NovelToon NovelToon
Guruku Suami Rahasiaku

Guruku Suami Rahasiaku

Status: tamat
Genre:Nikahmuda / Cinta Seiring Waktu / Tamat
Popularitas:5.1k
Nilai: 5
Nama Author: inda

Yunita, siswi kelas dua SMA yang ceria, barbar, dan penuh tingkah, tak pernah menyangka hidupnya akan berubah drastis saat orang tuanya menjodohkannya dengan seorang pria pilihan keluarga yang ternyata adalah guru paling killer di sekolahnya sendiri: Pak Yudhistira, guru Matematika berusia 27 tahun yang terkenal dingin dan galak.

Awalnya Yunita menolak keras, tapi keadaan membuat mereka menikah diam-diam. Di sekolah, mereka harus berpura-pura tidak saling kenal, sementara di rumah... mereka tinggal serumah sebagai suami istri sah!

Kehidupan mereka dipenuhi kekonyolan, cemburu-cemburuan konyol, rahasia yang hampir terbongkar, hingga momen manis yang perlahan menumbuhkan cinta.
Apalagi ketika Reza, sahabat laki-laki Yunita yang hampir jadi pacarnya dulu, terus mendekati Yunita tanpa tahu bahwa gadis itu sudah menikah!

Dari pernikahan yang terpaksa, tumbuhlah cinta yang tak terduga lucu, manis, dan bikin baper.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 7 - pentas musik yang membuat panas

Di Sekolah Pentas Musik Dimulai

Halaman sekolah dipenuhi tenda, lampu panggung, dan spanduk besar bertuliskan:

“FESTIVAL MUSIK — Suara Muda, Semangat Merdeka!”

Yunita datang bersama tiga sahabatnya: Nadia, Rara, dan Salsa. Mereka tampil kece, seperti empat idol sekolah.

“Gila, Yunita! Lo tampil beda banget hari ini,” ujar Rara sambil menatap Yunita dari ujung kaki ke kepala.

“Iya, iya! Lipstik dikit, parfum dikit, rambut dicatok pasti mau ketemu Reza, ya?” goda Nadia.

“Apaan sih! Aku cuma pengen keliatan rapi!” elak Yunita, walau pipinya langsung memerah.

Salsa menyipitkan mata. “Yakin bukan karena Reza?”

“Enggak!” jawab Yunita cepat

Tapi dalam hati, Yunita tahu ia memang sedikit penasaran. Sejak pernikahannya dengan Yudhistira, Reza jadi jarang bicara dengannya. Padahal dulu mereka hampir jadian. Sekarang, setiap Reza senyum, Yunita merasa sedikit… bersalah.

Namun sebelum sempat larut dalam pikiran, suara sorakan terdengar dari panggung.

“Selanjutnya, penampilan dari Reza Mahendra! Dengan lagu spesial yang katanya buat seseorang di sini!”

Satu sekolah berteriak heboh. Yunita menatap panggung dengan mulut sedikit terbuka. Reza naik dengan kemeja putih dan gitar di tangan.

Matanya mencari-cari di antara kerumunan… lalu berhenti pada Yunita.

“Lagu ini… buat seseorang yang nggak pernah tahu kalau dia selalu jadi alasan gue tersenyum,” ucap Reza ke mikrofon.

Semua teman Yunita menjerit. “ASTAGA, YUN! DIA NGELIAT LO!” teriak Nadia sambil mencubit lengan Yunita.

“Gue? Nggak mungkin! Banyak cewek di sini!” jawab Yunita gugup. Tapi jantungnya berdetak kencang.

Lagu dimulai. Petikan gitarnya lembut, nadanya sendu, liriknya romantis—dan setiap kali Reza tersenyum, matanya tak lepas dari Yunita.

Yunita menunduk. “Aduh, kenapa sih hati gue kayak ditusuk perasaan?”

Namun dari kejauhan, di sisi kanan panggung, berdiri seseorang dengan wajah tanpa ekspresi.

Yudhistira.

Ia datang setelah rapat selesai, berniat melihat pertunjukan murid-muridnya. Tapi begitu melihat Reza bernyanyi dan menatap Yunita seperti itu, rahangnya langsung mengeras.

Satu-satunya hal yang bisa ia pikirkan hanyalah: Lagu itu seharusnya tidak untuknya.

Setelah Pentas

Setelah acara selesai, Yunita dan teman-temannya menuju area belakang untuk bertemu Reza. Cowok itu masih membawa gitar dan tersenyum hangat.

“Kalian nonton, kan?”

“Nonton banget! Gila, Reza, suara lo makin keren!” seru Rara.

“Lagu itu… buat seseorang, ya?” pancing Salsa.

Reza menatap Yunita sebentar sebelum menjawab, “Mungkin.”

Yunita tersenyum canggung. “Lagunya bagus banget, Reza. Serius.”

“Kalau kamu suka, berarti misiku berhasil.”

Belum sempat Yunita membalas, suara bariton khas seseorang terdengar di belakang.

“Mahasiswa musik atau murid SMA, Reza?”

Semua menoleh.

Dan di sanalah berdiri Yudhistira, tinggi, berwibawa, tapi auranya… dingin.

Reza langsung kaku. “P—Pak Yudhistira! Saya cuma ikut pentas, Pak.”

“Bagus. Tapi jangan terlalu lama di area ini. Kalian masih murid.”

“Siap, Pak.”

Nadia berbisik ke Yunita, “Lo tuh kayak magnet buat guru killer itu deh. Dia selalu muncul di waktu yang nggak tepat.”

“Hush!” bisik Yunita panik. Tapi Yudhistira sudah berjalan menghampirinya.

“Yunita.”

“Iya, Pak?”

“Pulang.”

“Lho, baru aja mau makan bareng—”

“Sekarang.”

Nada datarnya tak bisa dibantah. Sahabat-sahabat Yunita langsung saling pandang, curiga tingkat tinggi. Tapi Yunita buru-buru menutupi.

“Iya deh! Aku pulang dulu, guys! Nanti kabar-kabar ya!”

Reza menatap Yunita yang berjalan menjauh bersama Yudhistira. Ada sesuatu di matanya entah sedih, entah kecewa. Tapi Yunita tidak berani menoleh lagi.

Di Mobil

Suasana hening. Hanya suara AC dan detak jantung Yunita yang menggema di telinganya.

Yudhistira fokus menyetir, tapi wajahnya tegang.

“Pak… kenapa marah?” tanya Yunita pelan.

“Aku tidak marah.”

“Bohong. Mukanya kayak pengawas ujian pas liat murid nyontek.”

“Aku hanya tidak suka cara dia menatapmu.”

Yunita tercekat. “Hah? Siapa?”

“Reza.”

“Lho, Pak! Dia cuma nyanyi!”

“Untukmu.”

“Eh—eh, itu kan belum tentu!”

Yudhistira tidak menjawab. Tangannya mencengkeram setir sedikit lebih keras.

Yunita akhirnya tertawa kecil, mencoba mencairkan suasana.

“Pak, jangan bilang Bapak cemburu?”

“Tidak.”

“Bapak cemburu.”

“Tidak.”

“Cemburu.”

“Yunita.”

“Iya, iya, Bapak nggak cemburu. Tapi mukanya tuh kayak udah siap lempar gitar Reza ke luar pagar.”

Untuk pertama kalinya sejak menikah, Yudhistira terdiam lama lalu berkata pelan, “Kalau aku cemburu, itu artinya aku mulai peduli.”

Kata-kata itu sederhana. Tapi Yunita merasa seperti tersambar petir dalam hati.

Ia berpaling cepat, menatap keluar jendela. Wajahnya panas, telinganya merah.

“Bapak tuh ngomong gitu terus bikin aku susah nafas.”

“Lain kali, jangan bikin aku cemburu.”

“Lho, jadi beneran cemburu dong!”

Yudhistira hanya menatap jalan dengan senyum samar yang nyaris tak terlihat. Tapi Yunita tahu pria itu sedang berusaha menahan diri agar tidak memperlihatkan terlalu banyak emosi.

Malam di Rumah

Yunita duduk di sofa, memeluk bantal sambil menatap televisi. Acara favoritnya drama Korea sedang tayang, tapi pikirannya entah ke mana.

Yudhistira lewat di belakangnya, tanpa suara, membawa segelas susu hangat.“Minum ini dulu,” katanya.

“Susu lagi? Pak, aku bukan anak TK.”

“Kamu juga bukan istri yang tidur cukup.”

“Aduh… Pak, jangan gitu. Nanti aku beneran suka.”

Yudhistira berhenti sejenak, menatapnya dalam.

“Kalau itu terjadi, aku tidak akan melarang.”

Yunita langsung menutupi wajah dengan bantal. “BAPAK GOMBALNYA PARAH! Ini tuh bukan drama romantis, loh!”

“Kalau bukan, kenapa kamu pipinya merah?”

“Aku panas!”

“Padahal AC-nya 18 derajat.”

“Pak Yudhistiraaa!!”

Suara tawa Yudhistira yang jarang terdengar akhirnya pecah. Hangat. Dalam. Membuat suasana ruang tamu berubah lembut.

Namun di tengah kehangatan itu, Yunita tiba-tiba berkata lirih,

“Pak… kalau nanti teman-teman aku tahu soal pernikahan ini, apa Bapak bakal nyesel?”

“Tidak.”

“Kalau sekolah tahu?”

“Aku akan hadapi.”

“Kalau aku yang kena gosip?”

“Aku lindungi.”

Yunita menatap wajah pria itu lama dingin tapi selalu menenangkan.

“Bapak tuh… terlalu tenang. Aku aja panik tiap mikirin masa depan kita.”

“Kamu panik karena takut?”

“Iya.”

“Takut kehilangan?”

Yunita terdiam. Jantungnya berdetak pelan tapi berat.

“Mungkin iya,” jawabnya jujur.

Yudhistira mendekat, menatapnya lembut.

“Kalau begitu, berhentilah takut. Aku tidak akan ke mana-mana.”

Suasana hening. Hanya suara jam dinding yang terdengar.

Yunita akhirnya tertawa kecil, berusaha menutupi degup jantungnya yang gila-gilaan.

“Bapak tuh beneran bahaya. Dingin di luar, tapi dalemnya manis banget.”

“Berarti kamu baru tahu.”

“Baru sadar.”

Mereka sama-sama tersenyum. Dunia luar mungkin tidak tahu, tapi di balik semua rahasia, rumah kecil itu kini mulai terasa seperti tempat pulang sungguhan.

Namun di luar sana, seseorang masih belum menyerah.

Reza menatap layar ponselnya foto Yunita yang ia ambil diam-diam saat di kafe.

“Kamu bisa bohong, Yun, tapi matamu waktu lihat aku tadi nggak bisa.”

Ia tersenyum samar.

“Aku nggak tahu siapa yang udah punya kamu, tapi aku nggak bakal nyerah segitu aja.”

Dan malam itu, di antara dua hati yang mulai berdebar, satu hati lain bersiap untuk menimbulkan badai kecil yang baru saja menunggu waktu.

Bersambung...

1
sahabat pena
Luar biasa
sahabat pena
makan cuka
sahabat pena
duh kasian.. tp gpp pacaran setelah menikah lbh menyenangkan loh.
Wulan Sari
lha sudah tamat Thor? bahagia seh tapi rasane kurang pingin nambah karena ceritanya gwmesin lucu,....
yo weslah gpp semangat Thor 💪 salam sukses dan sehat selalu ya cip 👍❤️🙂🙏
inda Permatasari: terima kasih kak atas dukungannya 🙏♥️
total 1 replies
bunda kk
bagus
Cindy
lanjut kak
Cindy
lanjut
Cindy
lanjut kak
Wulan Sari
wkwkwk lanjut gokil lihat pasutri itu 🤣🤣🤣
Wulan Sari
yaaaa pelakor muncul🤦🏼‍♀️thor jangan sampai iepuncut lho enggak banget kepincut pelakor namanya laki2 mokondo sudah punya istri kegoda yg lain amit2 😀😀😀maaf lanjuuut trimakasih Thor 👍
Cindy
lanjut
Cindy
lanjut kak
Cindy
lanjut
Cindy
lanjut kak
Wulan Sari
semoga langgeng ya sampai kakek nenek pak guru dan muridnya Aamiin 🤲😀
Cindy
lanjut
Cindy
lanjut kak
Wulan Sari
aku ikut bahagia 💃💃💃
Cindy
lanjut kak
Wulan Sari
cip lanjutkan Thor semangat 💪 Thor salam sukses selalu
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!