Bagaimana caranya Hanum si preman pasar yang bar- bar seketika menjadi anggun saat dia harus menikah dengan anak majikannya.
"Ada uang Abang kucinta. Gak ada uang Abang kusita."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nenah adja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sentuhan Hanum
Arya Chandra Wijaya, pria berusia 24 tahun memiliki tubuh tinggi tegap, berajah khas indonesia dengan kulit kuning langsat. Pria berparas tampan itu nampak tak tersentuh dengan mata tajam yang selalu dia layangkan, nampak kejam dan arogan. Namun itu semua tak luput dari masalalunya.
Saat usianya 8 tahun dia pernah di culik pengasuh barunya dan di sekap selama tiga hari lamanya hingga menyisakan trauma yang mendalam pada Arya.
Arya tak pernah bercerita apa yang terjadi selama tiga hari itu tapi setelah itu Arya memiliki kepribadian yang meledak- ledak. Seperti orang tak waras yang akan tiba-tiba marah begitu saja, lalu mengamuk atau menyakiti diri sendiri.
Arya juga tak suka orang lain bersentuhan dengannya bahkan hanya sekedar menyentuh tanpa sengaja. Seperti orang itu adalah kotoran dia akan membuang pakaiannya atau mencuci tangannya hingga bersih jika bersentuhan dengan orang lain.
Tapi, saat ini dia melihat kain perban yang membalut tangannya, dia tetap diam. Yang dia ingat justru sentuhan jari kasar Hanum yang kecil menyentuhnya bahkan membalut lukanya dengan pelan berbanding terbalik dengan gerutuan yang keluar dari mulutnya. Pelayannya itu bahkan meniup- niup lukanya agar tak terasa sakit, meski nyatanya Arya bahkan tak merasakan apapun.
Pintu terbuka setelah tiga kali di ketuk menampakkan gadis berpakaian pelayan. Tentu saja Hanum. Gadis yang beberapa hari lalu mulai bekerja dan menjadi pelayannya. Tak seperti orang sebelumnya yang akan langsung pergi saat dia memperlakukan mereka dengan kasar. Gadis ini cukup bertekad dan tak menyerah.
"Pagi, tuan muda. Saya mengantarkan kopi untuk anda." Dari yang Arya dengar tak ada ketulusan dari cara bicara Hanum. Tentu saja di dalam hatinya mungkin gadis itu sedang mengumpatinya.
Dan Arya ingat Hanum hanya melakukannya demi uang. Memang apa lagi, gaji yang ibunya berikan cukup besar untuk membuatnya bertahan tanpa tahu malu.
Hanum berjalan ke arah meja bundar di dekat jendela lalu meletakan kopinya disana.
"Kalau begitu saya permisi, tuan." Tak ada kata terucap dari Arya, dan itu cukup membuat Hanum segera pergi. Dia juga enggan terus berlama- lama. Apalagi tatapan menusuk yang Arya layangkan.
"Apa dia tau gue yang perban tangannya semalem?" Tiba-tiba Hanum merasa takut membayangkan apa yang akan Arya lakukan kalau- kalau dia tahu Hanum yang melakukannya.
Hanum bergidik lalu segera pergi untuk membantu pelayan lain.
....
"Pagi, Arya," sapa Ningsih saat melihat Arya duduk di kursi makan tepat di depannya.
"Pagi, Ma." Ningsing mengernyit melihat luka di tangan Arya. Bukan hal aneh, Arya memang kerap terluka, hanya saja biasanya anaknya itu akan mengabaikan bahkan tak ingin dokter mengobatinya. Ningsih menoleh pada Hanum yang berdiri di barisan pelayan dimana pelayan pribadinya juga ada disana. Mungkinkah gadis itu yang mengobati Arya?
Ningsih kembali menatap Arya, sungguh membuat khawatir. Arya adalah anak satu- satunya, penerusnya yang akan mewarisi kerajaan bisnisnya, tapi dia bahkan tak bisa menjaga tubuhnya, bagaimana dia bisa memimpin perusahaan mereka. Lalu bagaimana dia bisa menghadapi tikus- tikus yang siap merebut posisinya.
Ningsih memejamkan matanya sesaat. Meski banyak permasalahan yang dia pikirkan dia juga tak boleh menunjukkannya di depan Arya.
"Kamu terluka lagi?" Aryan menatap Ningsih sesaat lalu menurunkan tangannya yang ada di atas meja.
"Gak masalah, setidaknya kamu mau mengobatinya." Ningsih menoleh pada Ratna. "Siapkan sarapannya."
Ratna mengangguk dan meminta pelayan menyiapkan menuang makanan di atas piring nyonya dan tuan muda. Namun baru saja dua orang pelayan mendekat Ningsih menghentikannya. "Biar Hanum yang melakukanya."
Hanum yang sejak tadi menunduk pun segera mendongak. Melihat ke arah Ratna yang mengisyaratkan agar Hanum segera melayani tuan dan nyonya mereka.
Hanum melihat ke arah Ningsih lalu pada Arya yang bergeming. Jika Ningsih tak masalah, bagaimana dengan tuan mudanya itu.
Bagaimana kalau dia tak sengaja menyentuhnya?
Bukan soal jas yang langsung terbuang di lantai, tapi sakit hati saat di perlakukan seperti kotoran yang tak pantas bersentuhan dengan tuan muda.
Hanum menghela nafasnya, mau tak mau dia harus mau. Jadi dengan langkah pelan Hanum mendekat dan melayani Ningsih lebih dulu. "Anda ingin apa, Nyonya?"
"Aku salad dan jus apel, Hanum."
"Baik, nyonya." Hanum segera menuangkan salad sayur yang berada tak jauh dari Ningsih. Hanum sampai berpikir apa tangan mereka terlalu berharga hingga mereka bahkan tak mau menyentuh piring makanan.
Orang kaya memang beda, saat uang bicara tangan orang lain pun bisa jadi milik mereka.
Hanum selesai menuangkan jus apel di gelas Ningsih, dan kini dia berjalan ke arah tuan muda yang masih bergeming dan berwajah datar.
"Anda ingin apa, tuan muda?" Hanum sudah bersiap dan menunggu jawaban Arya, namun dalam hitungan ke lima Arya tetap diam dan bergeming menatapnya.
Tatapan tajam Arya membuat Hanum sedikir bergidik. Dia menggeser tubuhnya agar tak terlalu dekat hingga tak sengaja akan bersentuhan dengan si tuan muda.
Si tuan muda tak juga bicara, namun saat mengingat pelajaran Ratna, dimana si tuan muda tak suka yang pedas dan terlalu berminyak, Hanum berinisiatif mengambil roti panggang dan meletakannya di piring.
Arya mendongak dan menatap Hanum setelah menunduk sebentar ke arah piringnya.
"Anda ingin selai, tuan?" tanya Hanum yang dengan segera mengambil berbagai macam selai di dalam toples.
"Selai kacang, selai stroberi, selai coklat, dan ini selai nanas." Arya menatap tajam lalu mengambil selai nanas di tanan Hanum dengan kasar.
Hanum menipiskan bibirnya, hidungnya bahkan berkedut karena kesal. Namun saat ini dia justru mendapati semua orang tertegun dengan menatap ke arahnya terutama Ningsih.
Hanum yang menyadari apa yang terjadi segera tersadar, jika tangan tuannya baru saja bersentuhan dengannya saat mengambil toples selai di tangannya.
Hanum melihat ke arah Arya yang masih acuh seolah tak menyadari apa yang baru saja dia lakukan, hingga waktu berjalan beberapa detik dan satu menit kemudian, Hanum melihat Ningsih mengisyaratkan agar dia segera pergi.
Hanum menunduk hormat lalu segera menjauh dari meja makan.
Ningsih masih menatap Arya, kali ini senyum tipis muncul di bibirnya. Apa anaknya sudah mulai berubah? Tapi ini bukan kebetulan bukan? Atau mungkin saja Arya tak menyadari jika dia baru bersentuhan dengan Hanum.
Dan untuk itu Ningsih perlu mengujinya sekali lagi.
...
Doble Up kalau boleh kak