NovelToon NovelToon
Versi Terbaik Cintaku

Versi Terbaik Cintaku

Status: sedang berlangsung
Genre:Idola sekolah
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Caca99

Ellena Anasya Dirgantara, putri tunggal keluarga Dirgantara. Tapi karena suatu tragedi kecelakaan yang merenggut nyawa sang ayah, Ellen dan bundanya memutuskan untuk pindah kekampung sang nenek.
Setelah tiga tahun, dan Ellen lulus dari SMA. Ellen dan bundanya memutuskan untuk kembali ke kota. Dimana kehidupan mereka yang sebenarnya sebagai keluarga Dirgantara.
Dirgantara, adalah perusahaan besar yang memiliki banyak anak cabang yang tak kalah sukses nya dari perusahaan pusat.
Kini bunda Dian, orang tua satu-satunya yang dimiliki Ellen, kembali ke perusahaan. Mengambil kembali tongkat kepemimpinan sang suami. Selama tiga tahun ini perusahaan diurus oleh orang kepercayaan keluarga Dirgantara.
Ellen harus rela meninggalkan laki-laki yang selama tiga tahun tinggi didesa menjadi sahabat nya.

Apakah setelah kepindahannya kembali ke kota Ellen akan menemukan laki-laki lain yang mampu mencuri hatinya atau memang sahabat nya lah yang menjadi tambatan hati Ellen yang sebenarnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Caca99, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Gara-Gara Batagor

"Kalian apa-apaan sih, gue belum selesai tau. Gue harus kasih pelajaran tuh cowok rese nggak tau aturan." Ellen tak terima diajak pergi oleh Zelin dan Laura padahal dia belum merasa cukup memarahi Arvan.

"Mending lo pendam dulu deh amarah lo itu." Laura mendudukkan Ellen di kursi dimana mereka duduk tadi.

"Kan gue udah bilang Ellen, jangan cari gara-gara sama kak Arvan dan kedua temannya itu. Batu banget sih dibilang." Omel Zelin.

"Gue nggak cari gara-gara ya sama dia." Ellen kembali menoleh kearah Arvan dengan tatapan tajam. Mata keduanya beradu seolah mengisyaratkan diri mereka sama-sama benar. "Dia yang duluan ngambil pesanan gue, ya jelas dong gue marah."

"Kan lo tinggal pesan lagi, Len." Ucap Zelin.

"Enak aja. Gue udah capek-capek ngantri nungguin tuh batagor, eh dia datang-datang main ambil gitu aja. Emang dia siapa."

"Udah udah. Sekarang lo duduk manis disini, biar gue yang pesenin lagi batagor buat lo." Ucap Laura. Ellen nggak akan pernah dengerin ucapan mereka. Ellen itu orang nya kalau dia benar dia nggak akan mengalah.

"Lo apain lagi si Ellen?." Tanya Arga kepada Arvan.

"Nggak gue apa-apain." Jawab Arvan datar.

"Kalau lo nggak apa-apain nggak mungkin dia ngamuk." Ucap Arga.

"Lo beneran ambil batagor dia?." Tanya Naren.

"Mmm." Arvan hanya berdehem lalu pergi begitu aja. Pergi ke toilet untuk membersihkan bajunya yang tadi ditumpahin batagor oleh Ellen.

"Teman lo tuh." Ucap Arga.

"Kalau udah gini aja bilang nya teman gue. Teman lo juga kali." Ucap Naren. Mereka tak menyusul Arvan, udah besar kok bisa urus sendiri mending lanjut makan.

"Hai Naren." Sapa seorang perempuan lalu duduk disebelah Naren.

Arga sih nggak heran pagi, sudah dipastikan seratus persen kalau itu cewek Naren.

"Hai sayang. Udah selesai kelas nya?." Tanya Naren.

"Udah. Kamu ada kelas lagi nggak?."

"Hmm, nggak sih. Kenapa?."

"Temenin aku shopping boleh nggak?." Cewek itu bergelayut dilengan Naren.

"Boleh dong Nanda ku sayang." Naren mengusap rambut perempuan itu.

"Yeeey, terimakasih ya sayang. Kalau gitu nanti aku kabarin lagi, oke. Aku mau ke teman-teman aku dulu."

"Iyaa."

"Cewek mana lagi tuh?." Tanya Arga begitu Nanda sudah pergi.

"Nanda, mahasiswa bisnis. Dia semester akhir juga." Jawab Naren.

Benar, itu adalah Nanda. Nanda yang sama dengan Nanda pacar nya Arya.

"Kali pacaran lo?." Tanya Arga.

Naren menaikan turun kan kedua alisnya sambil tersenyum. "Cewek modelan Nanda itu kalau nggak dipacarin rugi bro."

"Jadi lo udah tobat nih ceritanya?."

"Tobat? Gue buat dosa apa?."

"Mancarin banyak cewek. Itu dosa terbesar lo."

"Gue nggak pernah macarin banyak cewek ya. Gue deketin mereka buat seleksi, mana yang cocok buat jadi istri gue nanti."

"Jadi, walaupun lo udah pacaran sama Nanda, lo masih mau deketin cewek lain gitu?."

"Thats right. Tumben lo pinter."

"Udah gue tebak sih. Terserah lo lah, mending gue makan dari pada ngurusin lo."

"Yang minta lo ngurusin gue siapa bego." Naren menoyor kening Arga. "Ada mama gue, yang ngurusin gue."

______

Pulang kampus, Arvan langsung pulang tak ikut nongkrong dengan kedua temannya karena itu bukan dunia seorang Arvan. Bagi Arvan, duduk di balkon kamarnya sambil membaca buku ditemani secangkir kopi lebih menyenangkan dibandingkan harus berinteraksi dengan orang ramai.

"Arvan, kesini kamu sebener, papa mau ngomong sesuatu sama kamu." Panggil papa Arvan pak Liam dari ruang tengah.

"Kok papa udah pulang jam segini?." Arvan tak lupa menyalami papanya.

"Papa cuma pulang sebentar, karena ada yang mau papa bicarain sama kamu."

"Apa pa? Biasanya papa kalau mau bicara sama Arvan pas pulang kantor."

"Nanti malam papa ada pertemuan bisnis, dan papa mau kamu ikut sama papa." Ucap papa Liam.

"Harus ya pa?." Arvan paling malas ikutan acara seperti itu.

"Harus Arvan. Kamu anak satu-satunya papa, kamu penerus perusahaan. Papa mau ngenalin kamu ke rekan-rekan bisnis papa."

"Masih lama pa. Arvan aja masih kuliah. Lagian pasti mereka mana ada yang bawa anak. Pasti bawa istri mereka lah."

"Istri mana yang mau papa ajak? Kalau mama kamu masih ada juga pasti papa ngajak mama bukan kamu. Atau kamu mau papa nikah lagi."

"Nggak!."

"Makanya, kamu ikut sama papa nanti malam. Oke." Papa Liam menepuk bahu Arvan sebelum pergi. Dia harus kembali ke kantor. Kalau sudah seperti itu Arvan pasti tak bisa menolak.

Papa Liam paling tau kalau Arvan tak pernah setuju kalau ada perempuan lain yang menggantikan posisi mendiang ibu nya, dan pak Liam juga sama. Tak ada wanita lain selain mamanya Arvan dihati nya, yang tadi itu hanya gertakan saja agar Arvan mau ikut dengan nya.

___

Ellen lagi santai di kasur nya. Kegiatan paling nyaman kalau dirumah.

"Vidcall Zean aah. Tuh anak kalau nggak gue yang telpon, nggak pernah telpon duluan." Omel Ellen lalu menekan nomor Zean yang ada di ponsel nya.

"Zean!." Ellen berteriak begitu panggilan vidio itu di terima oleh Zean.

"Wa'alaikumsalam." 

"Assalamualaikum."

Zean tersenyum. "Wa'alaikumsalam. Kenapa sih, orang itu kalau telponan baca salam dulu bukan teriak-teriak kek kamu." 

"Habisnya kamu ngeselin." Ucap Ellen cemberut.

"Lah, aku kenapa? Perasaan nggak ada salah apa-apa deh." Heran Zean.

"Kamu tuh ya, kalau nggak aku yang hubungin kamu kamu mana pernah inisiatif telpon atau chat aku duluan. Udah mulai lupa ya sama aku, atau kamu dapat sahabat baru disana makanya lupa sama aku." Omel Ellen.

Mendengar omelan Ellen, Zean hanya tersenyum. Satu hal yang dia rindukan dari Ellen.

"Zean jawab, bukannya senyum-senyum gitu."

"Udah ngomel nya?." 

"Udah." Ucap Ellen masih cemberut.

"Aku nggak mungkin lupain kamu. Kamu sahabat terbaik aku Ellen."

"Bohong."

"Kok bohong sih?." 

"Iya bohong. Kalau aku masih sahabat kamu, nggak mungkin dong kamu lupa sama aku."

"Yang bilang aku lupa sama kamu siapa? Kan kamu sendiri."

"Tau deh, aku bete sama kamu."

"Udah udah, jangan cemberut gitu. Nanti cantik nya ilang loh. Oh ya, aku mau cerita sesuatu sama kamu." 

"Apa?."

"Kalau kamu cemberut gitu, gimana aku mau cerita coba." 

"Iya nih, hmmm.." Ellen memaksakan senyum nya.

"Tempat les yang dulu kita impikan sekarang Alhamdulillah udah selesai." Zean menunjukkan sebuah bangunan dengan cet warna warni dengan banyaknya mainan dan perlengkapan alat tulis lainnya itu kepada Ellen.

"Ya ampun Zean, itu beneran? Cantik banget tempat nya. Uang nya emang udah cukup?." Tanya Ellen. Ellen paling tau kalau tempat les yang ingin dibangun Zean itu terbengkalai karena kendala biaya.

"Alhamdulillah. Kemaren ada donatur yang datang ke rumah aku, katanya mau nyumbang buat selesai kan tempat les ini. Dia juga ngasih fasilitas lengkap. Ada mainan anak-anak, alat-alat tulis juga." 

"Alhamdulillah ya Zean. Harus nya aku ada disana bantuin kamu."

"Kamu cukup bantu aku pake do'a aja." 

"Aku senang deh, akhirnya impian kamu punya tempat les yang memadai itu udah terwujud. Selamat ya Zean."

"Iyaa, terimakasih ya Len. Ini juga berkat do'a kita. Oh ya, aku lanjut beres-beres dulu ya." 

"Iyaa. Jangan capek-capek loh."

"Iya bawel." 

Begitu panggilan vidio itu berakhir Ellen jadi senyum-senyum sendiri.

"Ciee yang habis telponan, bahagia banget sih." Entah sejak kapan, bunda Dian sudah ada di kamar Ellen.

"Bunda. Bunda udah pulang?."

"Iya sayang. Telponan sama Zean ya?."

"Iya bun. Bunda tau nggak, tempat les yang dulu mau dibangun Zean, sekarang udah jadi loh bun."

Bunda Dian tersenyum. "Iya, bunda udah tau."

"Bunda nguping obrolan kita ya."

"Nggak kok."

"Trus bunda tau dari mana?." Ellen seperti mengetahui sesuatu. "Bunda ya?."

Bunda Dian kembali tersenyum. "Bunda cuma mau bantu wujudin impian nya Zean."

"Jadi bener bunda yang kasih dana buat Zean?."

Bunda Dian mengangguk. "Iya sayang. Kemaren bunda minta orang suruhan bunda datang ke desa."

"Zean tau?."

"Nggak, Zean nggak usah tau."

"Aaa bunda, makin sayang deh sama bunda." Ellen memeluk bunda Dian.

"Kalau sayang sama bunda, nanti malam kamu ikut bunda ya."

"Kemana bun?."

"Pertemuan bisnis, bunda mau kenalin kamu sebagai penerus Dirgantara Group."

"Emang mas Arya nggak ikut?."

"Ikut dong sayang. Tuh dia lagi siap-siap di kamar." Arya udah tinggal bersama mereka. Barang-barang nya yang tak banyak jadi tak butuh banyak waktu untuk berkemas. Lagian segala keperluan Arya udah disiapin semua sama bunda Dian.

"Harus banget ya bun, Ellen ikut?."

"Harus dong sayang."

"Ellen males bun."

"Nggak boleh males. Nanti bunda bilangin mas Arya loh."

"Bunda maah. Iya deh iya, Ellen mandi dulu. Tapi bajunya nggak ada."

"Udah bunda siapin. Kamu tinggal pake."

"Bunda emang yang paling the best deh." Ellen mengecup pipi bunda Dian sebelum masuk kedalam kamar mandi.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!