NovelToon NovelToon
Tuan Muda Playboy & Gadis Desa

Tuan Muda Playboy & Gadis Desa

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Playboy / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:5k
Nilai: 5
Nama Author: Demar

Oliver Alexander, pewaris tunggal keluarga kaya raya, hidupnya penuh dengan pesta, wanita, dan gemerlap dunia malam. Baginya, cinta hanyalah permainan, dan wanita hanyalah koleksi yang berganti setiap saat. Namun, gaya hidupnya yang semakin tak terkendali membuat sang ayah geram.
Sebagai hukuman sekaligus peringatan, Oliver dipaksa turun tangan mengurus salah satu pabrik keluarga di desa terpencil. Awalnya ia menolak, tapi ancaman kehilangan segalanya membuatnya tak punya pilihan.
Di sanalah ia bertemu Laras Maya, gadis desa sederhana yang polos, lugu, bahkan terlihat norak di matanya. Dunia mereka begitu berbeda, bagaikan langit dan bumi. Tapi semakin lama, Oliver justru menemukan sesuatu yang tak pernah ia rasakan dari wanita-wanita cantik di kota, yaitu ketulusan.
Laras yang apa adanya perlahan meruntuhkan tembok arogan Oliver. Dari sekadar kewajiban, hari-harinya di desa berubah menjadi perjalanan menemukan arti cinta dan hidup yang sesungguhnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Demar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Makan Masakan Laras

Oliver duduk di kursi ruang rapat pabrik dengan wajah masam. Matanya menatap berkas-berkas di atas meja. Ia masih kesal karena dipaksa mengunjungi ladang, berdiri di tengah tanah becek dan batang tebu yang menempel di sepatunya. Itu pengalaman paling tidak berguna menurutnya.

“Aku nggak ngerti kenapa Papa ngotot soal beginian,” gumamnya, sambil menyandarkan tubuh ke kursi.

Di depannya, Roni berdiri sambil memeriksa catatan. Asisten itu tidak menanggapi keluhan Oliver. Sudah terlalu sering ia mendengar protes seperti itu. Roni hanya menunggu giliran untuk menyampaikan laporan.

“Pak Oliver,” katanya akhirnya, “hari ini giliran petani menyerahkan tebu ke gudang pabrik. Pak Brata ingin Anda hadir untuk memastikan alur distribusi berjalan lancar.”

Oliver mendengus kasar. “Lagi? Aku disuruh ngurusin mereka lagi? Sudah ada staf bagian lapangan, kan? Suruh saja mereka yang bereskan.”

Tatapan Roni tajam. “Saya tidak mengulangi pesan Papa anda dua kali, Pak. Kalau Anda tidak ikut, saya akan laporkan.”

Oliver terdiam, menutup mulut dengan jengkel. Ancaman itu sederhana tapi efektif. Ia tahu benar, jika ayahnya mendengar lagi keluhan atau laporan buruk tentang dirinya, konsekuensinya bisa berat.

“Fine,” katanya singkat. “Aku datang. Tapi jangan harap aku bakal berbaur sama orang-orang kampung itu.”

Gudang pabrik sore itu ramai. Truk-truk kecil dari desa berdatangan membawa batang-batang tebu yang baru dipanen. Beberapa karyawan pabrik sigap menimbang dan mencatat data.

Oliver berdiri di sisi paling jauh, berusaha tidak menghirup aroma tanah dan daun tebu yang menusuk hidungnya. Jas mahal yang ia kenakan tampak terlalu berlebihan di tengah suasana penuh debu.

Di antara kerumunan, tampak seorang pemuda desa yang mencolok. Tubuhnya tegap, kulitnya legam terbakar matahari, tapi senyumnya tetap ramah. Ia mengenakan kaos polos dan celana kerja sederhana. Pemuda itu mengatur jalannya bongkar muat dengan cekatan.

“Dia Jaya,” bisik salah satu petani kepada staf pabrik. “Anak muda desa yang selalu bantu kami antar hasil panen. Orangnya rajin dan bisa dipercaya.”

Oliver melirik sekilas. Baginya, Jaya tidak ada bedanya dengan buruh kasar lain. Namun, jelas terlihat jelas bahwa petani-petani sangat menghargainya. Keramaian bertambah saat Laras muncul dari arah gerbang. Gadis itu mengenakan baju polos sederhana warna biru muda dan membawa rantang besar. Senyumnya mengembang, matanya berbinar saat menyapa orang-orang di sekeliling.

“Bapak, ini makan siangnya,” ucapnya sambil menyerahkan rantang kepada ayahnya yang baru selesai menurunkan ikatan tebu.

Seisi gudang sontak berubah lebih hangat. Petani-petani menyapa Laras dengan ramah. “Wah, ada Laras! Bawa apa lagi hari ini?”

Laras terkekeh kecil. “Cuma masakan biasa, Pak. Sayur lodeh sama tahu goreng.”

Oliver yang berdiri agak jauh mendengus. “Ckck… gadis kampung ini lagi.”

Laras lalu menoleh ke arah staf pabrik. Dengan polosnya ia berkata, “Kalau bapak-bapak dan mas semua belum makan, saya bawakan lebih. Bisa dimakan bareng.”

Roni langsung menyambut tawaran itu dengan ramah. “Wah, terima kasih, Laras. Kebetulan sekali.”

Staf pabrik lain ikut mengangguk senang. Mereka menghampiri dengan wajah antusias.

Oliver memutar bola matanya. “Sungguh norak,” desisnya.

Jaya segera menghampiri Laras, membantu membawakan rantang. “Biar saya yang tuangin, Ras,” katanya ramah.

Laras tersenyum, pipinya merona. “Wah makasih, Mas Jaya.”

Interaksi keduanya tidak luput dari perhatian petani lain. Beberapa menggoda, “Kalian berdua cocok banget.”

Laras hanya terkikik malu, tidak menanggapi serius. Jaya menunduk, tapi senyum kecilnya tidak bisa ia sembunyikan.

Oliver menyaksikan semua itu dari kejauhan. Ada rasa jengah dalam dirinya. Bukan cemburu, tentu saja. Baginya, itu semua hanya tontonan konyol. Gadis kampung yang terlalu lugu dan pemuda desa yang jelas-jelas menaruh hati. Tak lama, semua orang duduk melingkar di lantai gudang, menikmati hidangan dari rantang Laras. Bau harum sayur lodeh menyebar, membuat suasana akrab. Roni duduk bersama mereka, menerima sepiring penuh. Begitu pula staf pabrik yang lain. Mereka tampak menikmati dengan tulus.

Oliver berdiri terpaku. “Aku tidak akan makan itu,” katanya ketus.

Semua kepala menoleh, keheningan singkat menyelimuti ruangan. Mereka tidak tampak kaget lagi walau tetap ada perasaan tidak enak sebab tempo hari Oliver juga menolak makan bersama.

Roni berdiri dan menatap Oliver lama. Suaranya berbisik, tapi tegas seperti pisau. “Pak Oliver, dengar baik-baik. Papa anda meminta saya melaporkan setiap langkah Anda di sini. Kalau Anda menolak suguhan mereka, saya pastikan kabar itu sampai ke telinga beliau. Dan Anda tahu apa akibatnya.”

Oliver melotot. “Kau berani mengancam aku?”

Roni tidak bergeming. “Saya tidak mengancam. Saya hanya menjalankan perintah sesuai tugas saya. Jadi silakan makan sekarang… atau Anda harus bersiap-siap menghadapi kemurkaan Pak Brata.”

Laras menatap bingung, wajah Oliver dan Roni terlihat menegang.

Akhirnya, dengan wajah terpaksa, Oliver berjalan mendekat dan duduk di lingkaran. Ia mengambil piring, lalu menyeruput satu sendok.

Matanya melebar sesaat, rasa gurih kuah lodeh, pedas sambal, dan renyahnya tempe goreng membuat lidahnya terkejut. Tampilannya sangat berbeda dari dugaan.

“Hmm…” gumamnya tanpa sadar.

Laras tersenyum lega. “Kalau kurang lauk, saya tambahin ya Om.” Ia dengan lugu menaruh sepotong tempe ke piring Oliver.

Oliver terdiam, menatap gadis itu. Tidak ada rasa malu atau sungkan di wajahnya, tapi tidak juga ada raut sengaja atau mencari perhatian. Terlihat tulus namun ia enggan mengakuinya. Ia seolah memberi makan semua orang tanpa membeda-bedakan.

Ketika mereka sudah duduk melingkar, Jaya tampak sibuk menuangkan sayur lodeh ke mangkuk Laras. “Ras! kamu juga harus makan, jangan cuma milikirn perut kami. Kamu kan udah repot masak.”

Laras tersenyum polos. “Wah, makasih ya Mas Jaya. Tapi saya bisa kok ambil sendiri.”

“Biar aku aja,” sahut Jaya cepat, senyumnya lebar.

Beberapa petani yang melihat hanya saling senggol, menahan tawa. Laras sama sekali tidak menangkap maksud Jaya. Ia malah balik menawarkan, “Mas Jaya juga harus banyak makan, nanti capek lagi kalau ngangkut tebu.”

Oliver yang duduk tak jauh hanya mengangkat alis tinggi. Dalam hati ia mendengus, Astaga, caper banget tuh cowok. Dan gadis norak ini bahkan nggak sadar sama sekali.

Petani lain tertawa hangat, suasana makan siang sederhana itu penuh tawa dan obrolan riang. Oliver sendiri masih diam. Rasa masakan itu masih menempel di lidahnya membuatnya bingung. Bagaimana mungkin makanan kampung bisa seenak ini?

Namun, ia buru-buru menepis pikirannya. Tidak, ini konyol. Makanan di restoran adalah seleraku.

Sore menjelang, semua orang bubar dengan wajah puas. Laras membereskan rantangnya, dibantu oleh Jaya. Para petani berpamitan sambil menyalami staf pabrik.

Oliver kembali ke mobil dengan wajah masam. Roni menyusulnya dari belakang.

“Lihat, Pak,” kata Roni tenang, “hubungan dengan petani akan makin baik kalau ada kebersamaan seperti ini.”

Oliver tidak menjawab. Ia hanya bersandar di kursi mobil, menutup mata.

“Gadis norak…” gumamnya pelan.

Roni menoleh ke sebelahnya, seperti mendengar sesuatu dari orang keras kepala ini. Melihat matanya terpejam, ia mengalihkan pandangan. Mungkin tadi hanya salah dengar.

1
Yus Nita
Cemburu... nlgbos..
jasngan gengsi aja di gedein 😀😀😀
Yus Nita
gengsi ajalu bedarin oliver
ntar bucin tingkat Dewa, kluudahcinta 😀😀😀
Ratih Tupperware Denpasar
ayo oliver selidiki knp mereka msh miskin padahal digaji layak, jangan2 dikorupsi manager yg disana
Ratih Tupperware Denpasar
istri sendiri diacuhin dicuekin giliran dpt telpon dari jaLAng malah tersenyum sumringah. situ waras oliver?????? tunggu aja laras bertransformasi menjadi wanita cantik dan elegan kamu akan tetbucin2 padanya
Ratih Tupperware Denpasar
kak demar up dong jangan dihapus ya ceritanya kayak cerita mapia itu ujug2 hilang dari peredaran tanpa ada penjelasan terlebih dahulu
Ratih Tupperware Denpasar
lanjut kak, makin suka ceritanya
Ratih Tupperware Denpasar
kak demar, knp novel yg satunya dihapus? padahal saya suka lho
Ratih Tupperware Denpasar
olivee ini manusia apa monster? ga punya empati blas. kukutuk kamu biar terbucin2 sama laras
Ratih Tupperware Denpasar
belum apa2 bu sita sdh berpikir negatif, bukannya laras keluar dng air mata tapi keluar dng digandeng mesra om oliver
Ratih Tupperware Denpasar
oliver ini jen menjengkelkan banget... ngedumel trus gadis kampung ..gadis norak sejatinya kamu tuh daj jatuh cintrong tapi kamu menolak dan menepis perasaan.itu
Ratih Tupperware Denpasar
lanjut kak
Ratih Tupperware Denpasar
saya suka cerita2 author satu ini alurnya khas menceritakan wanita betsahaja tapi punya prinsip yg kuat
matchaa_ci
semangat semoga sukses untuk author dan karya² nya💪
Ratih Tupperware Denpasar
lanjut kak
Ratih Tupperware Denpasar
gampang banget muyusin cewek/Facepalm//Facepalm/. awa lho om ntar jatuh cintrong sama gadis lugu polos
Ratih Tupperware Denpasar
saya mapir kak, ceitanya memang beda dng cerita2 sebelumnya.. kak thor bener2 hebat bs membuat 4 cerita bersamaan dng gendre berbeda. semangat ya kak smg ceritanya banyak yg suka/Pray/
Demar: Makasih ya kak dukungannya sejak awal🥹❤️
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!