Kata siapa skripsi membuat mahasiswa stres? Bagi Aluna justru skripsi membawa banyak pelajaran berharga dalam hidup sebelum menjalani kehidupan yang sesungguhnya. Mengambil tema tentang trend childfree membuat Aluna sadar pentingnya financial sebelum menjalankan sebuah pernikahan, dan pada akhirnya hasil penelitian skripsi Aluna mempengaruhi pola pikirnya dalam menentukan siapa calon suaminya nanti. Ikuti kisah Aluna dalam mengerjakan tugas akhir kuliahnya. Semoga suka 🤩🤩🤩.
Happy Reading
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BERONTAK
Lun, lo sama Abi lagi habis tengkar? Chat masuk dari Nyimas. Memang sudah dua hari ini Aluna tak membalas chat Abi, panggilan telepon video call juga diabaikan. Mungkin Abi mengadu pada Nyimas.
Bukan sama Abi, tapi sama emaknya Abi. Balas Aluna tak mau berbelit. Nyimas tak lagi membalas chat, malah langsung telepon Aluna.
"Apaan?" jawab Aluna.
"Emaknya Abi kenapa?" Aluna menghela nafas pendek, tak enak juga bila mengumbar peristiwa kemarin pada Nyimas. Khawatir saja dia terpengaruh dan menjauhi Abi juga.
"Gue gak berniat adu domba ya, Nyai," Aluna memberi pengantar pada Nyimas sebelum cerita.
"Gue disamperin ke kos sama emaknya Abi."
"Sumpah? Demi apa?" Nyimas tentu saja shock, selama ini mereka berteman tapi orang tua tak pernah ikut campur. Mereka anak baik, tentu tak ada yang salah dong saat berteman satu sama lain. Memang hanya Nyimas dan Aluna saja yang pernah bertemu dengan orang tua masing-masing, makanya Nyimas agak shock saat mama Abi menemui Aluna. Ngapain?
Aluna pun menceritakan kronologi pertemuan itu sekaligus penyebabnya. "Makanya gue gak mau lagi chat atau dekat sama Abi. Dikira gue mau morotin Abi kali, ya. Dih, emang gue semiskin itu sampai bergantung pada uangnya Abi!" Nyimas di seberang sana tertawa lebar, paham betul kenapa Aluna langsung memutus komunikasi dengan Abi. Gadis mandiri begitu kok dituduh numpang hidup pada Abi, jelas tak terima.
"Keluarga mereka gak dewasa banget, anak sudah gede begitu pertemanan saja ikut campur. Ya kalau temannya gak benar wajar. Lah gue? Udah cantik, pintar cari duit, otak juga encer direndahin."
Nyimas makin ngakak, memang yang belum paham Aluna, pasti menyangka dia anak dari keluarga biasa saja. Padahal tampilan dia saja yang sederhana. Aluna tak mau menampakkan dia punya apa, tapi Aluna selalu menampakkan kerja keras dan mandirinya. Bahkan Nyimas saja heran, Aluna masih mau pakai sweater harga 40 ribu beli di online shop, gila bener. Padahal omzetnya tiap bulan sudah di atas 10 juta. Sesederhana itu.
"Untung saja habis ini kita KKN, PKL, lanjut skripsian, bakal gak ketemu Abi, aman! Gue gak perlu adu domba antara ibu dan anak," lanjut Aluna. Tapi siapa sangka Nyimas yang membeberkan alasan Aluna tak mau balas chat Abi lagi. Bukan karena ingin merusak hubungan Aluna dan Abi, tapi dia juga gemas pada emaknya Abi kenapa bisa bersikap seperti itu pada Aluna. Harusnya ngomong baik-baik dulu pada Abi, tidak langsung ke Aluna. Terlalu memanjakan anak berakhir ikut campur kehidupan anak pula.
Abi pun langsung naik pitam pada sang mama. Ia langsung menemui beliau dan konfirmasi. "Jadi gadis itu tukang adu juga? Pasti memfitnah mama."
"Bukan Aluna yang bilang, tapi temanku yang lain. Bahkan aku sudah dua hari gak dibalas sama Aluna. Ma, mama kok kebangetan sekali sih. Gak baik, Ma. Merendahkan orang begitu. Dia anak muda loh, mau kerja keras cari uang sendiri. Harusnya mama bangga dong teman Abi seperti dia!" Abi muak dengan sikap sang mama, sudah keterlaluan membatasi kehidupan Abi.
"Lah mama gak merendahkan, sebelum mama merendahkan saja dia sudah rendah duluan, Bi!"
"Mama ini perempuan loh, kenapa bersikap begitu perempuan seperti Aluna, Ma?"
"Ya mama merasa dia gak pantas saja berhubungan sama keluarga kita."
"Yang ada keluarga kita yang gak pantas berhubungan sama Aluna."
"Apa kamu bilang?"
"Coba lihat sekarang anak mama? Aku. Bisa apa aku sampai usia 21 tahun ini. Aku punya apa? Aku bisa apa? Apa yang sudah aku lakukan sehingga menghasilkan sesuatu?" mama Abi diam. Jelas tak bisa menjawab. Abi belum memiliki apapun yang patut dibanggakan, sampai sang papa selalu meremehkan dan membandingkan dengan kakaknya.
"Harusnya mama sebelum menghina anak orang lihatlah anak mama sendiri. Semakin hari semakin aku dekat dengan Aluna, semakin insecure aku sebagai laki-laki, Ma. Dia sangat pinta memanage diri dan keuangan. Sampai Abi melongo mendengar uang hasil keringat Aluna sendiri. Mama gak tahu karena mama belum pernah bergaul dengan Aluna, gadis yang mama rendahkan itu sudah punya 3 digit dalam tabungannya, hasil dari apa. Hasil dari jualan yang mama bilang receh itu, sedangkan anak mama punya apa? Punya tabungan pun gak sampai 2 digit kan. Tiap transfer langsung beli barang penunjang validasi, agar terlihat anak orang kaya. Sedangkan Aluna, kuliah dan kos saja pakai uangnya sendiri. Betapa hebatnya dia, Ma. Mama tahu, setelah Abi diremehkan terus sama papa. Aluna justru memberikan saran agar aku mengubah mindset dan produktif. Harusnya mama bersyukur aku berteman dengan dia. Dia tidak menjerumuskanku pada hal negatif, tidak seperti papa dan mama yang terus mencekokiku dengan kemewahan tanpa mendidikku untuk bertarung. Mama dan papa ingin aku sukses, tapi aku tidak diajari berproses. Mama dan papa ingin hasil instan. Begitu aku berproses, eh partnerku direndahkan. Mau mama dan papa sebenarnya apa sih. Capek tahu gak hidup selalu menurut pada keinginan papa dan mama."
Mama Abi diam, mungkin dirinya tersentil akrena dibandingkan dengan gadis ingusan seperti Aluna. Dia dan sang suami memang terlahir kaya, tapi mereka sendiri mau belajar sehingga bisa memanage warisan yang diberikan keluarga masing-masing. Harapan mereka, Abi juga sama. Bisa berkembang atas kemauan sendiri. Tapi mereka tidak sadar telah membatasi perkembangan diri Abi. Sejak kecil sudah disetir ini dan itu, sehingga Abi terbiasa ikut arahan kedua orang tuanya. Tak pernah diberi kesempatan untuk mencoba hal baru.
"Abi tuh sudah ditolak berapa kali, Ma sama Aluna. Tapi Abi masih saja suka sama dia. Gadis tangguh dan punya harga diri."
"Gak usah terlalu memuji. Dia bersikap seperti itu karena pencitraan biar disukai oleh anak orang kaya."
Abi tersenyum miris, "Iya pasti disukai anak orang kaya, tapi orang kaya itu bukan mama dan papa."
"Ck, orang kaya itu tentu mau pasangan yang setara. Lihat itu papa kamu, menikah dengan istri pertama gagal karena apa, karena perbedaan strata sosial, berbeda pandangan dalam mengolah keuangan, gak cocok dan berakhir pada perceraian."
"Tapi cintanya papa kayaknya habis pada istri pertama."
"Kurang ajar kamu!"
"Bukan kurang ajar sih, tapi kenyataan. Papa dan mama membangun rumah tangga mungkin hanya didasari karena pernikahan bisnis, tapi papa dan istri pertamanya membangun rumah tangga dengan cinta."
"Diam kamu! Gak usah ngomong, sok tahu."
"Memang mereka bercerai, tapi Abi yakin kenangan untuk istri pertama masih mendominasi hati papa. Sekarang Abi juga darah daging papa kan, tapi Abi selalu dinomor duakan dan dibandingkan dengan anak pertama. Karena papa yakin, didikan dari istri pertama pasti lebih berhasil daripada didikan mama."
dipertemukan disaat yg tepat...
balas, "calon suami kamu"...😂
kebanyakan yg diliat orang itu, pas enaknya aja...
mereka ngga tau aja pas lagi nyari2 Customer itu kaya apa.
kadang nawarin saudara atau teman, tapi mintanya harga "saudara" 🤭🤦🏻♀️
bener2 labil 🤦🏻♀️😂🤣🤣...