz.
"E... em... buku itu apa kamu yang tulis?" tanya Ustad Fariz dengan gugup.
Masih dengan saling menatap, Rhea mengangguk pelan disertai senyuman.
"Hebat kamu, dari dulu kamu tidak berubah. Lalu kenapa pakai nama Zahra bukan Rhea saja? Dan itu Chanel YouTube kamu juga kenapa pakai nama Zahra?" Ustad Fariz menatap lekat wajah yang sudah lama dia rindukan.
Rhea hanya tersenyum tanpa menjawab.
"Bukannya itu nama panggilanku buat kamu?" Ustad Fariz kini mencari jawaban dari semua pertanyaannya.
"Itu kan masih namaku Ustad, Rheina Az Zahra," Rhea menegaskan ejaan namanya.
"Tapi yang manggil Zahra kan cuma aku," lagi-lagi Ustad Fariz mempermasalahkannya.
"Dih, kadang-kadang juga manggil Rhea. Lagian nama Zahra membawa rejeki bagi aku," Rhea menuangkan kembali air minum di gelas Ustad Fariz dan gelasnya sendiri.
"Ustad, Ustad kok tahu alamat sini?" tanya Rhea menyelidik.
"Dari Ayah dan Ibu. Mereka juga menyuruhku menjagamu," dengan santainya Ustad Fariz menjawab tiap pertanyaan Rhea.
"Emm... Ustad kita ngobrolnya di sana aja, ini biar dibereskan dulu," Rhea membereskan piring dan gelas kotor berkas mereka makan.
Ustad Fariz menunggu Rhea di taman belakang yang sangat indah ditumbuhi berbagai macam bunga warna-warni dan beberapa pohon buah, seperti buah mangga, rambutan, kelengkeng, belimbing dan sawo. Sangat rindang dan tenang di sana dengan suara gemericik air dari kolam ikan koi dan ada juga kolam lele.
Ustad Fariz sangat betah duduk disitu, hingga dia lupa sudah beberapa menit berlalu namun Rhea belum datang ke tempat itu.
Ustad Fariz menengok ke belakang karena terdengar bunyi langkah kaki. Dan benar saja, Rhea datang dengan membawa beberapa buku, laptop dan alat tulis. Dia menaruhnya di gazebo yang sudah ada Ustad Fariz duduk disitu.
Rhea membuka buku-buku itu dan membubuhinya dengan tanda tangannya. Kemudian dia memberikan buku-buku itu pada Ustad Fariz. Ada tiga buku yang diberikan pada Ustad Fariz, semua itu buku hasil dari tulisan Rhea yang sudah diterbitkan. Totalnya empat buku dengan buku pertama yang diberikan pada Ustad Fariz.
Ustad Fariz memandang buku-buku itu, kemudian dia mengalihkan pandangannya pada Rhea.
Rhea menjelaskan bahwa itu semua buku karangannya, dan dia memberikannya pada Ustad Fariz agar Ustad Fariz mau membacanya.
"Ustad, apa Ustad gak pulang? Sebentar lagi maghrib, apa Ustad gak dicariin anak dan istri Ustad?" Rhea mencoba menyuruh Ustad Fariz pulang karena dia tidak mau ada fitnah jika Ustad Fariz terlalu lama ada di rumahnya.
"Iya, ini mau pulang. Dan.... aku masih belum memiliki anak," Ustad Fariz tersenyum kecut, lalu dia berjalan ke luar rumah diikuti oleh Rhea.
"Assalamu'alaikum," Ustad Fariz mengucap salam pada saat menaiki motornya.
"Wa'alaikumusalam," jawab Rhea.
Rhea menatap sedih kepergian Ustad Fariz, rasanya kosong, sepi, beda dengan tadi disaat dia bersama dengan Ustad Fariz.
Ustad Fariz pun melihat dari spion Rhea yang murung menatap kepergiannya. Ingin sekali dia selalu bersama dengan wanita itu, cinta pertamanya yang namanya tidak bisa dia hilangkan dari hatinya.
Di Pondok Pesantren Al-Mukmin, Ustad Fariz sedang membaca buku-buku pemberian dari Rhea tadi di ruangannya. Setelah shalat Isya di Masjid Pondok tadi Ustad Fariz kembali ke ruangannya. Semua buku-buku Rhea dia bawa ke sana agar tidak dibaca oleh Mirna. Karena dia tidak mau Mirna bertanya macam-macam tentang buku-buku itu.
Ceklek...
Masuklah Ustad Jaki ke ruangan Ustad Fariz. Dia langsung duduk tanpa permisi si kursi yang berada di depan Ustad Fariz. Lalu dia mengambil salah satu buku yang diberikan oleh Rhea tadi.
Kebetulan yang diambilnya adalah buku pertama Rhea yang diberikannya pada Ustad Fariz pada saat bertemu di toko buku. Ustad Fariz masih fokus membaca buku Rhea yang lain, dan dia mengacuhkan Ustad Jaki yang sudah ada di depannya.
"Zahra? Sepertinya tidak asing nama itu," Ustad Jaki bergumam keras membuat Ustad Fariz mengalihkan pandangan matanya dari buku dan kini melihat ke arah Ustad Jaki.
"Buku itu dia yang nulis, dan itu tentang yang terjadi padanya selama ini," Ustad Fariz mengangguk membenarkan ucapannya sendiri.
"Zahra... Zahra yang itu?" Ustad Jaki bertanya untuk mencari tahu kebenarannya.
Ustad Fariz mengangguk dan menceritakan pertemuannya yang tidak sengaja di toko buku. Dan Ustad Fariz menjelaskan tentang buku pertama Rhea yang dia tulis berdasarkan apa yang dia alami.
Ustad Jaki membaca buku itu, dia juga melihat tulisan Rhea yang menggunakan pena dan tanda tangannya untuk Ustad Fariz. Ustad Jaki jadi lebih yakin jika mereka berdua memang saling mencintai dan mungkin saja mereka memang jodoh yang sudah ditakdirkan.
"Jadi, dia janda sekarang?" Ustad Jaki bertanya pada Ustad Fariz ketika dia selesai membaca dan menutup buku tersebut.
Ustad Fariz mengangguk dan kembali membaca bukunya.
"Bisa dong sekarang bersatu?" Ustad Jaki bertanya dengan antusias.
Ustad Fariz kembali menatap Ustad Jaki. Dia bingung menjawab apa. Hatinya ingin menjawab iya, namun dia tidak bisa egois karena dia sudah memiliki istri meskipun belum dikaruniai anak dari pernikahannya itu.
"Mau tau jawabannya?" Ustad Jaki bertanya pada Ustad Fariz.
salam kenal dan jika berkenan mampir juga di cerita aku