NovelToon NovelToon
Bodyguard Om Hyper

Bodyguard Om Hyper

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Playboy / Model / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Pengawal / Bercocok tanam
Popularitas:8.7k
Nilai: 5
Nama Author: Pannery

"Lepasin om! Badan gue kecil, nanti kalau gue penyet gimana?!"

"Tidak sebelum kamu membantuku, ini berdiri gara-gara kamu ya."

Gissele seorang model cantik, blasteran, seksi mampus, dan populer sering diganggu oleh banyak pria. Demi keamanan Gissele, ayahnya mengutus seorang teman dari Italia untuk menjadi bodyguard.

Federico seorang pria matang yang sudah berumur harus tejebak bersama gadis remaja yang selalu menentangnya.

Bagaimana jadinya jika Om Hyper bertemu dengan Model Cantik anti pria?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pannery, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Turn on

Gissele merasa bodoh—sangat bodoh. Ia baru menyadari kesalahannya setelah melihat bagaimana mata Federico mengamati tubuhnya yang kini basah kuyup.

Sial! Kenapa gue nggak mikir dulu sebelum siram diri sendiri?!

Refleks, Gissele menutupi tubuhnya dengan kedua tangan, lalu bergegas berbalik untuk pergi dari meja makan sebelum situasinya makin memalukan.

Tapi, malapetaka lain terjadi.

Lantai yang basah akibat air tumpah membuatnya kehilangan keseimbangan. Kakinya terpeleset—nyaris jatuh ke belakang.

"Hati-hati!"

Sebuah lengan kuat tiba-tiba melingkar di pinggangnya, menahan tubuhnya tepat waktu.

Nafas hangat Federico berembus di telinga Gissele, membuatnya merinding bukan main.

Kali ini Federico bisa merasakan rampingnya pinggang gadis itu, mereka begitu dekat dan wangi Gissele pun kembali tercium.

"Kalau begini... Bagaimana saya bisa tahan, Nona?" Bisik Federico dengan suara serak dan rendah.

Darah di wajah Gissele mendidih, ia langsung merinding.

“A-AKK!” Dengan panik, ia menyikut dada Federico sekuat tenaga.

Brakk!

Keduanya kehilangan keseimbangan. Federico mundur sedikit, sementara Gissele terpeleset lebih parah dan kali ini benar-benar jatuh ke lantai.

"Aduh... sakit...!" Rintihnya, meraba pergelangan kakinya yang terasa nyeri luar biasa.

Federico, yang baru saja menstabilkan dirinya, langsung berjongkok di sebelahnya.

"Jangan bergerak terlalu cepat, Nona."

Gissele memelototinya. "Jangan dekat-dekat!"

"Lantainya basah, jadi wajar kalau kamu jatuh." Federico menghela napas panjang, lalu memandang gadis itu dengan prihatin.

"Biar saya bantu, Nona diam disana."

Gissele mengertakkan giginya, berusaha berdiri meskipun pergelangan kakinya sakit.

"Gue nggak butuh lo!" Katanya dengan suara tertahan, lalu terhuyung pergi dengan tertatih-tatih.

Setelah kejadian memalukan itu, Gissele langsung naik ke kamarnya, mengabaikan rasa sakit di pergelangan kakinya.

"Sial, sial, sial!"

Gissele merasa terguncang. Bukan karna jatuh di depan Federico, tapi juga karna pelukan dan tatapan pria itu.

"Kenapa dia nggak pernah berhenti ganggu gue?!" Gerutunya kesal.

Begitu sampai di kamar, Gissele langsung mengunci pintu, lalu merenung di depan cermin. Bajunya yang tipis melekat di tubuhnya karena basah, membuat lekuknya terlihat jelas.

"Astaga…" Ia buru-buru melepas bajunya dan menggantinya dengan piyama longgar.

Sementara itu…

Di lantai bawah, Federico bersandar santai di sofa, memainkan ponselnya dengan senyum tipis. Tadi itu menarik sekali baginya..

Pria itu bisa merasakan tubuh Gissele yang menegang saat dia berbisik di telinganya. Gadis itu jelas terganggu—tapi bukan cuma karna marah.

Jelas ada sesuatu di sana. Rasa gugup? Jantung yang berdebar?

Federico tertawa kecil memikirkannya, "Menarik."

Sejak awal, Gissele begitu keras kepala dan penuh perlawanan. Tapi justru itu yang membuatnya ingin terus mengganggunya.

...****************...

Gissele terbaring di tempat tidurnya, matanya menatap kosong ke langit-langit kamar.

Lampu tidur di sisi ranjang memancarkan cahaya temaram, tapi rasanya tidak cukup untuk menenangkan pikirannya yang kacau.

Dadanya masih berdebar keras, gema dari kejadian tadi belum juga menghilang dari kepalanya.

Sentuhan itu.. Lengan kuat yang melingkari pinggangnya. Nafas Federico yang hangat dan dekat di belakang telinganya.

"Kalau begini... Bagaimana saya bisa tahan, Nona?" 

Kalimat itu terngiang-ngiang. Seakan berputar tanpa henti di dalam kepalanya, membuatnya semakin gelisah.

Gissele menggigit bibirnya, frustrasi.

Sial! Kenapa harus mengingat itu?

Dia menggulung tubuhnya di balik selimut, tapi kehangatan Federico masih seolah melekat di kulitnya.

"Gila, gue nggak suka.."

Dia mencoba menyangkal, tapi tubuhnya justru mengingat lebih banyak.

Bagaimana genggaman Federico terasa begitu kuat.

Bagaimana tatapan itu menelusuri dirinya.

Bagaimana suara pria itu terdengar begitu dekat, begitu rendah, begitu menggoda.

Jantungnya berdetak semakin cepat.

Gissele menggeleng keras, mencoba mengusir semua pikiran itu.

"Gue harus jaga diri dari dia.. Dia juga bahaya."

Malam itu, Gissele tau... tidurnya tidak akan pernah tenang.

Paginya, Gissele bangun seperti biasa. Udara segar menyambutnya saat ia bersiap untuk jogging, rutinitas yang selalu ia lakukan tanpa absen.

Gissele segera mencuci wajahnya dan berganti pakaian. Ketika semuanya siap, ia turun sambil membawa botol minum.

Tapi, ada sesuatu yang berbeda hari ini.. Federico sama sekali tidak terlihat. Entah ke mana pria itu pergi, dan sejujurnya Gissele merasa lega. Akhirnya, ia bisa bernafas tanpa kehadiran pria itu yang selalu mengusiknya.

Tapi ternyata...

Saat ia turun ke dapur, di sanalah Federico berdiri. Pria itu mengenakan kaus hitam yang melekat di tubuhnya, memperlihatkan bentuk ototnya dengan jelas.

Dengan santai, ia bersandar di dinding sambil tersenyum kecil. "Pagi, Nona."

Gissele mendengus, merasa terganggu.

"Kenapa om pakai pakaian begini?" Tanyanya, melirik ke arah kaus hitam

Federico tersenyum lebih lebar, senyum itu terlihat menyebalkan bagi Gissele.

"Saya juga mau ikut jogging."

Gissele mengernyit, "Ada aja tingkahnya," gumamnya, masuk ke dapur dan mengisi botol airnya.

Tapi sebelum ia melangkah lebih jauh, Federico berbicara lagi. "Tidurmu nyenyak?"

Langkah Gissele terhenti sejenak. Tidak. Tidurnya tidak nyenyak sama sekali. Bahkan sepanjang malam, pikirannya dipenuhi oleh sentuhan Federico, tatapannya, suaranya yang membisik di telinga.

Tapi tentu saja, tidak mungkin dia mengakuinya. Ia pura-pura sibuk dengan botol airnya, lalu menjawab cepat.

"Hari ini gue ambil rute yang beda. Om ke—"

Belum sempat ia menyelesaikan kalimatnya, rasa sakit menusuk pergelangan kakinya.

Gissele mengepalkan tangan. Sial, apa ini?

Mungkin karna jatuh tadi malam. Tapi dia tidak boleh menyerah hanya karena ini.

"Gue nggak mau jogging sama Om. Ambil rute yang beda ya." Ucapnya cepat, sebelum berbalik dan pergi mengambil rute yang berlawanan dari biasanya.

Meski langkahnya terasa lebih berat dari biasanya, ia memaksakan diri untuk tetap berlari.

Tapi setelah beberapa langkah— "Aduh...!"

Rasa sakit itu semakin menjadi, membuatnya kehilangan keseimbangan dan jatuh lagi.

Gissele mengumpat pelan, "Sialan."

Tangannya mengepal kuat di tanah. Ia tidak boleh menyerah. Gissele mencoba bangkit lagi, tapi sebelum sempat berdiri, sebuah bayangan besar muncul dari belakangnya.

Gissele segera menoleh dan mendapati Federico menghampirinya. Kenapa dia disini sih?  Batin Gissele merasa gusar.

"Kaki nona sakit?" Tanyanya santai, berdiri di belakang Gissele dengan tangan di saku celananya.

Gissele menggigit bibirnya dan menolak menjawab. Ia mencoba berdiri sendiri, tapi tubuhnya kehilangan keseimbangan.

Dan saat itu juga, Federico dengan mudah menarik tangannya.

"Om, lepasin—"

"Sstt... diam."

Dengan satu gerakan cepat, Federico menggendongnya dalam bridal style.

"Turunin gue!" Gissele langsung panik.

Federico menatapnya dengan senyum kecil.

"Nggak. Kalau saya turunin, bagaimana kamu bisa jalan? Pergelangan kakimu pasti terkilir karna jatuh semalam."

Gissele mendengus, tapi tidak bisa menyangkal kalau pria itu benar.

Hanya tetap saja, ini terlalu dekat!

Jantungnya berdetak kencang saat lengan Federico terasa begitu kokoh di bawah tubuhnya.

"Gue nggak sudi digendong sama Om!" Protesnya lagi.

Federico mengangkat alisnya, lalu tersenyum jahil. "Oke. Kalau kamu nggak mau..." Ia pura-pura melepaskan pegangan tangannya sedikit, membuat Gissele langsung panik.

"Eh, sial! Jangan!"

Refleks, Gissele memegang bahu Federico erat-erat lalu mata Federico menyipit.

"Hmmm? Jadi mau saya gendong atau nggak?" Godanya.

Gissele menelan ludah. Dia benci ini.

Dia benci bagaimana Federico selalu menang dalam situasi seperti ini.

Tapi lebih dari itu— Dia benci bagaimana tubuhnya tidak bisa berhenti gemetar karena pria ini.

Akhirnya, dengan suara pelan dan enggan, Gissele menggumam. "Om... tolong gendong sampai rumah."

Federico terdiam sejenak kemudian tanpa peringatan, ia tertawa kecil. Lucu sekali.. Batinnya menahan gemas.

Sebelum Gissele bisa membalas, Federico menggendongnya lebih erat.

"Kita pulang ya."

Gissele mendengus saat Federico mulai berjalan, "Padahal gue suruh Om nggak jogging ke arah sini," gumamnya.

Federico terkekeh kecil, "Tugas saya menjaga nona. Dan lihatlah sekarang, kalau nona pergi sendiri, siapa yang akan menolong?"

Gissele terdiam. Tangannya mengepal.

Sial. Dia benar. Tapi tetap saja, kedekatan ini membuatnya sangat tidak nyaman. Terutama karna saat ini, ia bisa merasakan detak jantung Federico... dan bagaimana pria itu menggenggam tubuhnya begitu erat.

Sesampainya di rumah, Gissele masih merasa bingung. Federico mendudukkannya di sofa dengan lembut, lalu tanpa banyak bicara, pria itu langsung memanggil pelayan.

"Siapkan kompres dengan air es, salep, dan perban elastis," perintahnya singkat.

Gissele menyipitkan mata, penasaran.

"Nggak panggil dokter?" Tanyanya, sedikit heran.

Federico menoleh dan tersenyum tipis.

"Nggak perlu. Saya bisa menyembuhkan ini sendiri."

Gissele langsung merasa waspada.

Dan benar saja, tanpa peringatan, Federico menarik pergelangan kakinya.

"Aduh! Om, jangan tiba-tiba gitu!"

Gissele mencoba menarik kakinya kembali, tapi cengkeraman Federico terlalu kuat.

"Udah cukup! Nggak usah diobatin, gue bisa panggil dokter!"

Federico menghela nafas, menatap kakinya yang mulai memerah.

"Kalau kamu nunggu dokter, kamu akan telat. Kamu kan ada kelas pagi," katanya santai.

Gissele mengerutkan dahi. Telat?

Dan saat itulah ia melihat jam dinding.

Sial.. 

Dia benar, kelas paginya dimulai jam 8 dan siap-siapnya begitu lama. Bisa telat jika memanggil dokter.

"Kenapa Om sampai tau jadwal gue?" gumamnya, mulai curiga.

Tapi Federico hanya tersenyum kecil, tidak menjawab. Alih-alih membahas itu, ia malah mengambil kain kompres dan mulai menekan pergelangan kaki Gissele.

Begitu kompres dingin menyentuh kulitnya, Gissele spontan mengeluarkan suara pelan.

"Ahh… ssh…"

Federico mendadak terdiam karna suara manis dan menggoda itu. Mata pria itu menyipit sedikit, seperti menahan sesuatu.

Sementara Gissele, baru sadar apa yang baru saja ia lakukan. Wajahnya langsung panas.

"Om, bisa nggak... jangan terlalu keras nekennya?" Ucapnya, berusaha menahan rasa sakit.

Federico menatapnya dalam-dalam, lalu—

Senyum jahil itu kembali. Pria itu justru sengaja makin menekan pergelangan kaki Gissele dengan keras.

"Ah!"

Suara Gissele yang bisa bikin traveling, membuat Federico ketagihan mendengarnya.

Dan sialnya..

Shit.. saya turn on hanya karna ini?

1
Elmi Varida
wkwkwkkkk...🤣🤣salah sasaran si Federico🤣🤣
Dyah Rahmawati
lanjuut😘
Dyah Rahmawati
giseel ...ooh giseel 😘😘😀
..
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!