NovelToon NovelToon
Rumah Untuk Doa Yang Terjawab

Rumah Untuk Doa Yang Terjawab

Status: sedang berlangsung
Genre:Berbaikan / Anak Genius / Mengubah Takdir / Kebangkitan pecundang / Keluarga
Popularitas:556
Nilai: 5
Nama Author: Pchela

“Sudahlah, jangan banyak alasan kalau miskin ya miskin jangan hidup nyusahin orang lain.” Ucap istri dari saudara suamiku dengan sombong.

“Pak…Bu…Rafa dan Rara akan berusaha agar keluarga kita tidak diinjak lagi. Alhamdulillah Rafa ada kerjaan jadi editor dan Rara juga berkerja sebagai Penulis. Jadi, keluarga kita tidak akan kekurangan lagi Bu… Pak, pelan-pelan kita bisa Renovasi rumah juga.” Ucap sang anak sulung, menenangkan hati orang tuanya, yang sudah mulai keriput.

“Pah? Kenapa mereka bisa beli makanan enak mulu? Sama hidupnya makin makmur. Padahal nggak kerja, istrinya juga berhenti jadi buruh cuci di rumah kita. Pasti mereka pakai ilmu hitam tu pah, biar kaya.” Ucap istri dari saudara suaminya, yang mulai kelihatan panas, melihat keluarga Rafa mulai maju.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pchela, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sececah harapan

Riri duduk murung di ruang tamu, rasanya anak kecil itu pengen nagis setelah mengingat saat tante Ratna menutup korden tadi. “ Ya Allah, semoga engkau berkahkan rezeki untuk Bapak dan Ibu hamba, dan kakak-kakak Riri, agar Riri bisa punya tv. Riri, pengen banget nonton tv kayak di rumah Yaya. Amin.” Doa tulus Riri.

Bu Lastri yang tengah mempersiapkan dagangan nanti di pasar sore, melihat kasihan pada putri bungsunya. Dalam hati Bu Lastri pun mengaminkan doa yang di panjatkan, Riri.

“Assalamualaikum…” Tiba-tiba, suara Abang Rafa terdengar dari arah pintu masuk. Riri menoleh, melihat abangnya pulang dengan dua kantong plastik penuh belanjaan.

“Abang?” Tanya Riri, wajahnya menjadi sangat bersemangat. “Riri, lihat nih kakak bawain sesuatu buat kamu, dek, panggil kak Rara sama ibu juga ya biar kita buka kantong plastik bersama-sama.” suruh bang Rafa

Mata Riri membulat, “iya-iya,kak Riri panggilkan.” Seru Riri semangat, dia memanggil ibunya dan kak Rara yang baru saja pulang dari sekolah. “Duh…Riri, ada apa, sebentar ibu kecilkan kompornya.” Ujar Bu Lastri, tanganya sudah ditarik-tarik oleh Riri.

“Abang….abang datang bawa belanjaan banyak banget.” Ujar Riri penuh semangat. Mereka semua berjalan ke arah Rafa yang duduk bersila, di sebelahnya sudah ada dua kantong kresek penuh belanjaan.

“Abang….abang, dapat dari mana belanjaan sebanyak ini?” Tanya Ibu penasaran. Riri dan Rara mengeluarkan satu persatu isi belanjaan itu, wajah Riri tidak berhenti tersenyum saat melihat jajanan kesukaannya.

“Abang, ini semua jajanan buat Riri kan?” Tanya, Riri dengan mata berbinar-binar. “Iya, itu semua buat Riri dan Rara, sama Ibu dan Bapak.” Jawab Rafa sembari tersenyum saat melihat wajah ceria sang adik.

Dia tahu, Riri jarang sekali mendapatkan jajan banyak seperti ini. Palingan, saat habis Lebaran saja karena dia mendapatkan amplop.

Ibu menoleh kebelakang melihat wajah cerita Rara dan Riri, lalu kembali menatap anak sulungnya. “Nak, sebenarnya kamu dapat uang dari mana? Bisa membeli itu semua?” Tanya Bu Lastri ragu.

“Abang, dapat rezeki Bu.” Ujar Rafa. Bu Lastri pun tersenyum saat mendengar seruan cerita Rara dan Riri. “Alhamdulillah…” ujar sang ibu, sangat bersyukur.

“Kalau begitu ibu mau kembali ke dapur lagi ya, bikin adonan, buat di jual di pasar nanti. Ra, bantuin ibu ya ra.” Ujar Bu Lastri, Rara pun mengangguk patuh.

“Ibu mau jual apa hari ini Bu?” Tanya Rara, saat duduk di sebelah ibunya. “Ibu nggak bikin banyak dulu ra, kata teman Ibu, getuk paling laris di pasar, jadi ibu bakalan bikin itu saja dulu, nanti kalau makin rame baru ibu tambah menu lagi. Mumpung, di halaman belakang banyak singkongnya, kita olah itu saja dulu ra.” Ujar sang Ibu.

“Oh, oke Bu… kalau begitu, biar Rara yang mengupas singkongnya, langsung Rara cuci,” ujar Rara berjalan ke halaman samping rumah.

Saat Rara keluar, bang rafa masuk ke dalam dapur menyusul ibunya. Rafa mengeluarkan lima lembar uang berwarna merah, lalu menyodorkan ke ibunya. “Bu, ini uang lima ratus ribu, buat tambah-tambahan modal jualan ya bu.” Ujar Rafa.

Bu Lastri terperanjat, menatap uang anaknya dengan ragu. “Rafa? Kamu punya uang sebanyak ini, nak?” Bu Lastri masih penasaran.

Rafa terdiam sebentar, “Abang bantuin teman abang dari kota membuat desain, nanti desain itu akan di jual di luar negeri. Dan, abang di bayar untuk desain Abang.” Rafa menjawab dengan lugas.

Bu Lastri mengangguk, meski wajahnya menggambarkan kebingungan. Bu Lastri sangat tak lazim mendengar pekerjaan yang anaknya lakukan. Tapi, yang Bu Lastri tahu, putra sulungnya memang pandai mengambar.

“Kamu benar kan Rafa? Kamu dapat uang dari pekerjaan seperti itu? Tapi, ibu tidak pernah melihat pembeli kamu datang, darimana dia datang?” Bu lastri masih belum paham dengan cara pekerjaan anaknya itu.

Saat tengah bingung, suara Rara datang menyela dari luar setelah selesai mencuci singkong. “Bu… kerjaan bang Rafa itu di jual lewat online. Pembelinya tidak perlu datang ke rumah, karena dia tinggal membelinya lewat laptop atau hp nya. Kayak, mbak Fadil, yang kurir paket itu bu. Kita kan tidak pernah melihat yang jualnya, tapi tiba-tiba ada paket aja yang di antar. Kurang lebih seperti itu cara kerjanya bu.” Rara mencoba menjelaskan dengan mudah.

“Ra? Kamu dari tadi menguping ya?” Tanya kak Rafa meledek. “Hehe, Rara ngak sengaja dengar saja bang.” Sahut Rara dengan wajah canggung nya.

Bang Rafa pun mengeluarkan lembaran uang lagi, sebanyak tiga lembar. “Ini buat kamu ra, buat bayar spp, sisanya buat kamh jajan.” Ujar sang kakak, menyodorkan uangnya.

Rara pun mengambilnya tanpa ragu. “Hehe, terima bang. Doain ya Rara, biar dapat rezeki juga kayak abang.” Ujar Rara. “Amin…” ucap Rafa dan ibunya serempak.

“Yasudah, ibu lanjut buat getuknya ya. Biar bisa di bungkus dan langsung berangkat ke pasar, biar tidak keburu malam.” Ujar Bu Lastri, dengan cekatan Rara dan Bu Lastri langsung membuat adonan.

Tak berselang lama, getuk pun siap di jual. Bang Rafa mengantar Ibu ke pasar. Sementara Rara dan Riri menunggu di rumah. Bapak, dia berangkat ke rumah Om Hendra untuk membuat kolam ikan, biar tidak di tagih terus.

“Duhh!! Kerjaan mu lambat banget Adi! Lihat, Jam berapa ini? Sudah jam setengah empat sore. Tapi, setengah pun belum kelar, ini kolam kamu buat.” Kesal Herman.

“Maaf Herman, mas masih belum sepenuhnya sehat. Kepala mas, kadang pening kalau menunduk lama, jadi mas istirahat sebentar.” Ujar Adi dengan nafas terengah-engah.

“Alahhh!! Alasan aja kamu Adi! Pokoknya aku nggak mau tahu, besok sore itu kolam harus udah jadi. Temanya, Bayu dan calon pacarnya Tiya mau datang. Mereka itu keluarga terpandang dari luar kota. Mereka harus melihat rumah ku bagus, biar pertunangan Tiya dan anak orang kaya itu berjalan mulus. Karena, kita sederajat.” Ucap Herman dengan keras.

Pak Adi memengang dadanya, menahan sesak yang tiba-tiba muncul. Pak Adi mencoba mengambil nafas pelan, agar pernapasannya kembali stabil. Namun, sekarang dia merasa sangat haus dan botol air yang pak Adi bawa juga sudah di ambil Yaya untuk bermain pasir.

“Ratna, mas minta air minumnya ya. Mas harus…” ucapnya dengan nada sopan. Ratna melirik sinis.

“Ahh, ngakk! Minum aja air dari keran sama mas. Jangan minta air padaku, atau nggak pulang aja! Mas kan punya riwayat sakit sesak, kalau menular ke keluarga saya gimana? Ah!! Jangan-Jangan, saya nggak mau ketularan sakit, apalagi yang nularin orang miskin kayak mas.” Keluh Ratna dengan sangat kasar.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!