NovelToon NovelToon
Aku Menikahi Iblis Surgawi!

Aku Menikahi Iblis Surgawi!

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Identitas Tersembunyi / Harem / Romansa / Ahli Bela Diri Kuno
Popularitas:3k
Nilai: 5
Nama Author: ZhoRaX

Mati tertabrak truk? Klise.
Tapi bangun di dunia penuh sihir, monster, dan wanita cantik berbahaya?
Shen Hao tidak menyangka, nasib sialnya baru dimulai.

Sebagai pria modern yang tengil dan sarkastik, ia terjebak di dunia fantasi tanpa tahu cara bertahan hidup. Tapi setelah menyelamatkan seorang gadis misterius, hidupnya berubah total—karena gadis itu ternyata adik dari Heavenly Demon, wanita paling ditakuti sekaligus pemimpin sekte iblis surgawi!

Dan lebih gila lagi, dalam sebuah turnamen besar, Heavenly Demon itu menatapnya dan berkata di depan semua orang:
“Kau… akan menjadi orang di sisiku.”

Kini Shen Hao, pria biasa yang bahkan belum bisa mengontrol Qi, harus menjalani hidup sebagai suami dari wanita paling kuat, dingin, tapi diam-diam genit dan berbahaya.
Antara cinta, kekacauan, dan tawa konyol—kisah absurd sang suami Heavenly Demon pun dimulai!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ZhoRaX, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

CH 4

Kabut pagi masih menggantung tebal di antara pepohonan.

Langkah Shen Hao terdengar pelan di atas dedaunan lembap, diiringi suara serangga dan burung aneh yang kadang seperti tertawa.

Sudah hampir dua jam ia berjalan tanpa arah jelas.

Di pundaknya tergantung bambu pancing dan sebilah kapak kecil — bukan untuk bertarung, tapi buat jaga-jaga kalau ada dahan menghalangi jalan.

“Hmm…” Shen Hao berhenti di tepi jalan setapak yang bercabang dua.

Satu arah menuju lembah berkabut, satu lagi menanjak ke bukit kecil dengan cahaya samar di ujungnya.

Ia menggaruk kepalanya.

“Kalau di film isekai, biasanya jalan yang terang itu aman. Tapi yang gelap malah dapet harta karun… ya, semoga aku nggak salah pilih.”

Ia melangkah ke arah bukit.

Tapi baru lima menit berjalan, bumi di bawah kakinya bergetar halus.

Burung-burung di pepohonan berterbangan panik.

“…Eh?”

Suara rendah bergema dari arah lembah — dummm... dummm... dummm... — seperti langkah kaki raksasa yang menghantam tanah.

Shen Hao membeku, menoleh perlahan.

Dari balik kabut, sesuatu muncul.

Pertama, hanya siluet besar.

Lalu detailnya mulai terlihat — sisik kelabu berkilau, tanduk melengkung ke belakang, mata merah sebesar lentera, dan gigi tajam yang bahkan dari jauh tampak seperti tombak.

Seekor kadal spiritual raksasa, setinggi rumah dua lantai, merangkak keluar dari kabut sambil menyeret bangkai rusa sebesar kerbau di mulutnya.

Tanah bergetar setiap kali ia bergerak.

“...Oke,” Shen Hao berbisik, “ini jelas bukan rusa hutan biasa.”

Ia mundur perlahan, menahan napas.

Namun sayangnya, ranting di belakangnya patah dengan bunyi kecil — krek!

Kadal itu langsung menoleh, pupil merahnya menatap tepat ke arah Shen Hao.

Sekujur tubuhnya bergidik.

“…Mungkin kalau aku diam, dia tidak akan—”

ROOOAAAAARRRRR!

“—Oh, dia marah. Bagus.”

Tanpa pikir panjang, Shen Hao langsung berbalik dan berlari secepat mungkin.

Daun-daun beterbangan, tanah bergetar hebat di belakangnya.

Suara langkah raksasa itu mengikutinya seperti gemuruh petir.

“Kenapa tiap dunia isekai selalu punya monster sebesar ini sih! Aku bahkan belum makan pagi!”

Ia berlari menembus semak, melompati akar besar, dan hampir tergelincir di tanah berlumpur.

Kadal itu menghantam pohon besar di belakangnya, membuat batangnya tumbang dan hampir menimpa Shen Hao.

Ia berguling ke samping, napas tersengal.

“Gawat… kalau aku melawan sekarang, aku cuma jadi camilan!”

Ia terus berlari sampai menemukan celah batu di lereng bukit.

Tanpa berpikir, ia langsung masuk dan bersembunyi di dalamnya, menahan napas sekuat tenaga.

Suara berat dari luar semakin dekat.

Bayangan besar kadal itu melintas di depan gua, lalu berhenti.

Kedua matanya yang menyala merah menatap ke arah lubang persembunyian itu.

Shen Hao menahan napas, bahkan menutup matanya agar tidak memantulkan cahaya.

Beberapa detik terasa seperti seabad.

Akhirnya, kadal itu menggeram pelan, lalu berjalan menjauh.

Getaran langkahnya semakin melemah sampai akhirnya lenyap bersama kabut.

Shen Hao perlahan menghembuskan napas panjang, lalu jatuh terduduk di lantai batu.

“Kuh… dunia ini benar-benar mau bunuh aku sejak awal, ya…”

Ia memandang ke arah luar gua, di mana kabut perlahan menipis dan sinar matahari mulai menembus masuk.

Di antara rasa takut dan lega, ada sedikit senyum di wajahnya.

“Yah… setidaknya sekarang aku nggak bisa bilang hidupku membosankan lagi.”

Ia berdiri perlahan, menepuk celananya yang kotor, dan menatap ke arah hutan yang belum selesai menantangnya.

“Baiklah, dunia aneh. Kalau kau mau main keras, ayo kita lihat siapa yang duluan nyerah.”

Dengan tekad setengah nekat dan rasa ingin tahu yang belum padam, Shen Hao melangkah lagi — meninggalkan gua itu dan berjalan menuju cahaya pagi yang menunggu di ujung hutan.

Setelah berhari-hari berjalan melewati hutan, melewati kabut tebal, tebing licin, dan nyaris dimakan binatang raksasa dua kali,

Shen Hao akhirnya melihat sesuatu yang membuat hatinya terasa hangat — asap tipis di kejauhan.

“...Itu asap dapur, kan? Atau hutan ini juga punya naga yang bisa masak?” gumamnya.

Ia mempercepat langkah.

Semakin dekat, pepohonan mulai menipis, berganti padang rumput dan jalan batu kasar.

Dan di depan sana — tampak desa yang terletak di lembah hijau, dikelilingi pagar kayu tinggi dengan gapura batu sederhana bertuliskan huruf kuno:

Desa Qingmu

Shen Hao berdiri di depan gapura itu, memandangi tulisan tersebut dengan rasa kagum dan sedikit lega.

“Qingmu… jadi ini desa pertama di dunia yang katanya luas itu, ya?”

Ia berjalan masuk perlahan.

Begitu melewati gerbang, suasana langsung berbeda dari hutan:

Anak-anak berlari membawa kertas jimat seperti mainan, pedagang menjajakan ramuan herbal di gerobak, dan aroma makanan spiritual tipis tercium di udara.

Beberapa pria bertelanjang dada terlihat sedang mengangkut batu besar — tapi bukan dengan tangan, melainkan dengan teknik levitasi sederhana.

Shen Hao berhenti menatap, matanya membulat.

“…Mereka… ngangkat batu pakai gaya Jedi?! Ini dunia benar-benar nggak masuk akal…”

Beberapa orang memandangnya aneh karena berdiri bengong di tengah jalan dengan wajah heran.

Seorang bocah kecil menarik lengan ibunya.

“Ibu, kenapa paman itu ngomong sendiri?”

“Jangan lihat, sayang. Mungkin dia pengembara dari luar lembah.”

Shen Hao hanya nyengir kaku, lalu berjalan cepat menuju pasar kecil di tengah desa.

Di sana, ia melihat berbagai hal yang bahkan di Bumi takkan pernah ada:

buah yang berkilau seperti batu giok, elixir dalam botol yang mengeluarkan uap biru, dan seorang pria tua yang menjual “jimat anti kutukan” dengan harga selangit.

“Wah, kalau ini dijual di Bumi, aku bisa pensiun muda,” gumamnya sambil melihat koin emas di kantung pemberian Tuan Bao.

Ia mendekati salah satu warung makan kecil.

Bau sup rempah dan nasi hangat membuat perutnya langsung berbunyi keras.

Pemilik warung — seorang wanita paruh baya dengan senyum ramah — menatapnya.

“Selamat datang, anak muda. Kau dari luar Muqing, ya?”

“Eh? Iya… kelihatan banget, ya?”

“Pakaiannya.” Wanita itu tertawa kecil. “Kau seperti petani tersesat. Duduklah, mau makan?”

“Kalau makan, saya nggak pernah nolak,” kata Shen Hao sambil duduk.

Beberapa menit kemudian, semangkuk besar sup daging spiritual diletakkan di hadapannya.

Aromanya kuat, dan uapnya memantulkan cahaya hangat dari lampu batu di dinding.

Shen Hao mengambil sendok, meniup perlahan, dan mencicipinya.

“...Ini… enak banget.”

Wanita itu tertawa.

“Itu daging kelinci api. Bagi orang biasa, itu makanan mahal. Tapi kau kelihatan kelaparan, jadi kuberi porsi besar.”

“Terima kasih, Bu.”

Shen Hao tersenyum lebar. Untuk pertama kalinya sejak datang ke dunia ini, ia merasa benar-benar seperti manusia biasa lagi.

Namun saat ia sedang makan dengan tenang, seorang pria berotot dengan tanda sekte di lengan datang dan menatapnya dengan tajam.

“Hei, orang baru. Kau dari mana?”

Shen Hao menelan makanan pelan, lalu menatap pria itu.

“Dari… rumah?”

Pria itu mengerutkan alis. “Rumah mana?”

“Yang… di tengah hutan.”

Beberapa orang di warung menatap heran.

Pria itu mencibir. “Kau bercanda? Tak ada orang waras tinggal di hutan itu. Tempat itu dikuasai makhluk spiritual tingkat tinggi.”

Shen Hao hanya mengangkat bahu santai.

“Yah, kalau begitu, mungkin aku cuma orang yang tidak waras, yang kebetulan masih hidup.”

Suasana langsung hening beberapa detik, lalu wanita pemilik warung menahan tawa kecil.

Pria itu mendengus dan pergi tanpa berkata lagi.

Shen Hao melanjutkan makannya, seolah tak terjadi apa-apa.

Tapi di balik ketenangannya, pikirannya terus berputar.

“Kalau di desa ini saja sudah ada orang sekuat itu… seberapa besar sebenarnya dunia di luar sana?”

Ia menatap keluar jendela — langit sore mulai memerah, dan di kejauhan terlihat menara batu dengan lambang sekte kecil di puncaknya.

Itu pertama kalinya Shen Hao menyadari:

Perjalanan barunya benar-benar dimulai di sini.

1
mu bai
sebaiknya menggunakan bahasa indo formal lebih cocok thor
ZhoRaX: ok.. nanti diubah
👍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!