Menapaki Jejak di Madyapada yang penuh cerita yang tak terduga, sesosok Rehan dengan beribu harap dalam benak dan Sejuta mimpi dalam sepi, meniti asa pada cahaya senja, menitip doa pada Sang Penguasa Semesta.
Berharap bisa bersanding dengan Rena perempuan anggun berparas rupawan dan berdarah Ningrat yang baik hati, seutas senyum ramah selalu menghiasi wajahnya, namun dalam riangnya tersimpang selaksa pilu yang membiru.
Akankah cinta dua insan itu bersatu dalam restu keluarga Rena? ataukah cinta mereka akan tenggelam layaknya Cahaya lembayung yang tertelan oleh gelapnya malam
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon vheindie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tawa Sang Pembuat Gundah
Lepas senja berganti malam, di teras rumah Rehan tengah mendongak menatap gelapnya langit malam, yang hanya berhiaskan satu dua bintang saja tanpa sang rembulan menemani, lampu temarampun terlihat dari sebagian beranda rumah-rumah warga kampung Padasuka.
"Untuk hati yang terkadang mendadak gundah gulana, karena cinta mulai tertambat tanpa terungkap, serta rindu yang mulai menggebu meski bercampur resah tak menentu, karena diri ini tak tahu harus dengan cara apa agar rindu tak menjadi tabu-,"
"Kak makan malam sudah tersedia, ayo kita makan bareng sebelum keburu dingin," Seru Kinan setengah berteriak yang membuat Rehan terperanjat dari lamunannya dan hampir terjatuh.
"Ngagetin aja," gerutu Rehan gemas sambil mengacak-acak rambut panjang Kinan, sementara si empunya hanya nyengir yang melihat kakaknya hampir terjatuh dari kursi.
"Hahaha... Kak Rehan lagi melamun ya, gak baik Kak jangan melamun malam-malam," Ucap Kinan masih tertawa, dan sambil ngeloyor masuk kembali keruang tengah untuk segera bergabung untuk makan malam, karena perutnya sudah keroncongan dari tadi.
Tidak ada yang istimewa di ruang tengah rumah Rehan, kecuali secarik kertas kusam foto keluarga dengan bingkai kayu yang dijepit beralas plastik yang terpajang di dinding setengah tembok dan sisanya papan kayu yang dicat, foto itu diambil ketika Kinan masih baru berumur tujuh hari.
Meski tanpa meja makan, nampak nasi beserta rombongannya, yang terlihat menggugah selera sudah tersedia di ruangan tersebut, dan dengan diawali ucapan Bismillah sebagai tanda syukur atas segala nikmat.
Karena kadang rasa lapar mengajarkan kita untuk mengerti arti sebuah kesinambungan, karena hidup bukan sekedar tentang bekerja. Dan Mereka pun mulai makan dengan lahap.
"Bagaimana kabar Bu Bidan Kak?" seru Kinan nyeletuk, yang membuat Rehan hampir tersedak seandainya dia tidak langsung menyambar gelas berisi air putih, karena Kinan bak supir metro mini yang menginjak rem secara mendadak, yang membahas topik yang tak terduga dalam benaknya.
"Bu Bidan mana?" tanya balik Rehan setelah menghabiskan air minumnya, meski dia tau kemana arah pertanyaan Si adik usil ini.
"Ah, Kak Rehan kayak kura-kura makan tahu, alias pura-pura tidak tahu, ya Bu Bidan mana lagi selain Bu Bidan Rena," jawab Kinan dengan senyum jahil tersungging menghias dibibir mungilnya, bahkan dengan menambahkan istilah kura-kura segala, dari mana dia tahu kalau kura-kura suka makan tahu.
Wajah Rehan terlihat memerah, untungnya dia sudah menghabiskan pepes ikan emasnya, dan dia pura-pura berdiri untuk segera mencuci tangan kebelakang.
"Sudah-sudah, cepat habiskan makanan mu dulu Kinan, lalu bantu Ibu membereskan piring kotornya," seru orang yang paling kuat dirumah ini, karena dalam beberapa tahun setelah kematian suaminya, selain menjadi seorang ibu beliau pun berperan menjadi seorang ayah yang secara bersamaan, jadi dia sudah tau bahwa anak sulungnya tersebut enggan membahas lebih lanjut pertanyaan dari adiknya itu.
Setelah acara makan malam bersama selesai, dan Ibu beserta Kinan langsung membersihkan piring kotor bekas makan tadi, membuat pertanyaan tak terduga Kinan tadi tidak berlanjut, layaknya sebuah novel online yang tiba-tiba hiatus karena kesibukan sang penulisnya atau karena alasan lainnya, misal belum lulus-lulus kontraknya 😥 ditambah sepinya pembaca😭, membuat semua edi menguap ntah kemana😂.
Kini mereka tengah berkumpul diruang tengah dengan kesibukan masing-masing, Kinan yang lagi fokus membaca buku pelajaran ditemani ibu yang sedang merajut pakaian, sementara Rehan tengah menyervis radio favorit milik mang Jaya, yang suka dia bawa-bawa sambil menggembalakan sapinya, maka dari itu untuk malam ini dia tidak berangkat nongkrong seperti biasanya di pos ronda yang berada ditengah kampung.
***
S️️etelah pertama kali mengantar Bu Bidan Rena ke kampung Tegal Bungur beberapa minggu lalu, kini kedekatan mereka semakin sering terlihat, yang membuat para tetangga sering menggodanya, meski begitu Rena tidak pernah risih bahkan dia hanya tersenyum.
Seperti pagi ini, dia mendapat tugas kembali dari Bu Kades untuk menjemput Rena ke Posyandu yang ada di balai desa.
"Kang besok kan aku gak ada jadwal di Puskesmas maupun Posyandu, jadi bolehkah kang Rehan antar Rena jalan-jalan ketempat wisata yang ada di daerah sekitar sini, itupun kalau Kang Rehan tidak sibuk," ucap Rena ketika mereka sudah sampai ditempat tujuan.
"Ouh besok ya? bisa, bisa, saya mah tidak terlalu sibuk ini, ya namanya juga penganguran, jarang sibuknya, hehe.." jawab Rehan dengan mencoba tersenyum meski agak kaku untuk menutupi kegugupannya.
"Ah masa pengangguran, Kang Rehan mah kan suka dapat orderan untuk memperbaiki alat-alat elektonik dari tetangga, bahkan katanya sampai keluar kampung, kenapa enggak buka bengkel servis elektronik saja kang?" ucap Rena sambil menyerahkan helm yang dipakainya.
"hehe... kalau buat buka bengkel uangnya belum cukup Bu Bidan," tukas Rehan
"Ouh.. Begitu ya, mudah-mudahan suatu saat nanti bisa buka bengkel servis elektronik dan bisa punya toko elektronik sendiri," seru Rena dengan senyum yang seperti biasa selalu menawan.
"Aamiin, terimakasih untuk doanya," Seru Rehan spontang mengamini perkataan dari Nona manis yang ada dihadapannya, dia berpikir mungkin saja perkataan dari Bidan Rena bisa menjadi doa untuknya.
"Hahaha... Iya sama-sama Kang, jadi jangan lupa besok ya, seperti biasa jemput di depan gerbang Puskesmas," Ucap Rena tertawa renyah sambil terus ngeloyor masuk ke Posyandu yang ada balai desa untuk pemeriksaan ibu-ibu hamil dan balita.
Melihat tawa renyah Sang Bidan, Hati Rehan terasa mengambang terbang melayang-layang, bahkan membuat langit Bogor timur seketika seperti dihiasi pelangi dengan bunga-bunga yang indah, suara rombongan preman kampung alias soang (angsa) bagai alunan orkesta yang terdengar merdu.
"Hmmmzz... Apakah ini yang di namakan rasa cinta yang indah, memberi tanpa dipinta, tersenyum tanpa memaksa," gumam Rehan dalam hati sambil tersenyum bahagia, lantas melajukan sepeda motornya secara perlahan, sepertinya dia akan sangat menanti hari esok untuk segera tiba.
#Jangan lupa tinggalkan jejak, misalnya like & coment.
Terimakasih.
️️
haloo kak aku nyicil bacanya yaa
jangan lupa mampir di karya terbaruku 'save you'
thankyouuu ❤
sukses selalu buat kakak 🤗🤗