NovelToon NovelToon
Putraku Menggila

Putraku Menggila

Status: sedang berlangsung
Genre:Transmigrasi / Bad Boy / Keluarga / Teen School/College / Anak Yang Berpenyakit / Idola sekolah
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: Rere Lumiere

Bima, seorang mahasiswa semester akhir yang stres kerena skripsi nya, lalu meninggal dunia secara tiba-tiba di kostannya. Bima kemudian terbangun di tubuh Devano, Bima kaget karena bunyi bip... bip... di telinganya. dan berfikiran dia sedang mendapatkan hukuman dari Tuhan.

Namun, ternyata dia memasuki tubuh Devano, remaja berusia 16 tahun yeng memiliki sakit jantung dan tidak di perdulikan orang tuanya. Tetapi, yang Bima tau Devano anak orang kaya.

Bima yang selama ini dalam kemiskinan, dan ingin selalu memenuhi ekspektasi ibunya yang berharap anak menjadi sarjana dan sukses dalam pekerjaan. Tidak pernah menikmati kehidupan dulu sebagai remaja yang penuh kebebasan.

"Kalau begitu aku akan menikmati hidup ku sedikit, toh tubuh ini sakit, dan mungkin aku akan meninggal lagi," gumam Bima.

Bagaimana kehidupan Bima setelah memasuki tubuh Devano?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rere Lumiere, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

[7] Jantung

Devano mencoba untuk tetap tenang karena dadanya tak kunjung berhenti berdebar membuatnya pusing dan kini tengah memijat kepalanya dengan pelan.

Brakkk…

Tiba-tiba seseorang menerobos masuk dan memukul pintu kamarnya dengan kencang, Devano menoleh dengan santai. Namun, tidak membuat Devano bergeming lalu melirik pada sosok itu.

Matanya nya terlihat berapi-api, mencengkram tangan dengan erat seperti akan menyakiti Devano di detik berikutnya. Devano yang tidak tau apa-apa mencoba duduk dengan santai, kemudian menarik bibir ke bawahnya.

"Lo? apa yang lo lakuin di Mall? lo nyuri duit? Kenapa lo bisa belanja?" ujar Arsen penuh dengan rentetan pertanyaan, dan tangan teracung kearah Devano.

"Ya Gue belanja apa lagi, gue minta sama bokap gue emang nggak boleh dia kan juga bokap gue," jawab Devano menaikkan bahunya seperti dia tidak perduli dengan amarah Arsen.

"Apa nggak mungkin papa ngasih lo duit!" tolak Arsen sembari menggelengkan kepalanya.

"Terserah lo, lo mau perduli atau nggak, gue juga nggak perduli sama lo," jawab Devano memalingkan wajah dan tersenyum bahagia melihat barang-barang belanja nya yang berada di bawah ranjang nya.

"Lo dengar nggak gue ngomong sekali," geram Arsen makin mengepalkan tangannya.

"Ya…" singkat Devano mengibaskan tangan nya, antara mendengar dan tidak perduli.

Rahang Arsen mengeras menatap dengan mata elang nya pada adik bungsu nya itu. Nampak raut wajah tidak suka dan detik berikutnya dia menghampiri Devano dan akan memberikan sedikit hukuman pada laki-laki yang kini sedang melihat-lihat belanjaannya.

Namun, detik berikutnya Devano mengangkat sebuah tombak dengan satu kakinya, kemudian menggenggam dengan erat ke arah leher Arsen. Membuat Arsen terhenti dan membelalakkan matanya.

"Lo ngapain?" tanya Arsen.

"Karena lo ganggu gue, bisa lah gue balas lo, ini asli loh Kak…" ujar Devano dengan senyum menyeringai dan menusuk kelang cat yang tidak jauh dari kaki Arsen.

Membuat wajah Arsen menjadi pucat pasti dan memundurkan tubuhnya, Devano terkekeh hingga terlihat kerutan di matanya kemudian menarik kembali tombak itu.

"Hem… sepertinya katana atau samurai juga oke, lain kali gue beli itu," gumam Devano berdiri dan memegang dagunya.

"Cepat pergi!" gerutu Devano pada Arsen yang masih mematung seolah mencari sumber kehidupan nya yang menghilang kini karena takut.

Beberapa saat kemudian Arsen keluar dengan linglung, setelah Arsen pergi Devano kemudian duduk kembali di atas kasurnya.

"Hah… yang benar saja, ada banyak gangguannya di rumah ini bukan makhluk halus tapi manusia. Apa memang manusia lebih kejam dari setan?" lamun Devano sembari memegang dagunya.

Tiba-tiba ponsel lama berdering, Devano kemudian mengambil ponselnya dari kantong jaket kulit barunya, dan melihat di layar berandanya 'panggilan telepon om Galih'. Devano kemudian mengangkat telpon itu.

Galih : Dev, kamu sudah minum obat belum.

Devano : Minum apa sih, Om? Devano nggak tau.

Galih : Adu Dev kamu kebiasaan kan, belum satu kali duapuluh empat jam Om tinggal, udah lupa.

Devano : Apaan dah Om?

Galih : Itu coba kamu lihat di dalam tas kamu tadi.

Devano : Ini obat apaan Om, (Devano memandangi obat yang dia rogoh dari dalam tas ransel nya.)

Galih : Itu obat jantung, kamu lupa ya. Kamu kenapa sih Dev kayak orang amnesia.

Devano : Apa?!

Galih : 'Apa' kenapa nya?

Devano : Oke, Om Devano akan minum nanti, Dev mati in.

Galih : Dev, tung… (suara Galih tercekat, Devano matikan telpon mereka secara sepihak.)

Devano menjatuhkan ponselnya di atas ranjang dan menyentuh dadanya, seperti ingin mengatakan pantas saja selama ini dia mengalami sesak di dada, jantung berdebar dan berkeringat lebih banyak dari orang biasa.

"Apa gue sakit jantung, gimana bisa cok? gue masih enam belas tahun, gila sih, pantasan gue bengek dari tadi, " ujar Devano mencengkram rambutnya.

Devano mulai berfikiran lain, mungkin saja anak yang ada di dalam tubuhnya dulu tidak mendapat fasilitas yang layak dan kasih sayang orang tua membuat nya memiliki penyakit ini.

*

*

Keesokan harinya,

Setelah memikirkan tentang penyakitnya semalaman, dia mulai menikmati semuanya 'toh tubuhnya yang terserang penyakit tidak tau akan bertahan sampai kapan,'

Devano terlihat menyelempangkan tas punggung nya bahu kirinya sembari menuruni tangga dengan santai, dia mengibaskan jaket varsity yang baru di beli kemarin. Kini pakaian Devano terlihat baru semua dari ujung kepala hingga kaki.

Devano kemudian melirik kearah meja makan di rumah itu, "Wih… ada yang makan nih," gumam Devano dalam hati seraya mengosok tangannya.

Dia pun menuruni tangga dengan cepat menuju ruang makan itu, suara dentingan sendok dan garpu mulai terdengar dan terhenti ketika mendengar langkah kaki menuju ke arah mereka.

Pasalnya, yang mereka anggap anggota keluarga sudah berkumpul semua, lalu siapakah yang datang tanpa permisi. Mereka menoleh kemudian mengeram ketika melihat yang melangkah tadi Devano.

"Eh, ngapain lo disini?!" geram Elio menujuk dengan garpu di tangan nya seolah akan menusuk Devano detik itu juga.

"Santai bro… Eh, bang, belum mulai lagi, gue mau sarapan mau ngapain lagi," seru Devano tersenyum sinis membenarkan posisi tasnya.

"Aku nggak sudi kamu makan disini," ketus Dian menghempaskan sendok dan garpu nya di atas piringnya.

"Devano nggak minta izin untuk makan, yah…" ujar mengidikkan bahu dan meletakkan tasnya di kursi di sebelah Arsen.

Dian menyipitkan matanya hingga terlihat pula kerutan di hidungnya dan Arsen menendang kursi itu agar menjauh, "Jangan duduk di sebelah gue," geretak Arsen.

"Santai aja kali… gue harum, tas gue juga nggak kotor, terus apa masalahnya," ucap Devano mencium aroma tubuhnya yang kini sudah dia semprot parfum aquatic, dan tersenyum sinis pada Arsen.

"Lo yang kotor!" bentak Arsen.

"Sudah… sudah… jangan ribut saat makan tidak baik, kalian juga harus ke sekolah kan dan mama harus ke kantor juga kan. Biarkan dia makan disini," ujar Sebastian sudah jengah perdebatan di pagi hari ini yang membuat harinya buruk saja.

"Terima kasih pak, Anda sangat dermawan sekali," jawab Devano tersenyum senang kemudian duduk di kursi meja makan itu tepat nya di sebelah Arsen.

"Mas!" pekik Dian menoleh pada suaminya yang nampak datar tak bergeming ketika anak yang tidak di sukai Dian duduk di meja yang sama dengan mereka.

"Biarkan saja dia," putus Sebastian seolah tak ingin di bantah lagi.

Sebagai istri yang baik Dian hanya bisa diam dan menoleh pada Devano dengan sinis, lalu kembali memakan-makanannya dengan penuh tekanan batin.

Devano yang tidak pernah duduk di meja makanan seperti itu, dulu boro-boro dia punya meja makan. Sudah sebuah keberuntungan memiliki meja untuk meletakkan lauk-pauk.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!