Elara Calista seorang wanita cantik yang menjadi istri kedua dari Erlangga Lysander pria tampan yang begitu dicintainya. Sayang saja hubungan mereka tidak pernah mendapatkan restu. Membuat rumah tangga mereka sering di landa masalah. Yang dibuat oleh istri pertama Erlangga serta ibu mertuanya yang begitu tidak menyukainya.
Mereka melakukan berbagai cara untuk menghancurkan pernikahan nya. Hingga akhirnya pernikahan Elara dan Erlangga benar benar berada di ujung tanduk.
Apakah Elara harus bertahan atau memilih untuk menyerah?. Dan apakah Erlangga akan membiarkan Elara pergi dari kehidupannya?.
(Jangan lupa yaww bantu folow akun Ig @sya_gelow )
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syana Elvania, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kembali pulang
Satu Minggu lebih akhirnya berlalu, Elara menjalani rawat inap dirumah sakit untuk memulihkan kondisi fisiknya dan psikisnya karna kehilangan kandungan pertama yang begitu ia tunggu membuat nya sangat sedih ditambah memikirkan suaminya.
Lama kelamaan Elara benar benar lelah. Bukan lelah lagi tapi muak. Muak dengan hubungan nya dan semua yang terjadi. Ia sudah mencoba mengerti Erlangga. Namun Erlangga tidak mengerti dirinya.
Selama itu pula yang menemaninya selama masa pemulihan adalah Dania dan juga lucen pria yang sedikit kaku tapi baik. Waktu itu Elara yang bingung untuk menghubungi keluarga nya siapa lagi selain suaminya. Akhirnya memilih untuk menghubungi Dania saja, karna hanya Dania lah orang terdekatnya. Elara juga tidak ingin merepotkan lucen. Walaupun pada akhirnya ia harus merepotkan sahabat nya.
Kini Elara ditemani oleh Dania untuk berkunjung ke makam anaknya. Janin yang baru beberapa bulan tumbuh di perutnya dan membuat semangat nya kembali berapi api untuk menjalani kehidupan nya.
Namun kini, dia sudah pergi. Meninggalkannya sendirian menghadapi takdir nya. Ia benar benar tidak memiliki penyemangat hidupnya lagi. Rasanya kembali kosong dan hampa. Apalagi dengan suaminya yang berubah.
"El, ayo pulang udah sore." Ajak Dania yang senantiasa menemani Elara. Dania mengusap lembut bahu Elara untuk menguatkan nya.
Ia mengangguk lemah mengusap batu nisan anaknya dengan tangan yang sedikit gemetar. Sebelum akhirnya berdiri dan pergi dengan berat hati. Ia juga tidak enak hati dengan Dania. Sahabat nya itu pasti lelah juga mengurusnya dengan kehamilannya yang semakin membesar.
Elara dan Dania kembali masuk kemobil milik Denan suami Dania. Dengan Dania yang duduk disebelah Denan, dikursi depan dan elara di kursi belakang.
"Bagaimana sayang sudah selesai?." Tanya Denan pada sang istri. Dengan lembut yang dibalas dengan anggukan kepala dari istrinya.
"El kita pulang ya kerumah kamu. Kamu harus banyak banyak istirahat. Kumpulin tenaga kamu lagi. Biar kamu bisa cepat pulih." Ujar Dania menatap Elara penuh pengertian.
Elara hanya mengangguk lemah. Menatap jalanan yang mereka lalui dengan tatapan hampa. Sampai akhirnya mobil Denan memasuki halaman rumahnya.
"Mau aku antar kedalam?." Tawar Dania membuka sabuk pengaman nya.
"Nggak. Ngga usah, kamu pulang aja. Kamu juga butuh istirahat setelah beberapa hari nemenin aku." Cegah Elara tidak enak hati jika kembali merepotkan Dania. "Sekali lagi makasih." Ia turun dari mobil Dania. Membawa ransel yang berisi pakaian ganti nya selama di rumah sakit.
"Kamu yakin?. Gak papa?." Tanya Dania memastikan, karna masih khawatir.
Elara mengangguk mantap. "Iya sekali lagi makasih ya udah mau nemenin aku. Kamu pulang aja istirahat. Kamu juga pasti capek."
"Hm baiklah. Jika kamu butuh teman cerita atau mengobrol jangan lupa hubungi aku." Pinta Dania.
Elara mengangguk melambaikan tangan nya menatap kepergian mobil Dania. Dengan helaan nafas berat. Ia melangkah masuk ke dalam rumahnya dengan langkah berat. Rasanya ia tidak ingin kembali kerumah ini.
"Nyonya..." Panggil Bella asisten dirumahnya. Berlari menghampiri Elara dengan khawatir karna majikan nya itu sudah menghilang seminggu."Nyonya dari mana saja kenapa baru kembali. Dari kemarin tuan mencari mencari nyonya." Ujar Bella mengambil tas Elara membantu membawakan nya.
Elara tersenyum tipis. "Dia masih mengingatku?." Lirihnya. Yang membuat Bella kebingungan.
"Nyonya bertengkar lagi dengan tuan?. Tuan mencari anda beberapa hari ini. Tuan khawatir dengan anda. Apa anda ingin saya mengabari tuan tentang kepulangan anda?."
"Tidak usah. Aku hanya baru pulang dari liburan. Aku ingin istirahat." Bohong Elara sangat malas untuk membahas kejadian kecelakaan mobilnya. Lebih baik dirinya beristirahat saja. Ia melangkah menaiki anak tangga menuju kekamar nya yang berada di lantai dua.
Bella masih terlihat bingung dengan perubahan sikap Elara. Namun, mengikuti langkah Elara dari belakang. Memilih untuk diam memberikan ruang untuk Elara. Bella memberikan tas milik Elara kepada pelayan lain untuk di pilih mana pakaian kotor agar bisa dibersihkan.
Elara membuka pintu kamarnya masuk kedalam kamar yang terasa kosong dan dingin. Ia duduk di tepi ranjang dengan bersandar pada kepala ranjang.
Bella mengetuk pintu kamar elara terlebih dahulu sebelum akhirnya masuk kedalam. menatap khawatir elara yang malah terdiam melamun. "Maaf nyonya. Apa anda ingin saya buatkan teh?. Atau bawakan makanan untuk nyonya?." Tawar Bella.
Elara menggeleng kan kepala nya. "Aku ingin sendiri. Jangan ganggu aku." Lirih Elara mengibaskan tangannya meminta Bella untuk pergi.
Bella terdiam sejenak sebelum akhirnya mengangguk mulai mengerti suasana hati majikan nya yang sedang tidak baik baik saja, dan pamit pergi walaupun dengan berat hati. Lantaran masih khawatir dengan Elara.
Elara kembali terdiam dengan pikirannya. Memikirkan hubungan nya dengan suaminya yang sudah menyia-nyiakan kesempatan yang selalu ia berikan. Harus kah ia berpisah?. Meskipun berat. Namun, lebih sakit jika tetap bersama dengan situasi yang tak jauh berbeda. Mungkin kelak akan lebih memburuk?. Mungkin juga ia sudah dilupakan oleh suaminya?.
Elara memijit pelipisnya pusing. Pusing dengan takdir nya. Apa keputusan yang diambil nya salah saat ia mau menjadi madu?. Ia seharusnya benar benar sadar jika menikah tanpa direstui akan seberat ini. Ia kira bisa melaluinya bersama dengan Erlangga. Nyatanya ia sekarang sendiri disini tanpa pria yang dicintainya yang entah pergi kemana.
Wanita itu terdiam cukup lama dengan lamunannya sampai hari sudah gelap. Tergantikan dengan malam. Suara pintu kamarnya terbuka dan terdorong. Memperlihatkan Erlangga yang terlihat kacau. Dengan kemeja hitam nya yang lengannya di lipat dan terlihat kusut. Ia diam tidak menggubris kedatangan suaminya karna pikiran nya terlalu berantakan.
"Sayang..." Panggil Erlangga lagi. Menghela nafas lega bisa melihat sng istri yang sudah membuatnya hampir gila lantaran tidak kunjung bisa menemukannya. Ketika Bella memberitahu kan kepulangan Elara segera Erlangga kembali pulang. Pria itu berjalan mendekat, memeluk tubuh istrinya. "Kamu dari mana saja aku mencari mu sejak kemarin."
Ia tertegun sejenak. Mengepalkan jemarinya. Kemarahannya seketika memuncak. "Jangan menyentuhku!" Elara mendorong suaminya untuk melepas kan pelukannya.
Membuat pria itu terhuyung mundur terkejut dengan sikap defensif istrinya. "Sayang?. Ada apa?. Kamu marah karna aku meninggal kan mu waktu itu?."
Amarah Elara semakin memuncak mendengar suaminya mengatakan hal itu. Bukan nya meminta maaf dan menanyakan keadaan nya. "Aku kecewa dengan kamu!. Kamu dimana saat aku sedang membutuhkan mu?. Kamu tidak ada untuk ku. Sekarang kamu kembali seolah olah tidak terjadi sesuatu!. Aku membenci mu!" Bentak Elara memukul dada bidang suaminya melampiaskan amarah dan kekecewaan nya pada pria itu.
Erlangga diam, menarik tubuh sang istri memeluknya erat. Tidak melepaskan nya walaupun istrinya terus memberontak. Hingga akhirnya Elara terdiam lelah. hanya bisa menangis pilu. "Maaf sayang. Maaf." Hanya itu yang mampu Erlangga ucap kan mencium beberapa kali kepala sang istri penuh penyesalan.
"Hikss lepas!. Kamu pembohong!. Aku benci kamu!." Raung Elara ditengah isakan nya. Tubuhnya terasa lemas. Hampir saja luruh kelantai jika suaminya tidak menopangnya.
"Maaf." Pria itu mengeratkan pelukannya pada wanita yang paling dicintainya. Melihat Elara menangis bahkan mengatakan kata 'benci' padanya. Adalah hal yang paling menyakitkan untuk Erlangga. Walaupun dia tahu istri nya tidak benar benar membencinya hanya sedang marah dan kecewa padanya.