NovelToon NovelToon
Kontrak Pacar Pura-Pura

Kontrak Pacar Pura-Pura

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikah Kontrak / Dijodohkan Orang Tua / Kekasih misterius / Perjodohan
Popularitas:152
Nilai: 5
Nama Author: SineenArena

Untuk menghindari perjodohan, mahasiswa populer bernama Juan menyewa Yuni, mahasiswi cerdas yang butuh uang, untuk menjadi pacar pura-puranya. Mereka membuat kontrak dengan aturan jelas, termasuk "dilarang baper". Namun, saat mereka terus berakting mesra di kampus dan di depan keluarga Juan, batas antara kepura-puraan dan perasaan nyata mulai kabur, memaksa mereka menghadapi cinta yang tidak ada dalam skenario.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SineenArena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 25: Makan Siang Penuh Ranjau

Bab 25: Makan Siang Penuh Ranjau

Ruang makan utama Vila Adhitama.

Kini meja panjang mahoni itu sudah penuh.

Bukan hanya dengan perangkat makan perak yang berkilau di bawah cahaya lampu kristal Swarovski.

Bukan hanya dengan vas bunga mawar putih segar yang ditata oleh florist profesional.

Tapi penuh dengan ketegangan yang begitu padat, rasanya bisa dipotong dengan pisau steak yang tajam.

Oma duduk di ujung meja. Di singgasana.

Kursi dengan sandaran paling tinggi, dilapisi beludru merah tua.

Pak Adhitama di ujung satunya. Tuan rumah yang berkuasa.

Bu Linda duduk di sisi kanan Pak Adhitama.

Dan di sisi kiri Pak Adhitama, posisi kehormatan tamu, duduk Clarissa.

Juan dan Yuni duduk di sisi kanan Oma, berhadapan langsung dengan Clarissa.

Posisi yang strategis.

Posisi untuk perang tatapan.

Pelayan mulai menyajikan hidangan pembuka.

Seared Scallops with Truffle Puree and Caviar.

Tiga potong kerang kampak yang dipanggang sempurna, diletakkan di atas bubur jamur truffle hitam, dihiasi butiran telur ikan sturgeon.

Baunya... mahal.

Harum jamur tanah yang kuat bercampur dengan aroma laut yang segar.

Perut Yuni berbunyi pelan. Dia lapar. Dia belum makan sejak soto kemarin siang selain camilan kecil.

Tapi saat melihat makanan itu, perutnya malah terasa seperti diikat simpul mati.

Dia tidak tahu cara memakan scallop dengan anggun. Apakah dipotong dulu? Atau langsung satu suap?

Dia melirik Juan. Juan mengambil garpu kecil di sisi paling luar.

Yuni meniru.

Clarissa mengambil serbet linen putihnya dengan gerakan anggun yang terlatih.

Mengibaskannya pelan sebelum meletakkannya di pangkuan.

Cincin berlian soliter di jari manis kanannya berkilau menyilaukan.

Dia tersenyum. Menatap piringnya dengan apresiasi palsu.

"Wah, scallop," kata Clarissa ceria.

Matanya langsung menatap Juan. Mengunci target.

"Inget nggak, Ju? Waktu kita liburan summer di Maldives dua tahun lalu?"

"Kita makan scallop persis kayak gini di restoran Ithaa."

"Yang di bawah laut itu lho, Om," dia menoleh ke Pak Adhitama.

"Sambil liat hiu lewat di atas kepala kita."

"Kamu bilang itu scallop terenak yang pernah kamu makan, Ju."

Serangan pertama.

Kenangan.

Senjata yang paling mematikan karena Yuni tidak punya perisai untuk itu.

Yuni melirik Juan.

Wajah Juan datar. Kaku seperti patung lilin.

Dia sedang memotong kerangnya menjadi bagian-bagian kecil yang presisi.

"Lupa," jawab Juan singkat. Tanpa menoleh.

"Masa sih?" Clarissa tertawa kecil.

Tawa yang renyah.

"Padahal waktu itu kamu romantis banget. Kamu sampai request lagu jazz khusus buat aku ke pianisnya."

"Lagu La Vie en Rose."

Dia menoleh ke Yuni.

Senyumnya manis. Terlalu manis. Seperti sirup jagung.

"Maaf ya, Yuni. Aku jadi nostalgia."

"Juan itu kalau lagi jatuh cinta, effort-nya luar biasa."

"Dia memperlakukan pasangannya kayak ratu."

"Dia pernah sewa satu pulau kecil cuma buat private picnic kita berdua."

Clarissa memiringkan kepalanya.

"Kamu pernah diperlakukan gitu juga kan?"

"Pasti pernah dong. Juan kan hopeless romantic."

Yuni menelan potongan kerangnya tanpa dikunyah.

Rasanya seperti menelan batu kerikil.

Sakit di tenggorokan.

Dia ingat "kencan" mereka.

Makan soto di pinggir jalan yang berdebu.

Juan membelikan Americano di perpustakaan.

Latihan pegangan tangan di taman kampus yang panas.

Itu effort Juan untuknya.

Jauh berbeda dengan Maldives, pulau pribadi, dan restoran bawah laut.

Yuni merasa kecil. Sangat kecil.

Seperti butiran debu di hadapan berlian.

Tapi dia tidak boleh menunduk. Oma sedang menonton.

"Juan sering kasih kejutan kok," jawab Yuni.

Suaranya tenang. Walau tangannya meremas rok batiknya di bawah meja sampai buku jarinya memutih.

"Oh ya? Apa kejutan terakhirnya?" tanya Clarissa antusias.

Matanya berbinar menantang.

"Kasih tau dong. Aku penasaran standar romantis Juan sekarang gimana."

Mata semua orang tertuju pada Yuni.

Bu Linda tersenyum menunggu jawaban, siap untuk membandingkan.

Oma menatap tajam sambil mengunyah pelan, menilai setiap gerak-gerik.

Kevin menyeringai di ujung meja, menikmati pertunjukan.

Yuni berpikir cepat.

Apa kejutan Juan?

Datang tengah malam lewat balkon dengan tangan berdarah?

Menyanyikan lagu palsu di panggung UKM?

Membela dia di depan Tante Lisa?

Itu semua "kejutan". Tapi bukan tipe yang bisa dipamerkan ke Clarissa.

Yuni menarik napas.

Dia memutuskan untuk menggunakan senjata fiksi.

"Dia..."

Yuni menatap Juan.

Juan menatap balik. Memberi dukungan lewat sorot mata yang hangat.

"Dia datang ke kosan saya pas saya sakit demam tinggi minggu lalu," kata Yuni.

Suaranya melembut.

"Bawain bubur ayam. Dan obat."

"Dan dia nungguin saya sampai saya tidur."

"Nyuapin saya karena tangan saya lemas."

"Itu kejutan paling manis buat saya."

"Karena waktu itu jam 2 pagi dan hujan deras. Dan dia harusnya istirahat buat besoknya."

Itu bohong. Sebagian.

Itu skenario Bab 25 (Bubur Ayam Tanpa Skenario) yang ada di outline, tapi belum terjadi di realita.

Tapi emosi yang Yuni masukkan ke dalam cerita itu... terasa nyata.

Karena dia membayangkan betapa indahnya jika itu benar-benar terjadi.

Hening sejenak di meja makan.

Alis Clarissa berkerut sedikit.

Sudut bibirnya turun.

"Bubur ayam?" tanyanya.

Nada suaranya menyiratkan rasa jijik yang sopan.

Seolah Yuni baru saja bilang Juan membawakan sampah.

"Manis banget. Down to earth."

"Sederhana ya."

"Tapi Juan kan nggak bisa masak bubur? Dia masak air aja gosong."

Clarissa tertawa meremehkan.

"Dia beli," potong Juan tiba-tiba.

Suaranya tajam.

"Di tukang bubur langganan Yuni. Di perempatan."

"Dan aku rela antre hujan-hujanan."

"Demi Yuni."

Skakmat.

Juan membela Yuni. Secara terbuka.

Mengonfirmasi cerita itu.

Wajah Clarissa berubah sedikit.

Topeng manisnya retak.

Senyumnya menipis. Matanya berkilat marah.

"Wow," kata Clarissa. Suaranya sedikit lebih tinggi.

"Kamu berubah ya, Ju."

"Dulu kamu anti banget sama makanan pinggir jalan. Kamu bilang itu nggak higienis."

"Dulu kamu marah kalau aku ajak makan di tempat yang nggak ada AC-nya."

"Orang bisa berubah, Clar," kata Juan dingin.

Dia meletakkan garpunya dengan bunyi klanting pelan.

"Apalagi kalau ketemu orang yang tepat."

"Orang yang bikin kita sadar kalau kemewahan itu nggak selalu tentang harga."

Suasana makin dingin.

Lebih dingin dari AC ruangan.

Pelayan datang mengambil piring kotor dengan gerakan cepat dan efisien, merasakan ketegangan majikan mereka.

Menggantinya dengan hidangan utama.

Wagyu Steak A5 dengan saus lada hitam dan mashed potato.

Dagingnya memiliki marbling yang indah.

Clarissa tidak menyerah.

Dia meminum wine-nya sedikit. Cabernet Sauvignon.

Mengumpulkan tenaga untuk serangan kedua.

"Ngomong-ngomong soal berubah," kata Clarissa, menatap Yuni lagi.

"Aku denger kamu anak Sastra ya, Yun?"

"Iya."

"Hebat lho. Aku salut sama orang yang bisa betah baca buku tebal berjam-jam."

"Aku sih nyerah. Otakku nggak kuat kalau disuruh diem."

"Aku lebih suka action. Bisnis. Networking."

"Eh, Om Adhitama," Clarissa beralih ke Ayah Juan dengan mulus.

Mengabaikan Yuni seolah dia tidak ada.

"Papa titip salam. Katanya proyek apartemen mewah di PIK gimana? Jadi join kan?"

"Papa lagi cari partner buat interior design-nya. Aku tawarin diri sih buat handle konsepnya."

"Aku baru dapat inspirasi dari Milan kemarin."

"Siapa tahu aku bisa kerja bareng Juan lagi."

Dia mengedipkan mata pada Juan. Genit.

"Inget kan proyek villa di Bali dulu? Kita partner-an solid banget waktu itu."

"Omzetnya naik 200% karena ide marketing aku."

Serangan kedua.

Bisnis.

Kompetensi.

Wilayah yang Yuni tidak kuasai sama sekali.

Clarissa sedang menunjukkan kepada semua orang—terutama Oma dan Pak Adhitama—bahwa dia punya nilai lebih.

Dia bukan cuma cantik. Dia mitra bisnis yang setara.

Dia bisa menghasilkan uang bersama Juan. Dia bisa memperbesar kerajaan bisnis Adhitama.

Sedangkan Yuni?

Apa yang bisa diberikan Yuni? Puisi?

Yuni hanya bisa dibayari.

Pak Adhitama mengangguk pelan sambil memotong dagingnya.

"Proyek PIK masih on progress, Clarissa. Izinnya baru keluar."

"Nanti kita bahas di kantor. Bawa portofoliomu."

"Asyik," seru Clarissa.

"Nanti aku main ke kantor Juan deh. Udah lama banget nggak liat ruangan kamu, Ju."

"Masih sama nggak layout-nya?"

"Masih ada foto kita pas graduation nggak di meja kamu?"

"Yang kita pake toga bareng itu?"

Juan berhenti memotong dagingnya.

Pisaunya menekan piring terlalu keras.

"Nggak ada," kata Juan.

"Udah dibuang."

"Dibuang?" Clarissa pura-pura kaget.

Dia meletakkan tangannya di dada. Matanya berkaca-kaca (palsu).

"Jahat banget. Padahal itu kenangan berharga."

"Kenangan itu sampah kalau cuma bikin sakit," gumam Juan.

Suaranya rendah, tapi terdengar jelas di ruangan yang sunyi itu.

Oma tiba-tiba berdeham.

Keras.

Seperti suara guntur.

"Ehem."

Semua aktivitas berhenti.

"Sudah cukup nostalgianya," kata Oma.

Suaranya membelah perdebatan pasif-agresif itu.

"Kita sedang makan. Hormati makanan."

"Hormati tamu yang lain."

"Clarissa, makan steakmu. Keburu alot. Daging mahal sayang kalau dingin."

Clarissa langsung diam.

Dia tahu kapan harus berhenti di depan Oma.

"Baik, Oma."

Oma menatap Yuni.

"Yuni."

Jantung Yuni berdegup. Apakah dia akan dimarahi juga?

"Iya, Oma?"

"Tadi di ruang kerja..."

Semua orang menoleh ke Oma.

Bahkan Pak Adhitama berhenti makan, menatap ibunya dengan penasaran.

"...kamu bilang soal 'jantung di luar tubuh'."

Yuni mengangguk pelan.

"Saya pikir-pikir lagi," lanjut Oma.

Dia meletakkan pisau dan garpunya.

"Itu perumpamaan yang bagus."

"Sangat tepat."

"Juan itu seperti tubuh raksasa. Mesin."

"Dia kuat. Dia pintar. Dia punya segalanya. Struktur yang kokoh."

"Tapi dia butuh jantung."

Mata Oma melirik Clarissa sekilas.

Tatapan yang dingin.

"Jantung yang bikin dia hidup. Yang memompa darah."

"Bukan jantung buatan dari plastik yang cantik, mahal, tapi kosong."

Hening total.

Jarum jam seolah berhenti berdetak.

Clarissa memucat.

Wajahnya yang putih porselen jadi seputih kertas tisu.

Mulutnya sedikit terbuka, tapi tidak ada suara.

Itu penghinaan telak.

Sangat telak.

Di depan seluruh keluarga.

Oma baru saja menyebut Clarissa "jantung plastik". Palsu. Kosong.

Dan secara tidak langsung... menyebut Yuni "jantung hidup"?

Yuni menahan napas. Dia tidak berani ge-er.

Bu Linda, yang menyadari situasi menjadi sangat canggung, buru-buru mencairkan suasana.

"Ah, Oma bisa aja metaforanya. Sastra banget kayak Yuni."

Tawa gugup.

"Ayo dimakan, Sayang. Dagingnya juicy banget lho."

"Clarissa, tambah sausnya? Atau mau wine lagi?"

Makan siang berlanjut.

Tapi dinamikanya sudah berubah 180 derajat.

Clarissa tidak lagi menyerang secara terbuka.

Dia makan dengan diam. Menunduk.

Menahan amarah dan rasa malu yang tersembunyi di balik senyum tipisnya yang kaku.

Yuni merasakan tangan Juan di bawah meja.

Mencari tangannya di atas paha.

Menggenggamnya.

Meremasnya erat.

Sangat erat.

Menyalurkan rasa terima kasih yang dalam.

Dan rasa kemenangan.

Yuni menatap piring steak-nya.

Dagingnya empuk. Sausnya lezat.

Tapi rasanya hambar dibandingkan rasa kemenangan kecil ini.

Dia baru saja melewati ranjau darat kedua.

Dan dia masih hidup.

Bahkan... dia mulai menikmati permainannya.

Dia melihat ke arah Clarissa.

Perempuan itu sedang memotong dagingnya dengan gerakan agresif.

Yuni tahu.

Ular yang terluka akan menggigit lebih ganas.

Clarissa tidak akan diam saja setelah dipermalukan Oma.

Dia pasti sedang menyusun rencana balasan.

Dan Yuni harus siap untuk ronde berikutnya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!