NovelToon NovelToon
My Lovely Cartel

My Lovely Cartel

Status: sedang berlangsung
Genre:Kriminal dan Bidadari / Nikah Kontrak / Menjual Anak Perempuan untuk Melunasi Hutang / Psikopat itu cintaku / Crazy Rich/Konglomerat / Mafia
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: DityaR

Kakak macam apa yang tega menjual keperawanan adiknya demi melunasi utang-utangnya?

Di wilayahku, aku mengambil apa pun yang aku mau, dan jelas aku akan mengambil keperawanan si Rainn. Tapi, perempuan itu jauh lebih berharga daripada sekadar empat miliar, karena menaklukkan hatinya jauh lebih sulit dibandingkan menaklukkan para gangster di North District sekalipun.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DityaR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Supermarket

...୨ৎ R E M Y જ⁀➴...

Ketegangan yang keluar dari tubuh Rainn sampai bikin udara di sekitar kita bergetar. Panasnya luar biasa, tapi dia malah jalan pakai baju tebal kayak lagi musim hujan.

Padahal aku punya banyak urusan buat diberesin sebelum main poker malam ini, tapi begitu tahu dia bakal ke Pastor Yeskil pagi ini, aku langsung menyuruh Big Jonny buat putar ke katedral.

Memiliki jadwal kesehariannya, bikin aku bisa mengawasi dia dengan tenang. Dia itu calon istri aku, dan aku mesti mulai biasakan diri buat mengurusi dia.

Nanti kalau sudah menikah, dia bakal punya sopir dan pengawal yang siap mengantar ke mana pun dia mau.

Aku sudah enggak bisa fokus ke kontrak di tangan. Akhirnya, aku pun menyerah dan memperhatikan dia, cewek cantik yang lagi gemetaran di sebelahku. Aku perhatikan bunga yang sudah remuk di tangannya, lalu aku bicara pelan, “Kamu bunuh tuh bunga.”

Dia melirikku, bingung. “Apa?”

Aku menunjuk tangannya. “Bunganya. Kamu bunuh.”

Dia lihat ke pangkuannya, terus mengeluh. “Ini?” Dia genggam lebih erat lalu membebaskan Anyelir yang sudah lemas itu. “Bunganya udah mati.”

Aku masih menatap wajahnya yang lembut itu. “Kenapa kamu jalan kaki panas-panas gini?”

Dia angkat pandangannya, “Ada tugas.”

Sambil memainkan kelopak bunga, tanpa sadar dia mulai mencabutnya satu per satu, tampaknya ia sedang memikirkan sesuatu.

“Emang tugasnya enggak bisa nunggu teduh?” tanyaku, cuma agar bisa dengar suara lembutnya lagi.

“Hmm …” Jari-jarinya makin cepat, kelopak bunga rontok satu per satu ke pangkuan. “Aku ketemu Pastor Yeskil tiap hari Selasa, bawa makanan dan bahas menu buat setelah Misa.”

Tentu saja. Cewek ini bahkan masak makanan buat orang suci.

Dia sempat berhenti, membasahi bibirnya pelan sebelum lanjut bicara lagi, “Habis itu aku mampir ke toko bunga Rissa buat ngomongin bucket bunga buat Minggu, dan sekarang mau ke supermarket beli bahan buat bikin Cannoli yang bakal disajiin habis Misa.”

Akhirnya dia berhenti juga buat tarik napas panjang. Aku enggak bisa bohong, cara dia mengoceh itu entah kenapa lucu banget.

Tapi bunga di tangannya sudah hancur total. Begitu dia sadar, dia langsung panik. “Maaf! Aku enggak sengaja!”

Takut aku marah karena telah mengotori mobil, dia buru-buru mengumpulkan kelopak yang berceceran.

Begitu Big Jonny menemukan parkiran di depan supermarket, aku bilang, “Kita masuk bareng.”

“Apa?” Rainn kaget, matanya langsung membelalak.

“Gak perlu dibahas,” gumamku sambil turun dari mobil.

Jujur saja, aku lumayan menikmati momen kecil seperti ini.

Saat dia turun, aku sempat taruh tangan di punggungnya agar enggak tersandung, tapi dia langsung kaget seperti kesetrum. Aku cuek saja, nanti juga terbiasa kalau sudah jadi istri aku.

Big Jonny mengikuti dari belakang saat kita masuk toko, aku langsung ambil keranjang dorong. Rainn melihatku bingung, tapi dia enggak berani bertanya kenapa aku ikut.

Setiap orang di toko itu langsung berhenti dan memperhatikanku. Aura ketakutan mereka langsung terasa. Saat kita melewati barisan roti, orang-orang buru-buru minggir. Rainn menyenggolku pelan, terlihat gugup.

“Apa aja yang kamu butuhin?” tanyaku agar dia fokus belanja saja.

Dia keluarkan kertas dari tas, terus buru-buru mencari bahan satu per satu.

Waktu sampai di kasir, si mbak-nya bahkan enggak berani buat menatapku. Semua orang di sini takut kepadaku. Dan jujur, itu hasil kerja kerasku. Itulah yang namanya kekuatan.

Saat Rainn mau keluarkan beberapa uang dari dompetnya, aku bilang, “Aku yang bayar!”

“Itu buat Paroki,” katanya pelan, matanya ragu. Aku enggak akan ulangi kata-kataku. Enggak perlu.

Aku cuek, kasih kartu kreditku ke kasir buat bayar semua bahan-bahan yang bahkan enggak sampai penuh satu kantong belanja. Sepertinya, aku harus kasih dia kartu juga nanti.

Kasir itu gemetaran banget waktu mengembalikan kartuku. Aku masukkan lagi ke dompet, dan Big Jonny sudah ambil semua belanjaan.

Begitu keluar toko, Rainn jalan di sampingku dan berbisik pelan, “Makasih. Nanti aku bilang ke Pastor Yeskil kamu yang bayar semuanya.”

“Jangan!” jawabku tegas.

“Tapi aku enggak pakai uang yang dia kasih. Dia pasti nanya kenapa.”

Aku sempat kagum juga, dia punya keberanian buat debat sama aku.

“Ya udah, jangan bilang alasannya. Simpan aja uangnya buat kamu sendiri,” gumamku pelan.

Dia langsung berhenti dan menatapku seperti aku baru saja mengatakan hal paling gila di dunia. “Aku enggak akan bohong ke Pastor Yeskil, dan aku jelas enggak akan nyentuh uang paroki.”

Dia bahkan sempat bikin tanda salib dengan tangannya, dan aku malah tertawa terbahak-bahak. “Atas dasar apa tuh?”

“Itu, kan bohong dan mencuri,” desahnya, terlihat benar-benar kaget sama reaksiku.

Sudut-sudut mulutku pun melengkung saat aku mempersempit jarak di antara kami. Saat aku mengangkat tanganku ke wajahnya, dia tersentak, kulitnya tiba-tiba memucat.

Mengabaikan reaksinya, aku mengusap pipinya dengan jari-jariku sambil terus menatapnya yang sedang ketakutan. Aku condongkan tubuhku, dan ketika dia menarik napas, tawa lepas dari dadaku.

"Itu bukan mencuri kalau aku udah bayar semuanya. Aku perintahin kamu untuk pakai duit itu!"

Dia malah menjerit ketakutan saat kepalanya mengangguk-angguk ke atas dan ke bawah.

"Tenang, Rainn. Aku enggak berniat membunuhmu."

Dia bernapas lega, aku pun menjauh dan memberi isyarat ke mobil. "Masuk."

Seperti anak kucing, dia berlari ke mobil dan bergegas masuk. Saat aku menyelinap masuk ke sampingnya, dia langsung menempelkan dirinya ke pintu lainnya.

Aku begitu menikmati ketakutannya.

Ya, Tuhan, aku senang banget bisa memburu kucing kecilku.

1
Dewi kunti
hadeeeeehhh siang2 mendung gini malah adu pinalti
Dewi kunti: iya dooong
total 2 replies
Dewi kunti
bukan tertunduk kebelakang tp mendongak
Dewi kunti
🙈🙈🙈🙈🙈ak gak lihat
Dewi kunti
wis unboxing 🙈🙈🙈🙈🙈moga cpt hamil
Dewi kunti: lha tadi udah dicrut di dlm kan🙈🙈🙈🙈
total 2 replies
Dewi kunti
minta bantuan Remy Arnold aj
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!