NovelToon NovelToon
Kurebut Suamiku

Kurebut Suamiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Lari Saat Hamil / Pelakor / Penyesalan Suami
Popularitas:9.8k
Nilai: 5
Nama Author: megatron

Sagara mengalami hilang ingatan setelah kecelakaan tragis, tidak ada kenangan Lania dalam pikirannya.

Lania merasa sedih, terlebih-lebih Sagara hanya mengingat sekertaris-nya yang tak lain adalah Adisty.

Peristiwa ini dimanfaatkan Adisty untuk menghasut Sagara agar menceraikan Lania.

Lantas, dapat kah Lania mempertahankan rumah tangganya?
Apakah ingatan Sagara akan kembali?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon megatron, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Senjata Makan Tuan

Lampu ruang makan menyala remang. Jam dinding menunjukkan pukul 20.30. Piring makan di atas meja hanya disentuh separuh. Lania duduk di ujung meja, memutar sendok dalam mangkuk sup yang sudah mendingin. Sagara duduk di seberangnya, tetapi lebih sibuk menatap layar ponsel daripada menyentuh makanannya.

Suasana rumah terasa dingin meski AC mati. Hening yang menggantung membuat detak jarum jam terdengar terlalu nyaring.

“Aku ketemu Adisty tadi siang,” kata Lania, akhirnya memecah diam.

Sagara tidak langsung menjawab. Butuh beberapa detik sebelum Dia meletakkan ponsel dan menatap istrinya. “Dia bilang juga ke aku.”

“Oh ya?” Lania mengangkat alis, sedikit canggung. “Dia sempat nyapa, tapi… nadanya aneh. Kayak... manis yang dipaksakan.”

Sagara menatap Lania tajam. “Kamu sendiri tadi ke supermarket sama siapa?”

Lania terkejut. “Sendiri. Eh… sempat ketemu Pandu sih, dia bantu ambilin barang karena troli-ku macet. Kenapa?”

“Cuma bantu?” nada Sagara terdengar halus—terlalu halus.

“Kamu curiga sama aku?” Selera makan hilang, Lania meletakkan sendok.

Bukannya menjawab, Sagara hanya menatap kosong. Sorot matanya membuat keadaan terasa lebih menyakitkan daripada kata-kata.

“Kamu percaya omongan Adisty dibanding aku?” Dengan suara nyaris bergetar, Lania bertanya. Dia melipat kedua lengan di atas meja.

“Bukan soal percaya atau tidak, Lania,” ucap Sagara. “Tapi... kamu tidak cerita soal ketemu Pandu. Dan akhir-akhir ini kamu sering ngilang, banyak alasan, pulang telat. Aku cuma... mulai mikir.”

Lania menggeleng, tertawa kecil penuh kepedihan. “Kamu mikir... atau kamu udah yakin?”

Sagara berdiri, membawa piring ke dapur, padahal belum disentuh. “Aku cuma pengen tahu kebenaran. Itu aja.”

“Kebenaran? Atau cuma butuh pembenaran buat mulai meragukan aku? Setelah semua yang aku utarakan tentang Adisty, kamu masih tidak percaya?”Lania mengikutinya.

Wajahnya tampak datar, Sagara menoleh pelan. Di iris matanya menyimpan kekecewaan. Bukan karena Lania… tetapi akibat pikiran yang telah diracuni.

“Kalau kamu tidak ngelakuin apa-apa, kenapa kamu terus-menerus bertemu dengan Pandu secara tidak sengaja?”

Kalimat itu seperti pisau.

Perlahan mengambil langkah mundur, Lania berdiri lebih jauh. “Mungkin Tuhan yang mengatur. Karena aku terus jadi orang yang sering terabaikan. Aku tidak tau harus apa supaya kamu percaya lagi.”

Tidak ada tanggapan, Sagara tak menjawab. Dia kembali ke ruang tengah, duduk dan menyalakan TV, padahal tak benar-benar menonton. Lania berdiri beberapa saat, menatap punggung suaminya yang terasa lebih asing malam ini.

Adisty tak hanya menciptakan keraguan—dia sedang mengubah bahasa diam menjadi senjata paling mematikan.

Dan itu berhasil.

Malam lebih dingin dari biasanya, Sagara dan Lania tidak melanjutkan perbincangan sampai hari berganti.

Udara pagi membawa aroma hujan semalam. Lania duduk di teras, memegang cangkir kopi yang sudah dingin. Matanya menatap jauh, tetapi pikiran berjalan cepat. Dia memutar ulang percakapan semalam bersama Sagara—nada dingin, tatapan ragu, pertanyaan tentang Pandu… semua terasa bukan berasal dari suaminya.

Lania tahu, itu bukan sekadar kecemburuan. Ada yang mengarahkan pikiran Sagara ke tempat yang salah.

Pelan-pelan menyalakan ponsel, dia membuka media sosial, lalu masuk ke akun kantor yang biasa dia kelola sesekali. Dia mulai menyisir unggahan internal, komentar staf, hingga galeri foto kegiatan perusahaan. Beberapa foto lama yang awalnya tampak biasa kini membuatnya terdiam.

Salah satu foto—acara peluncuran produk bulan lalu—memperlihatkan Adisty berdiri terlalu dekat dengan Sagara. Posisi tangan mereka tidak saling menyentuh, tapi cukup dekat hingga menciptakan kesan kebersamaan. Dan lebih dari itu, sorot mata Adisty yang tertangkap kamera... bukan sekadar rekan kerja.

Lania menyimpan foto itu diam-diam.

Menjelang siang hari, Lania pergi ke kantor. Dia datang lebih awal sebelum waktu rehat. Dia menyapa staf dengan senyum ringan, lalu langsung menuju ruang IT, tempat Riko bekerja—anak magang yang jago utak-atik sistem.

"Riko, aku butuh bantuin—tapi... ini agak pribadi," ucap Lania pelan.

“Kalau nggak melanggar aturan, aku bantu, Kak.” Riko memutar kursi dan mengangkat alis penasaran.

Tangan menarik kursi, Lania tersenyum sambil duduk dan berkata, "Aku cuma mau tahu… ada tidak data log komunikasi email kantor—yang dikirim dari komputer Adisty, selama dua bulan terakhir. Aku cuma mau tahu ke mana aja arah komunikasinya. Bukan isinya.”

Riko sempat ragu, tapi melihat wajah Lania yang serius dan luka samar di matanya, dia akhirnya mengangguk.

“Aku tidak akan download isi pesannya, Kak. Tapi aku bisa tampilkan pola. Siapa yang sering dikirimi, kapan, dan dari mana.”

Beberapa menit kemudian, layar menampilkan grafik sederhana. Nama-nama penerima email dari akun Adisty muncul satu per satu. Dan benar saja—dalam sebulan terakhir, tertera nama orang yang jadi satu-satunya kontak dengan intensitas komunikasi paling tinggi.

“Ini... kayaknya bukan buat kerjaan biasa ya,” gumam Riko.

Lania tersenyum tipis. “Terima kasih, Riko. Simpan ini antara kita, ya?”

Dengan anggun, Lania keluar dari ruangan itu. Langkahnya begitu tenang, tetapi dadanya berdegup keras. Bukan karena takut—tapi karena tekad mulai menguat. Adisty memainkan emosi. Sekarang giliran Lania membaca peta permainan.

Permainan ini belum selesai. Dan Lania tak akan lagi jadi pion.

Dengan tekat kuat, Lania berdiri di depan cermin kecil di toilet wanita lantai dua. Dia merapikan kerah blus putihnya, lalu menatap diri dalam cermin. Tatapannya tenang, bahkan nyaris dingin. Setelah semua yang dia lihat dan simpan hari ini, tahu satu hal pasti—Adisty bukan hanya ingin merebut kepercayaan Sagara, tetapi ingin menghancurkan Lania perlahan dari dalam.

Lania keluar dari toilet, melangkah menuju pantry tempat Adisty sering berada. Benar saja, perempuan itu sedang berdiri dengan gelas teh hangat di tangan, menatap ke luar jendela.

Lania masuk pelan. “Sendiri aja?”

Adisty menoleh, senyum manis langsung terbit seperti refleks. “Lagi nyari tenang. Kantor rame banget hari ini.”

Seolah-olah sedang merangkai kalimat, Lania mengambil gelas, mengisi air sendiri. Dia duduk di bangku bar yang menghadap ke jendela. Pandangannya mengikuti awan yang berarak-arak tertiup angin, lalu dengan suara ringan berkata, “Ngomong-ngomong soal ramai… tadi aku iseng buka galeri kantor. Banyak foto acara bulan lalu yang belum pernah aku lihat.”

Adisty melirik sekilas, gelasnya hampir berhenti di bibir. “Oh, iya?”

Tanpa menatap lawan bicara, Lania berujar, “Ada yang menarik perhatian. Kamu dan Sagara… kelihatan cocok banget berdiri bareng. Ada satu foto—aku sampai kira kalian pasangan.”

“Masa sih? Wah, mungkin angle-nya aja.” Adisty tertawa pelan, agak kaku.

Lania menyesap tehnya. “Mungkin. Tapi aku juga lihat email trafik internal. Aku mau bantu evaluasi alur komunikasi lintas divisi, jadi aku tahu siapa intens sama siapa.”

Senyum Adisty sedikit goyah. “Aku kira setelah resign, kamu udah tidak ikut campur masalah perusahaan?”

“Ya. Ada yang menarik. Kamu lumayan sering kontak Sagara. Lebih sering daripada aku—istrinya!” Penuh penekanan di akhir kalimat, Lania menoleh, menatap Adisty. “Kamu cuma PA nya, jadi tidak usah terlalu intens dalam berkomunikasi.”

Untuk pertama kalinya, Adisty tidak langsung menjawab.

Masih dengan nada ringan, Lania menambahkan. “Aku sebetulnya tidak masalah, selama profesional. Karena komunikasi yang terlalu intens, kadang bisa bikin batasan jadi kabur.”

“Langsung aja, Lan—maksudmu apa?”Adisty mengangkat dagu.

“Jauhi Sagara, dia memang hilang ingatan. Tetapi, tidak lupa siapa istrinya,” ucap Lania lembut. “Berhenti mengadu domba kami.”

“Adu domba?” Adisty terkekeh, nadanya terdengar kering. “Oohh, aku tau. Masalah Pandu, kalian memang cukup dekan ‘kan, apa aku salah?”

Lania berdiri, merapikan blusnya. Ia mendekat, lalu menepuk ringan bahu Adisty.

“Hati-hati senjata makan tuan.”

Lania berbalik dan pergi, meninggalkan Adisty yang berdiri terpaku di pantry. Wajahnya masih tersenyum, tetapi ada ketegangan halus di garis bibirnya. Untuk pertama kalinya, Adisty merasa diawasi balik.

Dan Lania baru saja memulai permainannya.

1
partini
what the hell ,aihhh bad no good
partini
sehh pelakor di atas angin emang lain
Miu Nuha.
bagus othor ceritanya ☺
,, membangun konflik dn dialog itu gk mudah loh 🤧🤧 tpi ini bagus 👍
Miu Nuha.
dengkus? dengus keknya yaa 🤔
Mega: Terima kasih sudah mampir, kawal sampai tamat ya, luv luv luv more.
total 2 replies
Miu Nuha.
Lania udh hamil loh sagara 🙄🙄
Miu Nuha.
Adisty memanfaatkan hilang ingatan sagara 😩😩
Be___Mei
Nah! Kan! Ular emang. Perempuan kek begini lahir nggak bawa urat malu.
Be___Mei
Dih, nyari muka mulu ni orang
Be___Mei
Cakep Lania ihh. Tenang tapi nyimpen bom waktu.
Be___Mei
Adisty ni ibarat kucing garong yang ngincer makanan kucing lain, perlu dikandangin ni perempuan 😤
Be___Mei
Kerasa banget capeknya pasangan ini 🥺
Be___Mei
lah... Lania bukan Author yang bikin alur cerita ini. Napa jadi nyalahi Lania?? 🤨
Be___Mei
Lah, ini lagi cerita abaaanggghh!!
Be___Mei
Balik lagi ni cewek. Ada fotonya nggak kak Mega? Aku bantu santet deh 😏 mainnya licin banget kek ikan lele
Mega: ada fotonya, nanti aku kirimi Kikikik
total 1 replies
Be___Mei
Gosong dah si Sagara. Coba sabar dulu banggg, kamu tu mudah kepancing sama kabar receh nggak jelas dari Adisty. Ckckkck ...
Elisabeth Ratna Susanti
nah lho........
Memyr 67
𝗄𝖾𝗍𝗂𝗄𝖺 𝗄𝖾𝖻𝗈𝖽𝗈𝗁𝖺𝗇 𝗌𝖺𝗀𝖺𝗋𝖺 𝗆𝖾𝗇𝗀𝖺𝗆𝖻𝗂𝗅 𝖺𝗅𝗂𝗁
Memyr 67
𝗅𝖺 𝖻𝖾𝗀𝗈 𝗃𝗎𝗀𝖺 𝗌𝖺𝗀𝖺𝗋𝖺. 𝗍𝖺𝗎 𝗄𝗁𝖺𝗐𝖺𝗍𝗂𝗋 𝗌𝖺𝗆𝖺 𝗂𝗌𝗍𝗋𝗂𝗇𝗒𝖺, 𝗄𝖾𝗇𝖺𝗉𝖺 𝗃𝗎𝗀𝖺 𝗍𝗂𝖽𝖺𝗄 𝗆𝖾𝗇𝗀𝗁𝗎𝖻𝗎𝗇𝗀𝗂 𝗂𝗌𝗍𝗋𝗂𝗇𝗒𝖺 𝗌𝖺𝗆𝖺 𝗌𝖾𝗄𝖺𝗅𝗂?
Memyr 67
𝗌𝖾𝗉𝖾𝗋𝗍𝗂𝗇𝗒𝖺 𝖺𝖽𝗂𝗌𝗍𝗒 𝗀𝖺𝗀𝖺𝗅 𝗅𝖺𝗀𝗂
Memyr 67
𝗌𝖺𝗀𝖺𝗋𝖺 𝗆𝖾𝗇𝗀𝗀𝖺𝗃𝗂 𝗆𝗈𝗇𝗌𝗍𝖾𝗋 𝗎𝗇𝗍𝗎𝗄 𝖻𝖾𝗄𝖾𝗋𝗃𝖺 𝖽𝗂 𝖽𝖾𝗄𝖺𝗍𝗇𝗒𝖺
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!