NovelToon NovelToon
Cinta Datang Setelah Pergi

Cinta Datang Setelah Pergi

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Percintaan Konglomerat / Cinta Paksa / Cinta Seiring Waktu / Romansa
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: jannah sakinah

Di balik tirai kemewahan dan kekuasaan, Aruna menyembunyikan luka yang tak terobati, sebuah penderitaan yang membungkam jiwa. Pernikahannya dengan Revan, CEO muda dan kaya, menjadi penjara bagi hatinya, tempat di mana cinta dan harapan perlahan mati. Revan, yang masih terikat pada cinta lama, membiarkannya tenggelam dalam kesepian dan penderitaan, tanpa pernah menyadari bahwa istrinya sedang jatuh ke jurang keputusasaan. Apakah Aruna akan menemukan jalan keluar dari neraka yang ia jalani, ataukah ia akan terus terperangkap dalam cinta yang beracun?

Cerita ini 100% Murni fiksi. Jika ada yang tak suka dengan gaya bahasa, sifat tokoh dan alur ceritanya, silahkan di skip.

🌸Terimakasih:)🌸

IG: Jannah Sakinah

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jannah sakinah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 7

“Aku tahu itu tidak adil untukmu,” lanjut Revan, menatap Aruna dengan penuh penyesalan.

“Aku salah, Aruna. Aku sangat salah. Dan aku ingin memperbaikinya. Aku tahu aku tidak bisa menghapuskan luka-luka itu, tetapi aku ingin memberimu sesuatu yang lebih jika kamu bersedia memberiku kesempatan kedua.”

Aruna merasa bingung. Setiap kata yang keluar dari mulut Revan seperti pisau yang menusuk perlahan, menggores luka lama yang seharusnya sudah sembuh.

Ia merasa hatinya berat, terombang-ambing antara masa lalu yang penuh penderitaan dan masa depan yang penuh ketidakpastian.

Apakah ia harus memberi Revan kesempatan lagi? Apakah ia bisa melupakan semua yang telah terjadi dan mempercayainya sekali lagi?

“Revan…”

Aruna mulai berbicara, suaranya agak serak.

“Aku sudah terlalu lama menunggu, berharap kamu akan melihatku. Tapi aku sadar, aku tidak bisa terus hidup dalam bayangan seseorang yang bahkan tidak bisa melihat aku dengan jelas. Kamu masih terikat pada masa lalumu, dan aku tidak bisa menjadi bagian dari itu. Aku butuh seseorang yang melihat aku, yang menganggap aku lebih dari sekadar pilihan kedua.”

Revan terdiam, wajahnya semakin suram. Ia tahu bahwa Aruna benar. Ia telah berlarut-larut dalam ketidakpastian dan penundaan. Ia telah membuat Aruna merasa tidak cukup, seolah-olah dia tidak pernah lebih dari pengganti sementara.

“Aku tahu aku tidak berhak atasmu, Aruna,” kata Revan pelan, hampir seperti bisikan.

“Tapi aku ingin kamu tahu bahwa aku masih mencintaimu. Aku ingin berubah. Aku ingin menjadi orang yang pantas untukmu, jika kamu masih memberi aku kesempatan.”

Aruna menatapnya dengan tatapan kosong. Ia merasa sesak di dada, tetapi ada juga rasa lega. Mungkin ia sudah mendapatkan jawaban yang selama ini ia cari.

Jawaban yang bukan dari Revan, tetapi dari dirinya sendiri. Ia sudah cukup. Ia sudah cukup kuat untuk berjalan tanpa bayang-bayang masa lalu. Ia sudah cukup kuat untuk melepaskan hubungan yang telah lama tidak memberi apa-apa selain rasa sakit.

“Aku juga pernah mencintaimu, Revan,” kata Aruna dengan lembut, meskipun matanya mulai berkaca-kaca.

“Tapi sekarang aku tahu, cinta saja tidak cukup. Aku membutuhkan lebih dari itu aku membutuhkan seseorang yang bisa melihatku, mendengarkan aku, dan hadir sepenuhnya, bukan hanya sebagian. Aku ingin melanjutkan hidupku, tanpa ada penyesalan, tanpa ada perasaan terjebak.”

Revan menundukkan kepalanya, merasakan kesedihan yang mendalam. Ia tahu, saat itu juga, bahwa ia telah kehilangan Aruna untuk selamanya.

Meskipun ia masih mencintainya, ia tahu bahwa perasaan itu tidak cukup untuk memperbaiki semua yang telah hancur. Aruna sudah tidak lagi menjadi bagian dari hidupnya, dan ia harus menerima kenyataan itu.

“Jika itu yang kamu inginkan, Aruna, aku tidak akan menghalangimu,” jawab Revan, suaranya penuh kepasrahan. “Aku akan selalu menghormati keputusanmu.”

Aruna berdiri, memberikan satu pandangan terakhir pada Revan, lalu berbalik untuk meninggalkan ruangan itu.

Ia tahu ini adalah saat yang tepat untuk menutup bab lama dan membuka lembaran baru dalam hidupnya. Ia tidak lagi mencari kebahagiaan dari orang lain.

Kini, ia tahu bahwa kebahagiaan itu hanya bisa ditemukan dalam dirinya sendiri.

Saat Aruna melangkah keluar dari rumah itu, perasaan lega mulai menggantikan kesedihannya.

Ia telah melepaskan Revan, dan dengan itu, ia melepaskan diri dari beban yang telah lama mengikatnya.

Kini, Aruna bisa melangkah maju dengan keyakinan baru. Langkahnya, meskipun masih terasa berat, semakin yakin menuju masa depan yang lebih cerah.

Hari-hari setelah pertemuan dengan Revan mengalir dengan perasaan campur aduk. Meskipun Aruna merasa lega telah membuat keputusan untuk melepaskan dirinya dari masa lalu, ia juga merasakan kesepian yang lebih dalam daripada sebelumnya.

Keputusan itu benar, dan ia tahu itu adalah langkah yang tepat. Namun, dalam keheningan malam, saat ia sendiri di kamar tidurnya, bayang-bayang masa lalu masih menghantui pikirannya.

Aruna duduk di meja kerjanya, menatap layar komputer yang menampilkan proyek desain terbaru yang sedang ia kerjakan. Tapi, pikirannya teralihkan pada kenangan akan Revan, pada suara lembutnya, pada senyuman yang dulu ia rasakan sebagai sebuah pelukan.

Kini, semuanya telah berubah, dan ia tidak tahu bagaimana cara menanggapi kenyataan bahwa ia sudah benar-benar meninggalkan masa lalu itu.

Maya, sahabat baiknya, selalu hadir untuk memberikan dukungan. Sejak pertemuan dengan Revan, Maya tidak berhenti mengingatkan Aruna untuk menjaga dirinya, untuk terus maju.

"Aruna, kamu sudah melalui hal yang sangat besar. Kini, saatnya untuk benar-benar menjalani hidupmu tanpa menoleh ke belakang," kata Maya dalam percakapan mereka beberapa hari setelah pertemuan itu.

"Tidak ada yang bisa menghentikanmu sekarang."

Maya benar. Tidak ada yang bisa menghentikan Aruna kecuali dirinya sendiri. Meskipun rasa sakit dari masa lalu itu masih ada, Aruna tahu bahwa ia harus melanjutkan hidupnya. Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, ia merasa sedikit lebih bebas, lebih ringan.

Aruna memutuskan untuk lebih fokus pada pekerjaannya, menenggelamkan diri dalam dunia desain yang selama ini telah menjadi pelarian baginya. Ia bahkan mulai menerima lebih banyak proyek freelance, yang memberinya kebebasan lebih besar dalam berkarya.

Setiap desain yang ia buat menjadi ekspresi dirinya lebih dari sekadar pekerjaan. Ia mulai menemukan kepuasan dalam kreativitas yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

Setiap goresan pena dan setiap pilihan warna terasa lebih bermakna, seolah-olah dunia yang sebelumnya penuh dengan ketidakpastian kini mulai berwarna dengan jelas.

Namun, ada hari-hari ketika Aruna merasa cemas. Setiap kali ia melangkah keluar dari apartemennya, ia melihat pasangan-pasangan yang tampaknya bahagia. Di antara keramaian kota, ia merasa sedikit terasing.

Tidak ada seseorang yang menemaninya lagi, tidak ada seseorang yang bisa dia andalkan sepenuhnya. Meskipun ia tahu bahwa ia lebih kuat daripada sebelumnya, perasaan kesepian itu tak bisa dielakkan.

Suatu sore, saat berjalan sendirian di taman kota, Aruna bertemu dengan seseorang yang tidak ia duga. Seorang pria yang tampaknya seumuran dengannya, dengan tatapan yang hangat dan senyum yang mudah. Mereka saling berpapasan, dan pria itu memberinya senyum kecil, sebelum berhenti sejenak dan menyapa.

“Selamat sore, maaf kalau saya mengganggu. Tetapi saya pikir saya pernah melihat Anda di sebuah acara seni beberapa waktu lalu. Apakah Anda seorang desainer grafis?” pria itu bertanya, suaranya ramah.

Aruna berhenti sejenak, tersenyum bingung. “Oh, ya, saya memang seorang desainer. Tapi, saya rasa saya tidak ingat pernah bertemu dengan Anda sebelumnya.”

Pria itu tertawa kecil, mengangkat bahunya. “Mungkin saya salah, tapi saya senang akhirnya bisa berbicara dengan Anda. Saya sering melihat karya-karya Anda di media sosial. Anda luar biasa.”

Aruna merasa sedikit terkejut, tetapi juga merasa senang mendengar pujian itu. Dunia seni memang kecil, dan kadang-kadang pujian datang dari tempat yang tidak terduga.

“Terima kasih,” jawab Aruna, mencoba tersenyum tulus. “Nama saya Aruna.”

“Saya Rio,” pria itu menjawab. “Senang akhirnya bisa berbicara dengan Anda.”

1
Jannah Sakinah
Terima kasih sudah singgah, dan Terima kasih atas dukungannya❤
cintah_jeno
semangat terus ya kak /Kiss/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!