perjalanan seorang remaja yang mencari ilmu kanuragan untuk membalaskan dendam karena kematian kedua orang tuanya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bang deni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rajeg Wesi
Selama sebulan itu juga Paksi semakin sewenang wenang, ia sering menjadikan Raka sebagai bahan latihan ilmu silat yang baru di pelajari
Namun Raka selalu mengalah dan bersabar, toh semua itu tak terasa di badannya yang semakin kuat dengan pelatihan yang ia pelajari dari kitab pemberian paman Karyo, ia juga mengetahui jika paman karyo ternyata mempelajari ilmu silat yang ada di dalam kitab itu. namun yang membuatnya bingung kekuatan milik paman Karyo tak sebesar miliknya
" paman aku tahu paman juga mempelajari ilmu yang ada di dalam kitab itu, tetapi mengapa tenaga paman sangat kecil?" tanya Raka saat mereka duduk berdua di bawah pohon
" Nak Raka, kau tahu waktu terbaik belajar silat?" Paman Karyo balik bertanya, Raka menggeleng
" Waktu terbaik belajar silat yaitu seusia mu nak Raka, paman mempelajarinya saat usia telah senja, jadi hanya mendapat beberapa tetes nya saja, berbeda denganmu jika kau mempelajarinya maka manfaat yang kau dapat seperti air mengalir deras" Ucap Paman Karyo menjelaskan
" Apalagi kau memiliki bentuk tulang yang baik untuk belajar silat, maka kau bisa cepat menyerap semua yang ada di kitab itu" lanjut Paman Karyo berkata
Raka mengangguk mengerti
Pagi harinya kembali Paksi mengajaknya berlatih, Raka masih tetap sabar meladeninya ia juga menganggap itu sebagai latihan Rajeg Wesinya, ia kini semakin lancar mengalirkan tenaga dalamnya melindungi tubuhnya.
malam harinya paman Karyo datang dengan wajah berseri seri
" ada apa paman, apa ada kabar yang menggembirakan?" tanya Raka yang melihat paman karyo tersenyum senang
" aku mengantarkan gajimu, ini tiga puluh keping emas" sahut paman karyo sambil memberikan koin emas yang di pegangnya
" Paman bisa aku minta tolong, simpankan uang itu untuk nanti aku melanjutkan perjalananku" ucap Raka
" kau akan pergi nak?" tanya Paman Karyo sedih
" paman aku tak bisa selamanya di sini, aku harus pergi mencari kepandaian yang lebih tinggi" sahut Raka
" Baiklah, aku akan menyimpannya untukmu" ucap Paman Karyo
" terima kasih paman"
" apa bukan karena Paksi yang sering memukulimu?" tanya Paman Karyo tiba tiba yang menyangka Raka tak betah karena perlakuan dari Paksi" aku akan melapor pada ketua " tegasnya dan langsung berdiri
" jangan paman, aku masih ingin kerja di sini" cegah Raka, ia pasti di berhentikan jika paman Karyo mengadu pada ketua perguruan, karena ia telah mengetahui jika Ajeng ternyata telah di jodohkan dengan Paksi, membuat Paksi merasa dendam dari awal pertemuan di mana Raka memapah Ajeng yang terluka saat berada di hutan. sedangkan ia belum tahu di mana ada tokoh besar untuk ia menuntut ilmu.
" Baiklah aku tak akan melaporkan pada ketua" ucap Paman Karyo pasrah
" terima kasih paman, oh iya apa paman tahu di mana tokoh besar yang mempunyai ilmu silat tinggi?" tanya Raka
" sulit nak Raka, tokoh besar seperti itu biasanya hidup menyepi di gunung gunung sepi" jawab Paman Karyo
" baiklah paman, nanti sekiranya bekalku cukup aku akan mencari ke gunung gunung sepi" ucap Raka
Raka terus mempelajari ilmu ilmu yang ada di dalam kitab itu, namun tak ada satu pun jurus di dalam kitab itu yang ia pelajari, anehnya Raka bisa mengetahui lawan akan menyerang ke arah mana , ia juga bisa melihat kelemahan dan kelebihan dari jurus lawan.
" Hei kemarilah kau!" teriak Paksi saat meliahat Raka sedang menyapu pelataran di sore hari
" Ya tuan paksi, apakah aku harus menemani berlatih?" tanya Raka
" ha ha ha, bagus, sekarang sepertinya kau mengerti apa yang ku mau" Paksi tertawa senang
" Aku harus melompat atau berlari tuan Paksi?" tanya Raka
" Tidak, Kali ini engkau cukup berdiri saja diam di tempat" perintah Paksi sambil tersenyum sini
" Aku baru dapat ilmu pedang Halilintar, temani aku berlatih jurus nya" ucap Paksi sambil mengambil sebatang ranting dari pohon di dekatnya
" baik tuan Paksi" sahut Raka sambil berdiri tegak, tenaga dalamnya mengalir mengitari tubuhnya memberikan perlindungan dengan ilmu Rajeg Wesi
" Jurus Halilintar memecah karang"
" Hiaaaaat"
" Wuuut"
" Plaaak"
" traaaak"
pinggang Raka terkena pukulan itu, namun bukan Raka yang menjerit kesakitan tetapi ranting itu patah membuat Paksi kaget, Ia mengambil satu ranting yang lebih besar karena mengira ranting itu terlalu kecil dan sudah rapuh
" Aku ingin tahu ranting ini atau kepalamu yang lebih keras" dengus Paksi
" Hiaaaat"
" Berhenti tuan Paksi!" paman Karyo tiba tiba datang dan menghentikan serangan Paksi
" oh, paman Karyo, kami sedang berlatih" dalihnya dengan senyum yang di buat buat
Paman Karyo mendengus kesal dan mengajak Raka pergi
Paksi menatap kepergian keduanya dengan penuh kebencian
Setahun sudah berlalu , selama itu juga Raka berada di perguruan Tapak Emas, tubuhnya kini semakin tinggi dan gagah dengan wajah tampan , kulitnya yang hitam manis menambah pesona tersendiri.
Selama itu juga ia terus berlatih mempelajari kitab penberian Paman Karyo, kini tenaga dalamnya semakin tinggi membuat paman Karyo senang
Sore itu selesai menyapu Raka duduk santai di bawah pohon , paman Karyo yang melihat itu mendekat dengan wajah berseri seri
" Raka mengapa kau melamun?" tanya nya sambil ikut duduk di sebelah Raka
" Oh Paman, aku tidak melamun hanya beristirhat saja" sahut Raka sambil tersenyum
" Aku senang sekali melihatmu" ucap Paman Karyo menatap Raka
" Kenapa paman?' tanya Raka heran
" sepertinya engkau telah berhasil menguasai ilmu dalam kitab itu" sahut paman Karyo
" ini juga karena jasa paman" ujar Raka
" Raka sedah setahun kau berada di perguruan ini, bagaimana kesanmu?" tanya Paman Karyo
" cukup betah paman, hanya tuan Muda Paksi saja yang selalu sewenang wenang " jawab Raka
" itu karena ayahnya terlalu memanjakan dirinya" keluh paman Karyo," aku kan ke dalam kau beristirahatlah"
" Ya paman" sahut Raka, paman Karyo masuk ke dalam pelataran latihan , Raka masih duduk di bawah pohon dengan santai, matanya menerawang ke langit yang hanya berhias bintang
" kak raka?" Raka langsung menengok saat mendengar ada yang memanggilnya
" Ajeng?!" ucapnya saat melihat siapa yang memanggilnya, Ajeng berjalan mendekat dan duduk di sisi Raka.
" kak Raka kau melamun?" tanya Ajeng,
" tidak , aku hanya melihat keindahan cahaya bulan" sahut Raka, dari balik sebuah pohon Paksi menatap mereka dengan pandangan berapi api,
" tadi ku ajak ke taman kau tak mau ternyata hanya ingin menemui si pelayan itu" geram Paksi penuh kebencian
" Ajeng, tidak baik kau menemuiku malam malam begini, kalau tuan Paksi tahu aku yang akan repot" ucap Raka mengingatkan
" Tak perlu khawatir toh kita hanya bercakap cakap tidak melakukan apapun" sahut Ajeng
" Itu pikiran kita, tapi orang lain akan berpikir lain, maaf Ajeng sebaiknya kamu pulang" saran Raka
" Hmm. baiklah, aku pulang kau juga beristirahat yah" Ucap Ajeng dan melangkah masuk ke dalam bangunan perguruan
