NovelToon NovelToon
Once Mine

Once Mine

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Nikah Kontrak / Percintaan Konglomerat / Obsesi / Romansa / Slice of Life / Dark Romance
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: Just_Loa

Sara Elowen, pemilik butik eksklusif di Paris, hidup dalam ketenangan semu setelah meninggalkan suaminya-pria yang hanya ia nikahi karena perjanjian.

Nicko Armano Velmier bukan pria biasa. Ia adalah pewaris dingin dari keluarga penguasa industri, pria yang tak pernah benar-benar hadir... sampai malam itu.

Di apartemen yang seharusnya aman, suara langkah itu kembali.
Dan Sara tahu-masa lalu yang ia kubur perlahan datang mengetuk pintu.

Sebuah pernikahan kontrak, rahasia yang lebih dalam dari sekadar kesepakatan, dan cinta yang mungkin... tak pernah mati.

"Apa ini hanya soal kontrak... atau ada hal lain yang belum kau katakan?"

Dark romance. Obsesif. Rahasia. Dan dua jiwa yang terikat oleh takdir yang tak pernah mereka pilih.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Just_Loa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Not Home

Setelah makan malam keluarga itu, semuanya mulai bergerak.

Perlahan tapi pasti.

Beberapa hari pertama diisi dengan percakapan singkat antar keluarga, diskusi yang terdengar seperti formalitas, dan kunjungan dari orang-orang yang mengatur segala persiapan. Sara hanya mengikuti. Ia tidak bertanya banyak, dan tidak diberi banyak ruang untuk ikut memutuskan.

Tanggal pernikahan ditentukan lebih cepat dari yang ia kira.

Gedung telah dipilih, vendor telah ditunjuk, bahkan gaun pengantin pun datang tanpa ia minta. Tim dari pihak Nicko mengurus semuanya, dengan efisien, profesional, dan dingin. Seolah ini bukan acara bahagia, tapi sebuah agenda penting yang harus selesai tepat waktu.

Sara hanya diminta hadir. Memakai gaun. Menjalani semuanya sesuai rencana.

Ia tidak menolak. Tapi juga tidak setuju sepenuhnya.

Hari-hari berikutnya berjalan pelan.

Ia tetap datang ke butik seperti biasa, berbicara dengan staf, mengerjakan beberapa desain, dan menata rak-rak. Tapi setiap malam, pikirannya mulai dipenuhi bayangan tentang hari itu tentang langkah-langkah menuju altar, tentang orang-orang yang akan melihatnya berdiri di samping pria yang bahkan tak pernah ia kenal cukup dalam.

Rasanya seperti hidup dalam naskah yang sudah ditulis orang lain.

Tidurnya jadi tidak nyenyak. Nafsu makannya menurun. Dan meskipun ia mencoba tersenyum, semua orang di sekitarnya bisa melihat bahwa ada sesuatu yang berat disembunyikan di balik matanya.

Adrian tidak banyak berbicara padanya sejak malam pengumuman.

Bukan karena marah, Sara tahu itu-tapi karena terlalu banyak yang ingin ia katakan, dan tak satu pun bisa disampaikan tanpa menyakitinya. Diam Adrian bukan kebencian. Tapi bentuk perlindungan yang berubah jadi jarak.

Orang tuanya... masih berusaha tampak tenang.

Ibunya mulai terlibat dalam beberapa persiapan. Ayahnya sesekali menanyakan hal-hal kecil seperti apakah gaunnya sudah dicoba atau apakah butiknya butuh bantuan. Tapi di balik semua itu, ada tatapan yang sama: ragu.

Ragu apakah ini benar-benar keputusan Sara, atau sesuatu yang ia jalani karena tidak punya pilihan.

Waktu terus berjalan. Hari-hari berlalu dalam diam yang aneh.

Dan tanpa terasa, hari itu pun tiba.

**

Pernikahan itu berlangsung di sebuah gedung berarsitektur klasik di tengah kota Paris.

Langit sore mendung, tetapi aula utama yang luas dan tinggi itu dipenuhi cahaya hangat dari chandelier kristal yang memantul di marmer mengilap. Dekorasi serba putih dan hijau lembut mengisi ruangan dengan keanggunan senyap. Tidak ada kamera. Tidak ada wartawan.

Sesuai permintaan Sara.

Ini bukan pernikahan untuk dirayakan dunia. Ini hanya milik mereka, dan kontrak yang melingkupinya.

Undangan terbatas.

Keluarga dekat. Beberapa rekan bisnis yang datang bukan sebagai sahabat, melainkan sebagai saksi.

Sara berdiri di balik pintu besar, tangannya menggenggam lengan ayahnya.

Ayahnya tampak tenang, tapi tangan itu sedikit bergetar. Entah karena gugup, atau karena hatinya belum sepenuhnya siap melepaskan putrinya ke pelukan pria yang tak banyak ia kenal. Ia menoleh, menatap wajah Sara sesaat sebelum langkah pertama.

"Kau yakin dengan ini?" bisiknya lirih.

Sara tersenyum, senyum yang tak sepenuhnya menjawab.

Dan mereka mulai melangkah. Pelan.

Sara mengenakan gaun putih gading dengan detail renda yang halus dan jubah tembus pandang yang jatuh lembut dari pundaknya. Rambutnya disanggul rapi, dihiasi mahkota tipis bertabur permata. Senyumnya tercipta... lebih karena harus, bukan karena ingin.

Di setiap langkah menuju altar, hatinya berbisik: ini bukan pernikahan impian.

Tapi juga bukan hal yang bisa ia hindari.

Nicko berdiri di ujung altar, mengenakan setelan hitam klasik dan dasi kupu-kupu yang tertata rapi. Wajahnya dingin, tapi tatapan matanya penuh fokus, penuh penguasaan. Ia melihat Sara seperti seseorang yang telah lama ia tunggu akhirnya datang dalam bentuk yang ia rancang sendiri.

Di barisan tamu, ibu Sara menangis pelan, menyeka pipi dengan saputangan yang telah basah sejak Sara melangkah pertama kali.

Sementara Adrian, kakak Sara, menatap mereka dari sisi altar dengan mata tajam. Rahangnya mengeras, matanya bergeser antara ayahnya, Sara, dan Nicko. Ia tak mengatakan apa pun, tapi seluruh sikap tubuhnya berkata: aku tidak ikhlas.

Saat mereka tiba di depan altar, sang ayah mencium pipi Sara perlahan.

"Satu langkah lagi, dan semuanya berubah," bisiknya.

Sara mengangguk pelan, lalu melepas lengan ayahnya. Ia berdiri di sisi Nicko, tak bersentuhan, hanya berdiri sejajar, seperti dua tokoh dalam drama yang naskahnya telah ditulis orang lain.

Pendeta mulai berbicara. Kata-kata tentang janji dan kesetiaan terdengar mengambang di antara mereka. Tak ada satu pun yang bicara. Tak ada cinta yang diumumkan. Hanya ketenangan yang terlalu sunyi.

Saat waktu pertukaran cincin tiba, Nicko menyentuh tangan Sara perlahan. Gerakannya lembut tapi penuh perhitungan, seperti menyentuh sesuatu yang telah resmi menjadi miliknya. Ia menyematkan cincin dengan tatapan tetap. Sara membalas, meski jemarinya sedikit gemetar.

Tepuk tangan terdengar. Lembut. Sopan. Tanpa riuh.

"Aku nyatakan kalian sah sebagai suami dan istri."

Nicko menatap Sara sejenak.

Lalu tanpa berkata apa pun, ia membungkuk sedikit dan mengecup keningnya-singkat, tenang, seperti yang pernah mereka bicarakan sebelumnya.

Ciuman itu tidak hangat, tapi juga tidak dingin. Lebih seperti simbol... formalitas yang harus dijalani di hadapan para tamu. Namun sentuhan itu tetap terasa nyata. Terlalu nyata bagi Sara, yang tubuhnya diam-diam bereaksi.

Jari-jarinya bergetar pelan.

Nicko sadar, tapi tidak berkomentar. Ia hanya menawarkan lengannya. Sara menerimanya dengan sedikit ragu, lalu mereka berjalan beriringan keluar dari altar.

Senyap. Formal. Terlalu sempurna hingga terasa asing.

***

Acara telah usai.

Lagu terakhir dari kuartet gesek mengalun pelan sebelum akhirnya berhenti. Pelayan mulai membereskan gelas dan taplak meja, sementara tamu-tamu perlahan pamit dengan senyum sopan dan ucapan selamat yang terdengar sekilas seperti formalitas.

Tidak ada pesta dansa. Tidak ada acara tambahan.

Hanya makan malam ringan dan percakapan singkat di antara orang-orang penting yang datang karena nama, bukan karena hubungan.

Sara dan Nicko tetap berdampingan sepanjang acara, namun tak pernah benar-benar bicara lebih dari satu-dua kalimat. Semuanya terlihat sempurna dari luar-tapi terlalu tenang untuk disebut bahagia.

Malam itu.

Gedung sudah sepi. Para tamu pulang membawa kotak perak berisi suvenir mewah, dan obrolan pelan tentang betapa tak biasanya pernikahan tadi.

Sara dan Nicko tiba di rumah pribadi milik Nicko-sebuah bangunan modern bergaya minimalis di kawasan eksklusif Vallée Céleste. Halamannya sepi, jendelanya tinggi, dan tiap sudut rumahnya terlalu bersih, terlalu teratur... hampir seperti tak pernah benar-benar dihuni.

Sara melangkah masuk lebih dulu. Gaunnya masih membalut tubuh, jubah panjangnya menyapu lantai kayu dingin yang bergema pelan setiap kali ia melangkah. Ia menatap sekeliling-dinding putih, rak buku rapi, lukisan-lukisan berbingkai gelap. Semua terlihat mahal... tapi terasa asing.

Inilah rumah barunya.

Tempat di mana hidup barunya akan dimulai-bersama pria yang kini sah secara hukum, tapi belum tentu sah di hatinya.

Nicko menyusul dari belakang. Ia melepas jas, membuka dasi kupu-kupu, lalu meletakkannya di sandaran kursi terdekat.

"Kamarmu di lantai dua. Sebelah kanan. Sudah disiapkan," katanya pelan, tanpa nada.

Tak lama kemudian, dua wanita berpakaian hitam rapi muncul dari arah tangga. Salah satunya membawa kotak kecil berisi perlengkapan, sementara yang lain tersenyum sopan ke arah Sara.

"Malam, Nyonya," ucap mereka hampir bersamaan.

Sara sempat terdiam mendengar panggilan itu.

Nyonya.

Ia mengangguk singkat, kemudian bersiap mengikuti mereka naik ke lantai atas.

Baru saja ia melangkah, suara Nicko terdengar dari belakang.

"Sara."

Langkahnya terhenti. Ia menoleh pelan, sedikit terkejut.

Nicko masih berdiri di tempatnya, dengan tangan di saku dan ekspresi yang sulit dibaca. "Terima kasih," katanya tenang. "Sudah menjalani serangkaian acara yang... cukup melelahkan malam ini."

Sara tidak langsung menjawab. Lalu ia tersenyum canggung, kecil sekali, dan mengangguk.

Nicko menatapnya sebentar, kemudian berkata pelan, "Selamat beristirahat, Sara."

Sara mengangguk sekali lagi. "Kau juga, Nick."

Setelah itu, ia membalikkan badan dan melangkah naik bersama dua wanita yang menuntunnya ke kamar. Kali ini, benar-benar tanpa menoleh ke belakang.

***

Sudah dua minggu sejak pernikahan mereka.

Tapi kehangatan yang seharusnya menyertai kehidupan baru... tak pernah benar-benar datang. Rumah itu tetap sunyi, terlalu rapi, terlalu formal. Dan Nicko-meski tak pernah mengucapkan kata kasar, tak pernah bersikap mengancam-tetap membawa sesuatu yang membuat napas Sara terasa berat setiap kali mereka berada di ruangan yang sama.

Ia tak bisa menjelaskannya.

Tak tahu apa tepatnya yang membuat tubuhnya bereaksi seperti itu.

Awalnya hanya pusing. Ringan.

Lalu detak jantung yang tak wajar saat mendengar suara pintu dibuka.

Kemudian rasa sesak yang sulit dijelaskan, terutama saat Nicko berdiri terlalu dekat... atau saat suaranya terdengar dari balik dinding.

Mereka sering terlihat bersama. Sarapan. Menghadiri rapat. Muncul di acara sosial sebagai pasangan. Bahkan sempat pergi untuk urusan bisnis ke luar kota.

Dari luar, semuanya tampak biasa. Bahkan tenang. Tapi di dalam dirinya, Sara mulai merasa seperti sedang berjalan di atas pecahan kaca. Setiap langkah harus diperhitungkan. Setiap tatapan Nicko harus ditanggapi dengan senyum sopan, meski tangan di balik punggungnya gemetar.

Ia tak pernah bilang apa-apa. Tidak ke Nicko, tidak ke siapa pun.

Karena bagaimana bisa ia menjelaskan bahwa suara pintu yang terbuka perlahan bisa membuatnya ingin muntah?

Hingga malam itu, di sebuah hotel kecil untuk acara bisnis.

Kamar yang terlalu bersih. Lampu yang terlalu terang. Suara lift yang berdengung pelan tapi menusuk kepala. Lalu... ketukan pelan di pintu.

Dan semuanya meledak.

Sara mengunci diri di kamar mandi. Muntah. Menggigil. Menangis tanpa suara. Tubuhnya mengejang, kepalanya penuh dengan bayangan kabur-wajah laki-laki asing yang tak pernah bisa ia ingat, tapi cukup untuk membuat seluruh tubuhnya lumpuh oleh ketakutan.

Nicko hanya berada di kamar sebelah.

Dekat. Terlalu dekat. Dan itu cukup untuk membuatnya hancur dari dalam.

Setelah malam itu, ia membuka kotak kecil dari kayu yang selalu ia simpan di koper. Di dalamnya, ada sebotol kecil obat penenang yang sudah lama tidak ia sentuh.

Tanpa berpikir panjang, ia menelannya.

Itu tidak membuatnya tenang.

Tapi setidaknya, ia bisa bernapas.

Hari-hari setelahnya, ia mulai menjaga jarak.

Tidak lagi duduk terlalu dekat. Tidak lagi berbicara lebih dari yang diperlukan. Ia mulai tidur larut, pura-pura sibuk, pura-pura lupa. Dan Nicko... seolah tak benar-benar menyadari apa yang terjadi. Atau mungkin, memilih untuk tidak bertanya.

Karena bagaimana cara ia menjelaskan?

Bahwa trauma masa lalunya kembali-bukan karena Nicko, tapi karena dirinya sendiri yang tak pernah sembuh?

Akhirnya, Sara mengambil keputusan.

Tanpa peringatan. Tanpa diskusi. Hanya satu langkah kecil... tapi berarti banyak.

Malam itu, setelah memastikan koper kecilnya terisi dan tak ada yang tertinggal, ia duduk sebentar di ruang tengah. Rumah itu sunyi seperti biasa. Hening. Tertata rapi tapi tak pernah terasa hidup.

Ia membuka ponselnya. Jemarinya sempat berhenti di atas layar beberapa detik sebelum akhirnya mengetik pesan singkat.

Akhirnya, Sara mengambil keputusan.

Tanpa peringatan. Tanpa diskusi. Hanya satu langkah kecil... tapi berarti banyak.

Malam itu, setelah memastikan koper kecilnya terisi dan tak ada yang tertinggal, ia duduk sebentar di ruang tengah. Rumah itu sunyi seperti biasa. Hening. Tertata rapi tapi tak pernah terasa hidup.

Ia membuka ponselnya. Jemarinya sempat berhenti di atas layar beberapa detik sebelum akhirnya mengetik pesan singkat.

"Jika kau butuh aku untuk sesuatu yang penting, aku ada di butik. Sisanya... beri aku waktu."

Dikirim.

Tanpa embel-embel. Tanpa emoji. Tanpa penjelasan tambahan.

Lalu ia pergi.

Menyewa apartemen kecil di pinggiran distrik Clairval. Tidak luas, tidak mewah. Tapi sunyi dengan cara yang ia butuhkan.

Sampai malam itu.

1
Mar Lina
akankah sara menerima cinta, Nathaniel
es batu ...
lama" juga mencair...
lanjut thor ceritanya
di tunggu updatenya
Just_Loa: siap kak trmakasih sdh mmpir 🧡
total 1 replies
Mar Lina
aku mampir
thor
Synyster Baztiar Gates
Next kak
Synyster Baztiar Gates
lanjutt thor
Synyster Baztiar Gates
Next..
Synyster Baztiar Gates
Bagus thor
iqbal nasution
oke
Carrick Cleverly Lim
Hahahaha aku baca dari tadi sampe malam, mana next chapter nya thor?!
Just_Loa: Hahaha makasih udah baca sampai malam! 🤍 Next chapter lagi direbus pelan-pelan biar makin nendang, yaaa 😏🔥 Stay tuned!
total 1 replies
Kuro Kagami
Keren, thor udah sukses buat cerita yang bikin deg-degan!
Just_Loa: Makasih banyak! 🥺 Senang banget ceritanya bisa bikin deg-degan. Ditunggu bab-bab selanjutnya yaa~ 💙
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!