Reinkarnasi kedalam donghua soul land setelah mengalami kecelakaan misterius. sistem menghidupkannya kembali, memberi pilihan apakah ia ingin alur seperti asli atau di rubah sesuka hati, tanpa berpikir dua kali ia langsung memilih untuk merubah alur. menamai dirinya sebagai na jaegyeon. bukan novel terjemahan!!.
"Dewa? omong kosong aku akan jadi kaisar iblis!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Natelashura7, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 7 mencium ning rongrong
Keesokannya harinya flender mengumpulkan ketujuh muridnya akademi shrek. Na jaegyeon menyibak rambutnya kebelakang, dia sudah tahu apa yang akan terjadi karena melihat jalan cerita ini dikehidupan sebelumnya. Matanya melikir ning rongrong lalu oscar sekilas.
"Maaf Oscar. Aku sudah memutuskan mengambil ning rongrong untuk diriku sendiri" Batin na jaegyeon tersenyum tipis.
"Ning rongrong berkeliling akademi shrek dua puluh kali" ucap flender menyuruh. "Temani dia os—" Lanjutnya terpotong.
"Aku, biar aku saja" Potong na jaegyeon mengangkat tangan kanannya.
"Baiklah!. Lakukan dua puluh kali putaran, lalu kembali ke tempat ini" suruh flender.
Na jaegyeon berlari begitupun ning rongrong. Tapi begitu lepas dari pandangan flender, ning rongrong melambatkan langkahnya. Ia tidak suka diperintah, karena rongrong adalah, dia adalah anggota seven Treasure clan atau lebih tepatnya putri pemimpin klan tersebut.
"Flender mengawasi!. Dia punya banyak mata-mata, kau akan dimarahi oleh nya" ucap na jaegyeon menghentikan langkahnya.
"Tidak peduli!. Lebih menyenangkan untuk berkeliling kita souto dibandingkan mendengarkan perkataannya" Balas ning rongrong angkuh.
"Sudah kuduga kau akan mengatakan itu" balas na jaegyeon mendekat.
"Mau apa? Jangan macam-macam, kakek pedang akan membunuhmu jika menyakiti ku" Ancam ning rongrong.
Na jaegyeon tiba-tiba menggendong ning rongrong bridal style membuat wanita berpakaian biru tua itu terkejut, sekaligus merona malu. Mata mereka berdua saling menatap satu sama lain untuk beberapa detik sebelum, pria itu tersenyum tipis.
"Pegangan!. Ini akan menyenangkan" ucap na jaegyeon.
"Kyaaaa" Teriak ning rongrong.
Tangannya memeluk leher Na jaegyeon ketika pria itu berlari sangat cepat. Angin berdesir kencang, dedaunan beterbangan, dan bayangan tubuh mereka seperti garis hitam melintas di jalanan akademi Shrek. Setiap pijakan kakinya membuat tanah terangkat sedikit, menunjukkan betapa padat dan berat kekuatannya.
Ning Rongrong yang biasa diperlakukan bak putri, sekarang digendong seperti gadis biasa… dan justru hatinya berdebar. Dia ingin membantah, tapi teriakan awalnya kini berganti dengan suara tertahan dan napas cepat campuran antara gugup dan kagum.
"Ka-kau ini..." ucap Rongrong pelan, pipinya merah. "Aku bisa jalan sendiri, tahu..." Lanjutnya malu-malu.
"Tapi tidak secepat ini" jawab Na Jaegyeon ringan, matanya lurus ke depan. "Kau ingin berkeliling Soto atau kembali tepat waktu tanpa dimarahi Flender?" Lanjutnya bertanya.
Rasa takut berubah menjadi menyenangkan bahkan rongrong sempat mengatakan untuk lebih cepat dari sebelumnya. Setelah berkeliling mereka memiliki waktu sepuluh menit sebelum kembali ke akademi shrek, na jaegyeon mengulurkan tangannya menyodorkan manisan merah yang ditusuk.
"untuk ku?" Tanya ning rongrong.
"Siapa lagi? Aku hanya membawa mu" Balas na jaegyeon.
Ning Rongrong menatap manisan merah berbentuk bulat kecil yang ditusuk seperti sate mini itu. Matanya sempat berbinar, namun ekspresi itu segera ditutupi dengan pura-pura dingin. Ia mengambilnya perlahan, tapi tak bisa menyembunyikan senyum tipis yang muncul di sudut bibirnya.
"Hmph... jangan pikir aku akan terkesan hanya karena ini," katanya, walau nada suaranya terdengar jauh lebih lembut dari biasanya.
"Kalau tidak suka, berikan kembali saja," balas Na Jaegyeon, mengulurkan tangan seolah hendak mengambilnya kembali, Dengan cepat Rongrong menarik manisan itu menjauh.
"Aku tidak bilang, aku tidak suka..." gumam ning rongrong pelan, sebelum menggigit satu bulatan kecil. Raut wajahnya seketika berubah cerah, rasa manis asam bercampur di lidahnya.
Na Jaegyeon tersenyum kecil, lalu duduk di tepian tangga dekat danau kecil tidak jauh dari gerbang akademi. Ning Rongrong mengikutinya, duduk di samping tanpa berkata apa-apa. Beberapa detik keheningan… sampai Rongrong bertanya pelan
"Kenapa kau bersikap baik padaku?" Tanya ning rongrong.
"Aku hanya tak ingin kau terkena masalah" Jawab na jaegyeon santai. "Aku punya impian, aku membenci para dewa, aku ingin menjadi kaisar iblis" Lanjutnya memberitahu.
Ning rongrong tertawa mendengar sesuatu yang terlalu besar untuk dimengerti, terlalu aneh namun tak bisa dia anggap lelucon. Tawa itu lirih, lalu pelan-pelan mereda saat dia menatap Na Jaegyeon dari samping.
"Menjadi... kaisar iblis?" ulang ning rongrong masih dengan senyum di sudut bibir. "Itu impian paling aneh yang pernah kudengar" Lanjutnya tertawa kecil.
Na Jaegyeon tidak menjawab langsung. Ia menatap air danau yang tenang, membiarkan pantulan langit biru dan riak kecil berbicara untuknya sesaat. Yah kedengaran memang seperti impian konyol, bagi siapapun yang mendengarnya.
"Aneh, ya... tapi aku pernah melihat dunia lain. Dunia di mana para dewa hanya duduk diam di singgasana, menyaksikan penderitaan tanpa campur tangan. Aku membenci mereka" ujar na jaegyeon pelan. "Aku ingin semua orang tau kalau aku nomor satu bahkan para dewa sekalipun" Lanjutnya berucap.
"Kekanak-kanakan sekali" Balas ning rongrong.
"Aku tak ingin jadi pahlawan. Tapi aku akan melindungi yang penting bagiku... meski harus melawan seluruh dunia" Sambung na jaegyeon. "Hal pertama adalah menyatukan benua soul ini" Lanjutnya tersenyum lebar.
"Menyatukan... benua Soul?" ulang ning rongrong menatap Na Jaegyeon seolah baru sadar kalau dia sedang duduk di samping orang yang benar-benar gila atau mungkin... orang yang benar-benar percaya pada dirinya sendiri.
"Ya" Jawab na jaegyeon singkat.
"Kau sadar betapa mustahilnya itu, kan?" ujar ning Rongrong. "Ada empat kekuatan besar, aliansi klan, sekte-sekte yang saling mencurigai satu sama lain, dan kerajaan-kerajaan yang tak mau kehilangan kekuasaan. Kau ingin menyatukan semuanya?" Lanjutnya memberitahu.
"Tentu saja dan langkah pertama adalah memiliki seseorang yang dapat dipercaya" ucap na jaegyeon. "Aku akan menjadi ujung tombak dan kalian menjadi support untuk ku" Lanjutnya mendekat.
Bibir mereka berdua saling mendekat lalu bersentuhan.
dalam keheningan yang mendalam. Untuk sejenak, dunia terasa berhenti berputar. Tak ada suara, tak ada langkah, tak ada bayangan lalu lalang murid Akademi Shrek—hanya mereka berdua, duduk di tepian danau, di bawah langit yang perlahan berubah menjadi senja.
Rongrong membuka mata lebih dulu, menatap Jaegyeon dengan wajah yang merah menyala, antara malu, kaget, dan… sesuatu yang tak bisa ia definisikan.
Rongrong mengalihkan pandangan, wajahnya semakin memerah. Tapi dia tak menepis, tak marah, dan tak berkata untuk menjauh. Sebaliknya, ia hanya menghela napas pelan, seolah menyerah pada sesuatu yang lebih kuat dari logika atau harga diri.
"Kau benar-benar gila, Jaegyeon..." gumam ning rongrong pelan. "Tapi… kurasa aku tak keberatan menjadi bagian dari kegilaan itu" Lanjutnya tertarik.
[Kesukaan ning rongrong naik: 80%].
"Ayo kembali ke akademi. Flender bisa kesal karena kita tidak kembali tepat waktu" ucap na jaegyeon beranjak berdiri.
"Hmmm.... Baiklah" Setuju ning rongrong.
Na Jaegyeon merentangkan tangan ke arah Ning Rongrong dengan senyum tipis. Tanpa banyak bicara, gadis itu menerima uluran itu, berdiri sambil masih memegang sisa manisan di tangannya. Dengan gerakan lembut, Na Jaegyeon kembali menggendongnya. Kali ini, tidak ada keraguan, tidak ada sorakan kaget atau protes dari Rongrong hanya tatapan singkat dan pipi yang memerah saat tangan gadis itu melingkar di lehernya lagi.
Angin kembali berdesir saat Na Jaegyeon melesat, membawa Ning Rongrong melintasi jalanan berbatu Akademi Shrek. Langit jingga senja mewarnai bayangan mereka, membuat semuanya terlihat seolah bagian dari dongeng yang belum selesai. menyandarkan kepala di bahu Na Jaegyeon. Tak lagi bertanya, tak lagi membantah. Mungkin, karena jauh di lubuk hatinya, ia mulai ingin melihat bagaimana kisah itu akan berkembang.