'Kegagalan adalah sukses yang tertunda.'
'Kegagalan bisa jadi pelajaran dan cambuk untuk terus maju menuju sukses.'
Dan masih banyak kalimat motivasi ditujukan kepada seseorang yang gagal, agar bisa bertahan dan terus berjuang.
Apakah kalimat motivasi itu berlaku dalam dunia asmara?
Nathania gagal menuju pertunangan setelah setahun pacaran serius penuh cinta. Dan Raymond gagal mempertahankan mahligai rumah tangga setelah tiga tahun menikah.
Mereka membuktikan, gagal bukan berarti akhir dari kisah. Melainkan kesempatan untuk melakukan sesuatu yang baru, lebih bernilai. Lahir dari karakter kuat, mandiri dan berani, setelah alami kegagalan.
Ikuti kisahnya di Novel ini: "Ketika Hati Menyatu"
Karya ini didedikasikan untuk yang selalu mendukungku berkarya. Tetaplah sehat dan bahagia di mana pun berada. ❤️ U. 🤗
Selamat Membaca
❤️🙏🏻💚
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sopaatta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27. KHM
...~•Happy Reading•~...
Raymond terdiam memikirkan wanita bernama Vania yang pernah dikenal pada masa kecil dan hampir hilang dari memorinya. 'Mengapa dia tiba-tiba minta bertemu denganku?' Raymond bertanya dalam hati.
"Ayah, aku sudah tidak terlalu ingat anak Om Danu yang bernama Vania ini. Mengapa tiba-tiba dia minta bertemu denganku?" Raymond tidak mau menebak lagi, karena sangat lelah. Dia ingin mengakhiri pembicaraan tentang wanita yang sudah lama tidak bertemu dan tidak punya hubungan khusus dengannya.
"Begini, Ray. Dia sebelumnya kuliah dan kerja di Amerika. Sekarang mau buka bisnis di Jakarta. Dia datang pada Ayah dengan Papanya...." Ayah Raymond menjelaskan yang dikatakan Vania dan Papanya, yang mau mengajak Raymond kerja sama di bidang Fashion.
"Ayah tahu, sejak aku tiba di sini, sudah tidak bekerja di bidang itu lagi. Mungkin mereka salah orang." Raymond berkata serius dan tidak tertarik, juga tidak berminat.
"Ray, ketemu dulu dengannya. Jadi kau bisa katakan langsung pada mereka. Supaya mereka tidak terus bertanya sama Ayah." Ayah Raymond berkata pelan dan tidak mau memaksa, sebab sudah mengenal karakter putra bungsunya. Kalau didesak, malah patah arang dan tidak akan mau bertemu.
"Baiklah.... Ayah jangan kasih nomor telponku ini. Ayah kasih nomor Vania atau Om Danu ke sini. Nanti besok aku hubungi mereka." Raymond tidak mau nomor telpon pribadinya diberikan, sebab belum tahu tujuan Vania dan Papanya mau bertemu dengannya.
"Ya, sudah. Istirahat. Besok baru kita telpon lagi. Ada yang mau Ayah bicarakan denganmu, sebelum bicara dengan kakakmu." Ayah Raymond bicara serius, membuat Raymond tidak protes dan tidak mau menanyakan topik pembicaraan Ayahnya.
"Nanti Ayah kirim nomor telponnya. Jangan lupa, kalau bicara dengan Vania, jaga perasaan Om Danu." Ayah Raymond mewanti-wanti sebelum mengakhiri pembicaraan mereka, sebab khawatir Raymond berbicara dan menunjukan tidak berminatnya lewat ucapan to the point.
"Iya, Ayah... Kirim nomor telpon mereka ke sini saja. Selamat istirahat, Yah. Salam buat Ibu." Raymond mengakhiri pembicaraan sebelum Ayahnya menanyakan perihal Belvaria yang aktivitasnya.
Setelah berbicara dengan Ayahnya, Raymond langsung berbaring dan meletakan kedua tangannya di bawah kepala sebagai bantal. 'Ayah mau bicara apa denganku dan Mas Johan? Apa tentang karier Belvaria atau keenggangannya punya anak?' Raymond membatin sambil melihat langit-langit dengan perasaan berat.
'Oh, Lord... Help me... Aku harus bagaimana hadapi dan selesaikan persoalan ini?'. Hatinya sangat sarat, karena belum menemukan alasan yang bisa diterima oleh hati nuraninya. Dan juga keluarganya tentang keenggangan Belvaria yang belum mau punya anak. Raymond terus berpikir hingga tertidur.
~*
Ke esokan hari ; Saat tiba di kantor, Raymond berbicara dengan sekretaris untuk mengatur ulang schedule hari itu. Dia ingin pastikan schedulenya sebelum menghubungi Vania atau Papanya. Agar dia sudah bisa memutuskan waktu pertemuan.
Setelah memikirkan semalaman, dia tidak mau menunda pertemuan dengan Vania, agar hubungan baik Ayahnya dengan Papa Vania tetap terjalin baik. Apa lagi mereka sering melakukan kerja sama dalam berbagai bisnis.
Oleh sebab itu, dia putuskan bertemu saat makan siang untuk bicarakan tujuan Vania dan Papanya. Dia khawatir, kalau yang menentukan waktu dari pihak Vania, mereka akan minta makan malam bersama. Padahal dia sedang tidak ingin makan malam di luar rumah. Sehingga dia menghubungi Vania untuk membuat janji.
Vania yang mengetahui Raymond mau bertemu dengannya, bersorak girang. Sehingga tidak sabar menanti tiba waktu makan siang. Dia sudah menunggu bertahun-tahun bisa bertemu dengan Raymond, idolanya.
Dia berangkat lebih awal, agar bisa ke salon sebelum ke restoran. Dia berusaha tampil secantik mungkin, karena sudah tahu, istri Raymond adalah artis yang sangat cantik.
Menjelang waktu makan siang, Raymond tiba di restoran. Dia menyebut namanya kepada waiters yang menyambut, lalu diantar ke tempat yang sudah direservasi oleh sekretarisnya.
Vania yang sudah melihat kedatangan Raymond, segera berdiri dengan jantung yang berdetak tidak teratur. Kehadiran Raymond bagaikan magnit yang menarik perhatian pengunjung restoran, terutama dia yang sudah lama menunggu. Dia segera merapikan penampilannya, lalu berdiri menyambut Raymond.
Dari jauh, Raymond terkejut saat waiters menunjuk tempat seorang gadis cantik yang sudah berdiri menyambutnya. "Terima kasih." Ucap Raymond kepada Waiters, lalu berjalan cepat dengan langkah panjang ke arah Vania. "Anda Vania?" Tanya Raymond sebelum menyalami, karena dia tidak mengenal Vania dan mau memastikan.
"Iya, Mas. Aku Vania. Terima kasih sudah sediakan waktu untuk bertemu denganku." Jawab Vania tidak bisa menyembunyikan rasa senang dan kagumnya, melihat Raymond makin tampan dari yang dibayangkan dan menyalami dia dengan hangat.
"Ok. Silahkan duduk." Ucap Raymond, lalu mengotak-atik ponsel sambil menunggu. Dia merasa tidak nyaman duduk berdua saja dengan Vania, sehingga dia berharap, Papa Vania segera tiba.
"Aku masih kenal Mas Ray." Ucap Vania sambil tersenyum untuk menarik perhatian Raymond.
'Sikap Mas Ray, tidak berubah. Langsung mengatakan yang ada di hati, tanpa basa-basi. Tapi makin tampan dari waktu ke waktu.' Vania tidak malu-malu menunjukan rasa kagumnya kepada Raymond.
"Terima kasih..." Ucap Raymond makin tidak enak, sebab Papa Vania belum datang.
Melihat respon Raymond yang pasif, Vania jadi menyadari, Raymond tidak tenang. "Mas Ray mau makan dulu, atau mau bicarakan rencanaku?" Tanya Vania, sebab melihat Raymond hanya diam menunggu.
"Kita tidak menunggu Papamu dulu?" Tanya Raymond, sebab sedang menunggu kedatangan Papa Vania untuk membahas pertemuan mereka.
"Oh, maaf Mas Ray. Papa ngga ikut lunch, karna masih di Surabaya. Sekarang hanya kita, karna aku yang mau bertemu dengan Mas Ray." Vania menjelaskan cepat. Dia khawatir melihat perubahan sikap Raymond saat mendengar Papanya tidak ikut lunch bersama mereka.
"Mengapa tadi di telpon, kau tidak bilang begitu? Kau berkata, seakan-akan Papamu ada di sini dan mau lunch dengan kita." Raymond langsung protes.
"Tadi saat Mas Ray telpon, aku tidak tahu mau bicara apa. Maaf, Mas." Vania langsung minta maaf.
Raymond menghembuskan nafas perlahan untuk mengendalikan emosinya. Dia tidak menyukai sesuatu yang tidak pasti. "Lain kali, kalau Papamu tidak ikut, kasih tahu dari awal. Supaya aku bisa atur cara pertemuan yang lain." Raymond berkata serius sambil menatap Vania.
Kalau hanya bertemu dengan Vania, Raymond akan minta Vania datang ke kantornya. Dia menghormati Papanya, jadi mengajak makan siang. Karena kesan yang diberikan Vania, Papanya juga akan bertemu dengannya.
"Maaf, Mas Ray. Memang aku bilang mau bertemu dengan Mas Ray. Papa juga mau bertemu, tapi bukan sekarang." Vania khawatir, karena dia belum bicarakan niatnya kepada Raymond.
Raymond ingat Ayahnya. "Kalau begitu, mari lunch. Nanti kita bicara setelah itu." Raymond langsung putuskan, agar apa pun yang dibicarakan nanti, tidak merusak selera makannya. Raymond memanggil waiters untuk mendekati meja mereka.
...~_~...
...~▪︎○♡○▪︎~...