Bu Ninda merasakan keanehan dengan istri putranya, Reno yang menikahi asistennya bernama Lilis. Lilis tampak pucat, dingin, dan bikin merinding. Setelah anaknya menikahi gadis misterius itu, mansion mereka yang awalnya hangat berubah menjadi dingin dan mencekam. Siapakah sosok Lilis yang sebenarnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BI STORY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hantu Pengantin Di Dasar Jurang
Pagi yang masih dingin. Dimas tiba di rumah Aline. Ia membuka pintu dan masuk dengan tergesa-gesa.
Dimas dengan suara terengah-engah dan mata mencari,
"Aline!"
Ia segera menemukan Aline yang duduk di sofa ruang tamu, ditemani oleh Bu Miranti dan Pak Hartono yang duduk di kursi terpisah.
Wajah Aline tampak pucat dan matanya menunjukkan lingkaran hitam seperti mata panda karena kurang tidur. Di sampingnya, Bu Miranti menggenggam tangan Aline dengan lembut. Pak Hartono mengangguk perlahan ke arah Dimas.
Bu Miranti sudah kenal dengan Dimas karena Alice pernah memperkenalkan Dimas kepada Bu Miranti tempo hari.
"Nak Dimas, syukurlah kamu datang." ucap Bu Miranti.
Dimas berjalan cepat, berlutut di depan Aline, dan menatap Aline dengan tatapan iba.
"Lin, kamu baik-baik aja?"
Aline dengan suaranya yang serak dan pelan menjawab,
"No, Dim. "
"Aku tahu kamu khawatir. Aku lebih khawatir lagi. Tapi kita harus kuat. Bagaimana kabarnya? Ada perkembangan dari polisi?" tanya Dimas.
Aline menarik napas panjang, mencoba menahan tangisnya.
"Polisi... sudah berusaha mencarinya sejak semalam. Mereka bilang sudah menyisir beberapa tempat yang mungkin didatangi Alice, tapi... belum ada kabar, Dim. Belum ketemu."
Dimas merasakan jantungnya berdebar kencang. Raut wajahnya menunjukkan kecemasan yang mendalam.
"Belum ketemu? Tapi... Alice itu ke mana? Dia tidak mungkin... pergi tanpa bilang apa-apa."
Pak Hartono dengan suara tenang namun serius berkata,
"Sabar dulu, Nak Dimas. Jangan ambil kesimpulan terburuk dulu. Kami di sini mencoba membantu dan terus mendoakan yang terbaik."
Dimas menoleh sebentar ke arah Pak Hartono, lalu kembali fokus pada Aline. Dimas duduk di samping Aline.
"Aku akan ikut mencari calon istriku. Kita akan temukan Alice. Aku janji Lin."
"Ya Dim, kita harus mencarinya sampai ketemu."
Dua hari telah berlalu sejak Aline berziarah, total sudah lima hari Alice menghilang.
Pagi itu, cuaca di sekitar lembah terasa sangat hening. Di bibir tebing yang berbatasan langsung dengan jurang terjal, seorang pemuda bernama Reno sedang asyik dengan kameranya. Ia adalah seorang yang hobi fotografi, yang mencari spot dramatis dengan kabut pagi dan panorama jurang.
Wajahnya yang tampan dan pembawaannya yang tenang kontras dengan suasana mencekam di sekitarnya.
Reno berbicara sendiri, fokus membidik kamera,
"Angle ini bagus... kabutnya pas."
Saat Reno menggeser posisinya di bebatuan besar untuk mengambil gambar dari sudut yang berbeda, ia tiba-tiba menghentikan gerakannya. Ia merasa samar-samar mendengar sesuatu.
Reno mengernyitkan dahi.
"Suara apa itu?"
Ia melepaskan kamera dari lehernya, memutar tubuhnya, dan mencoba memastikan sumber suara.
Terdengar suara wanita yang sangat samar, seperti tiupan angin.
"Tolong..."
Reno menajamkan pendengarannya. Suara itu terdengar lagi, lebih jelas kali ini, datang dari kedalaman jurang di bawahnya. Itu adalah suara minta tolong seorang wanita.
Reno berteriak ke bawah,
"Halo! Ada orang di bawah?!"
Tidak ada jawaban, hanya keheningan. Reno ragu, apakah hanya ilusinya? Namun, suara memohon itu terlalu nyata. Dengan hati-hati, ia merangkak ke tepian jurang.
Pandangannya menyapu ke dasar lembah yang tertutup semak belukar. Setelah beberapa saat mencari, matanya menangkap sesuatu yang kontras dengan warna cokelat dan hijau tanah, warna putih.
Reno tersentak
"Waduh!"
Di dasar jurang, teronggok di antara akar-akar pohon besar dan bebatuan, ia melihat sesosok wanita bergaun putih panjang yang tampak kotor dan robek. Wanita itu terbaring tergeletak dan tampak tidak bergerak.
Reno segera meraih ponselnya untuk memperbesar gambar. Ia mengenali fitur wajah yang pucat itu, meski tertutup rambut yang berantakan. Di pergelangan tangannya, ada bekas ikatan dan memar. Gaun putih itu, gaun pengantin yang dipakai Alice saat ia dibantai.
Reno napasnya tertahan, gemetar,
"Kenapa cewek itu?"
Tanpa pikir panjang, Reno segera mencari jalan terdekat yang bisa ia lalui, meskipun berbahaya, sambil tangannya sigap menghubungi nomor darurat.
"Halo! Saya butuh bantuan segera di lembah dekat hutan X! Ada korban terperosok di dasar jurang! Kondisinya... kritis!"
Reno mengunci kameranya di dalam tas, lalu bergegas menuruni tebing. Misi penyelamatan harus segera dimulai.
Dengan susah payah dan sekuat tenaga, Reno berhasil menarik Alice dari bebatuan di dasar jurang ke area yang sedikit lebih datar, menunggu tim SAR tiba yang diperkirakan masih memakan waktu.
Alice terlihat lemas tak berdaya. Kulitnya terasa sangat dingin saat Reno menyentuhnya. Meskipun Alice seharusnya mengalami luka parah akibat jatuh, Reno tidak melihat darah yang signifikan, hanya kotoran dan robekan di gaun pengantin putih panjangnya.
Reno memutuskan membawa Alice ke tempat yang lebih aman dan terbuka, di tepi sungai yang mengalir tidak jauh dari sana, agar lebih mudah dijangkau tim penyelamat.
Ia menggendong Alice. Anehnya, tubuh Alice terasa sangat ringan, hampir tidak berbobot.
Setelah merebahkan Alice di rumput dekat sungai, Reno segera menyelimutinya dengan jaket tebalnya.
Alice, suaranya pelan, seperti bisikan angin berkata,
"Terima kasih... Terima kasih banyak, Mas. Kamu udah nolong aku?"
Reno napasnya terengah-engah, mencoba menenangkan diri,
"Syukurlah kamu selamat. Tahan sebentar ya, tim medis dan polisi sebentar lagi datang. Siapa yang tega melakukan ini pada kamu?"
Alice matanya menerawang ke atas, ke arah tebing,
"Ada... orang jahat yang mengejar aku Aku lari, Mas. Aku lari kenceng banget. Aku... aku gak lihat kalau di depan udah jurang. Aku kepeleset."
Reno mengangguk prihatin, namun pandangannya jatuh pada pakaian Alice. Reno heran,
"Lari dari orang jahat? Tapi... kenapa kamu pakai gaun seperti ini? Ini gaun pengantin, kan?"
Alice tersenyum tipis, senyum yang tidak mencapai matanya. Wajahnya semakin pucat, dan auranya terasa dingin.
Alice berkata pelan,
"Ah, ini. Siang kemarin... aku ada pemotretan majalah gaun pernikahan di vila dekat sini. Tiba-tiba ada beberapa orang datang mau menodai aku. Aku dan fotografer lari, tapi aku malah terjatuh ke jurang itu."
Cerita itu sedikit meredakan kebingungan Reno tentang gaun itu.
"Aku Reno. Siapa nama kamu? Keluarga kamu pasti panik mencarimu."
Alice menoleh perlahan ke arah Reno. Tatapannya kosong, seperti melihat menembus dirinya.
Alice dengan suara yang semakin halus menjawab,
"Lilis."
"Tahan ya Lis, sebentar lagi Tim SAR dan polisi sampai kok." ucap Reno.
"Thanks ya Ren? Aku gak tahu kalau gak ada kamu, mungkin hari ini adalah hari terakhir aku di dunia."
Reno mengangguk sembari tersenyum. Reno tidak atau belum tahu kalau seorang wanita yang baru ia selamatkan itu adalah sesosok hantu. Hantu yang sedang merencanakan pencarian dan pembalasan dendam kepada orang yang telah merenggut hidupnya.
Bersambung