NovelToon NovelToon
CINDELOKA

CINDELOKA

Status: sedang berlangsung
Genre:Ilmu Kanuragan / Dunia Lain / Action / Spiritual / Epik Petualangan / Roh Supernatural
Popularitas:289
Nilai: 5
Nama Author: teguhsamm_

Raden Cindeloka Tisna Sunda, seorang bocah laki laki berparas tampan dari Klan Sunda, sebuah klan bangsawan tua dari Sundaridwipa yang hanya meninggalkan nama karena peristiwa genosida yang menimpa klannya 12 tahun yang lalu. keberadaannya dianggap membawa sial dan bencana oleh warga Sundari karena ketampanannya. Suatu hari, seluruh warga Sundari bergotong royong menyeret tubuh kecil Cindeloka ke sebuah tebing yang dibawahnya air laut dengan ombak yang mengganas dan membuangnya dengam harapan bisa terbebas dari bencana. Tubuh kecilnya terombang ambing di lautan hingga membawanya ke sebuah pulau misterius yang dijuluki sebagai pulau 1001 pendekar bernama Suryadwipa. di sana ia bertemu dengan rekannya, Lisna Chaniago dari Swarnadwipa dan Shiva Wisesa dari Suryadwipa yang akan membawanya ke sebuah petualangan yang epik dan penuh misteri gelap.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon teguhsamm_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Mayapada

Pagi itu, sinar matahari menembus kabut lembut yang turun dari gunung. Pukul 07.00 tepat, tiga anak berusia dua belas tahun berjalan menuju gerbang belakang Padepokan Suryajenggala.

Mereka mengenakan setelan silat hitam lengkap dengan sabuk hijau-simbol murid baru.

Tujuan mereka: Hutan Mayapada, wilayah latihan para pendekar muda.

Mereka sudah tiba sejak subuh, namun...

Waktu berjalan.

1 jam...

2 jam...

3 jam...

4 jam...

Semua tanpa kemunculan guru mereka.

Cindeloka sudah jungkir balik di rumput, memainkan suling, lalu tidur, lalu bangun lagi.

"Ini guru kita jalannya pakai kompas kayu ya? Atau dia lupa cara eksis?" gerutu Cindeloka.

Shiva duduk bersila, menghembuskan asap dari rokok prana oranyenya. Wajahnya datar.

"Diamlah. Mengeluh tidak membuatnya muncul."

Lisna menggigit jarinya, gelisah.

"Jangan-jangan beliau diculik hantu Hutan Mayapada..."

Tiba-tiba...

TAP... TAP... TAP...

Muncullah sosok dengan satu mata tertutup, berjalan santai seolah tidak membuat mereka menunggu selama setengah usia manusia.

"Maaf, anak-anak. Mbah tersesat di tikungan... yang penuh... kehidupan pahit."

Mereka bertiga terdiam.

"...bahasa apa itu?"

"Kehidupan pahitmu pribadi, sepertinya."

Mbah Kunto batuk kecil.

"Sudah, ayo mulai latihan."

Latihan: "Musuh Berwujud Bayangan"

Mereka dibawa ke dalam hutan. Udara lembap, pepohonan menjulang tinggi, dan suara-suara aneh terdengar dari kegelapan.

"Kalian akan menghadapi 'musuh'. Musuh itu... ya aku. Tapi versi bayangan. Tugas kalian: kompak." ujar Mbah Kunto dihadapan ketiga muridnya.

Cindeloka mengacungkan tangan.

"Kalau salah satu dari kami jauh lebih keren daripada yang lain, apakah harus tetap kompak?"

Lisna memukul kepalanya dengan keras.

"DIAM!"

Latihan dimulai.

Bayangan Mbah Kunto menyebar menjadi tiga wujud ilusi. Mereka menyerang dari berbagai arah hingga membuat mereka bertiga terkepung. Cindeloka pun memulai serangannya dengan ajian Kanuragan khas Klan Sunda.

"Karang Keling Nyi Roro Kidul" seru Cindeloka dengan Tangkisan melengkung yang membalik energi dari bayangan Mbah Kunto namun Mbah Kunto berhasil menangkisnya dengan ajian Kanuragan

Jaran Goyan Bumi Petak, Gerak zigzag cepat namun tetap membumi; serangan mendadak yang memadukan kelincahan dengan hentakan berat yang membuat Cindeloka kewalahan. Lisna membalasnya dengan Limpapeh Aia Mandeh - Tendangan menyapu dari posisi rendah sambil bergulir. Shiva yang dingin tak mau tinggal diam, dia juga menyerangnya dengan Naga Kuning Ngelinggih - Putaran tubuh 360° dengan sabetan siku keras.

Tetapi...

Serangan Shiva salah sasaran mengenai Cindeloka yang membuatnya mengamuk

"WOY! HATI HATI DONG!!!"

Namun, Shiva seolah tidak merasa bersalah dan tidak meminta maaf, ia pun melanjutkan untuk menyerang ilusi dari Mbah Kunto. Sementara itu, Cindeloka pun tiba tiba mengejar menuju bayangan Mbah Kunto yang berlari ke arah utara, yang membuat Lisna & Shiva kehilangan satu anggota dan keseimbangan Tim menjadi kacau.

"WOY LOKA!!! MAU KEMANA KAMU!!!" Teriak Lisna sambil menyerang bayangan tersebut.

"NGEJAR MUSUHLAH! MASA NGEJAR KODOK??" Timpal Cindeloka.

Sementara Shiva masih sibuk sendiri dengan menyerangnya dengan ajian kanuragan miliknya. Secara tiba tiba, Bayangan Mbah Kunto yang menyerang Lisna melakukan Kalajian (ajian ilusi/waktu) yang membuat Lisna terseret dalam dimensi ilusi yang dibuat oleh Mbah Kunto. Suasananya berubah menjadi gelap yang membuat Lisna mati kutu dan panik.

"Hah! Aku dimana ini? Cindeloka! Shiva!" ujar Lisna dengan wajah panik dan bingung seraya menggengam rambutnya yang pirang."

"Lisna!"

"Shiva! Cindeloka!" kata Lisna seraya menoleh dengan muka lega berubah menjadi takut & bingung melihat Cindeloka dan Shiva yang terluka parah berlumuran darah yang membuat Lisna berteriak sampai membuatnya tumbang.

"AAKKKHHHHH"

Mbah Kunto yang melihatnya dari atas pohon hanya bisa geleng geleng kepala karena Lisna dengan mudah tertipu dengan ilusi yang ia buat.

Shiva yang sedari tadi menyerang Mbah Kunto dari belakang lalu menggunakan ajian pamungkasnya yaitu: Trisula Surya Majalangu - Tiga serangan lurus seperti tombak matahari yang membuatnya tumbang namun mendadak menghilang dan Mbah Kunto yang asli menyerang balik dengan Segel Bumi Manunggal yang bisa menjejak tanah sambil memusatkan energi hingga lingkaran tanah retak melingkari dirinya. Meningkatkan kekuatan fisik 2-3 kali untuk beberapa detik yang membuat Shiva terkubur sebatas kepala. Mbah Kunto pun pergi.

"Kalau menyerang orang jangan dari belakang karena aku tidak sebodoh kalian!" sindir Mbah Kunto yang membuat Shiva memasang wajah kesal.

Sementara itu, Cindeloka ternyata sudah kelelahan mengejar bayangan gurunya dan membaringkan dirinya ke tanah dengan keringat mengucur di badan. Dari atas pohon, Mbah Kunto melihat mereka kurang bekerja sama dan kurang komunikasi. Di waktu yang bersamaan, karena lelah dan dahaga, diam diam Cindeloka mengendap ngendap menuju belakang pohon mahoni, tempat tas mereka bertiga disimpan dan menyantap bekalnya.

Tentu saja Mbah Kunto tahu.

Dalam satu kilatan bayangan, Cindeloka tertangkap dan diangkat seperti anak ayam.

"Kau... mencuri waktu latihan untuk makan?".

"Ini... buat tenaga, Mbah..." ujar Cindeloka dengan mulut penuh makanan.

BRUK!

Cindeloka diikat di pohon, tangannya ke belakang.

Lisna dan Shiva hanya menahan napas.

"Latihan gagal. Kalian tidak lulus.

Semuanya karena ego, karena sombong, karena kalian lupa tujuan bersama." Bentak Mbah Kunto dengan ekspresi marah.

Ia duduk bersila, menatap mereka dengan satu mata tajam.

"Ingat... silat bukan hanya jurus. Silat adalah gerak tubuh, gerak hati, dan gerak hidup.

Manusia yang tak mampu berjalan bersama... akan mati sendirian."

Kata-kata itu menampar ketiganya.

"Sekarang istirahat. Tapi... Lisna. Shiva. Jangan beri makanan pada Cindeloka."

Ia menghilang bagai asap tertiup angin.

Cindeloka langsung merintih.

"Aku kuat... aku tahan... aku cuma... kelaparan... mungkin akan mati... tapi tak apa..."

Lisna menggigit bibir.

Shiva memandang Cindeloka dengan wajah datar.

"Kalau dia mati, kerja sama tim akan benar-benar kacau."

Ia memotong bekalnya menjadi dua dan menaruhnya di tangan Cindeloka.

Lisna terkejut.

"Sh-Shiva! Ini melanggar perintah!"

"Guru tidak ada. Situasi taktis berubah. Dan... dia bagian tim."

Cindeloka matanya berbinar bercahaya seperti lampu minyak melihat Shiva empati terhadap dirinya.

"Bang Kulkas... kau baik juga ternyata."

"Jangan panggil aku begitu."

Akhirnya Lisna pun luluh. Ia mendekat, menyuapi Cindeloka.

"Ini untukmu. Tapi jangan bilang siapa-siapa!"

"Kamu manis kalau nggak sedang memukul orang, Lis-AUW!" ucap Cindeloka dengan wajah menggoda Lisna.

Lisna memukulnya pelan karena malu sambil menyuapi Cindeloka pelan pelan.

Shiva juga ikut menyuapi, tapi dengan wajah ultra datar.

Tiga bocah itu makan bersama. Untuk pertama kalinya... terasa seperti sebuah tim.

10 menit kemudian...

WUUUSHH!

Bayangan besar menghadang mereka.

"KALIAN BERTIGA-" Teriak Mbah Kunto dengan wajah dingin penuh amarah.

Mereka langsung panik.

"Ini salahku!" Bela Lisna dengan panik

"Hukum aku saja." sela Shiva

"Tolong jangan ikat aku lagi di pohon, ada semut!" sela Cindeloka dengan wajah takut.

Mbah Kunto berdiri...

menatap mereka satu per satu...

Lalu tersenyum.

"Selamat."

Mereka bertiga bengong.

"Selamat...? Maksudnya aku bebas dari pohon atau bebas dari dunia ini?" Ujar Cindeloka

"Kalian lulus."

Mereka bertiga membeku.

"Tapi... kami melanggar perintah..." ujar Lisna dengan heran.

"Kami harusnya dihukum." sela Cindeloka.

"Memang begitu ujian sebenarnya. Perintah itu ujian moral". Timpal Mbah Kunto.

Di dunia silat...

meninggalkan teman jauh lebih busuk daripada bangkai manusia.

Kalian memilih teman.

Dan itu... pilihan seorang pendekar."

Ketiganya terdiam, namun dalam hati-mereka mengerti.

Tim Sapta... baru saja lahir sebagai tim sungguhan.

"Sekarang pulanglah. Istirahat.

Besok... kalian menerima misi pertama dari Ki Bagawanta." ucap Mbah Kunto.

Hutan Mayapada terasa lebih sunyi, seolah menyaksikan takdir tiga bocah kecil yang sebentar lagi akan memikul beban besar Nusantara.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!