Apa kamu bisa bertahan jika seorang yang kau kasihi dan kau hormati menorehkan luka begitu dalam.
Penghianat yang di lakukan sang Suami membuat Ellen wajib berlapang dada untuk berbagi segala hal dengan wanita selingkuhan Suaminya.
Ingin rasanya Ellen pergi menjauh namun Davit, Suaminya tidak mau menceraikan. Ellen di tuntut bertahan meski hampir setiap hari dia menerima siksaan batin. Bagaimana hati Ellen tidak sakit melihat lelaki yang di cintai membagi perhatian serta kasih sayang nya di pelupuk mata. Namun tidak ada pilihan lain kecuali bertahan sebab David tak membiarkannya pergi.
Suatu hari tanpa sengaja, Ellen di pertemukan dengan seseorang yang nantinya bisa menolongnya terlepas dari belenggu David.
Langsung baca ya👇
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HaluSi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 6
Setelah mengantar Yuan, Johan langsung merancang strategi untuk membawa Ellen keluar dari rumah David. Cara tertawa Ellen membuat Johan sedikit tersinggung. Dia berusaha membuktikan ucapannya dalam waktu singkat agar Ellen tidak lagi meremehkan nya.
Bukan hal sulit bagi Johan menerobos masuk rumah David yang hanya memiliki sistem keamanan CCTV dan penjaga rumah. Tadinya Johan pikir akan ada pengamanan ketat selayaknya rumah Yuan. Namun rupanya orang suruhan David hanya berkerja saat Ellen berada jauh dari pengawasan nya. Ketika Ellen berada di rumah, orang suruhan pulang dan menunggu perintah selanjutnya.
Sistem CCTV di retas lalu di buat seolah-olah mengalami eror. Setelah berhasil, Johan berdiri di ambang pintu pagar dan berdalih menanyakan alamat. Hanya dalam hitungan detik, dua penjaga berhasil di lumpuhkan mengunakan obat bius.
Kini Johan dan beberapa anak buahnya menerobos masuk dengan cara berjalan mengendap-endap. Terlihat, David, Paula dan Bu Sarah masih duduk berbincang di ruang tengah. Johan memerintahkan anak buahnya untuk memeriksa area belakang lebih dulu sebelum melanjutkan rencana.
Setelah aman, Johan keluar secara terang-terangan sambil menodongkan senjata meski area wajah di tutupi masker. Johan ingin sedikit bermain-main dengan David seolah-olah terjadi perampokan.
"Ambil yang kalian mau dan jangan sakiti keluarga ku." Pinta David. Dia tampak tenang karena semua surat properti juga tabungan sengaja di simpan terpisah dan di letakkan di tempat khusus. Hanya ada beberapa tumpuk uang di laci lemari juga barang mewah seperti tas dan jam tangan.
"Aku tidak butuh uang. Aku butuh Istri mu." Jawab Johan seraya tertawa kecil.
"Apa yang kau harapkan dari wanita hamil?" Tanya David. Dia mengira Johan menginginkan Paula.
"Bukan dia, tapi Istri mu yang lain."
Ekspresi David langsung berubah garang, dia tidak rela mendengar ada seorang lelaki menginginkan Ellen apalagi di ucapkan secara terang-terangan. David berniat melawan, tidak ingin Johan dan kawanannya menemukan Ellen. Namun sebelum perlawanan sempat di lakukan, David lebih dulu pingsan akibat obat bius begitupun Paula dan Bu Sarah.
Agar aktingnya lebih menyakinkan, Johan membuka paksa kamar dengan cara mendobraknya. Saat Ellen panik, Johan menurunkan masker sambil tersenyum simpul.
"Aku datang untuk memenuhi kesepakatan kita." Ujar Johan santai.
"Bagaimana kau bisa sampai ke sini?" Tanya Ellen sambil berjalan ke arah pintu, dia mengintip dari samping pintu untuk melihat situasi." Ka kau bunuh mereka?" Imbuh Ellen berbisik.
"Mereka hanya pingsan."
"Syukurlah, padahal aku tidak peduli jika mereka mati." Keluh Ellen bergumam.
"Ayo kita pergi. Aku sudah mendapatkan izin ke Tuan Yu." Johan meraih pergelangan tangan Ellen dan hendak mengiringnya keluar.
"Eh sebentar." Tolak Ellen.
"Kenapa lagi? Tanya-tanya di mobil saja."
"Sebelum pergi hapus rekaman CCTV dulu." Johan tertawa kecil.
"Aku lebih pintar darimu. Semua sudah membereskannya."
"Wah hebat sekali." Puji Ellen.
"Katanya mau pergi dari sini. Ayo cepat sebelum mereka sadar."
"Aku ambil tas dulu."
"Astaga tidak perlu." Johan sedikit menyeret paksa Ellen lalu mengiringnya masuk mobil.
Keinginan yang sudah terpendam terlalu lama membuat Ellen menganggap jika dirinya sedang bermimpi. Sepanjang perjalanan menuju kediaman Yuan, Ellen senyum-senyum sendiri. Beberapa kali Johan menoleh, dia menyadari sikap ganjil Ellen yang menunjukkan tanda-tanda orang stres berat.
Seperti ini rasanya menolong? Memang berbeda tapi lebih menyenangkan membunuh musuh-musuh tanpa belas kasihan. Batin Johan. Dia memerintahkan beberapa anak buahnya untuk diam dan membiarkan Ellen berekpresi sesuka nya. Sebaiknya aku mencari pellacur saja. Aku tidak mau menodai kebaikan yang mungkin hanya ku lakukan sekali seumur hidup.
Johan miris melihat sikap ganjil Ellen. Padahal wanita yang tengah duduk di sampingnya memiliki paras sangatlah cantik. Johan sendiri tidak banyak tahu soal permasalahan hubungan. Dia pun tidak mengerti kenapa David menikahi Ellen namun menghadirkan wanita lain. Ah entahlah, Johan tidak mau di pusingkan dengan masalah itu. Yang terpenting Ellen berhasil keluar dari rumah David.
.
.
.
.
Membutuhkan waktu lima belas menit untuk tiba di kediaman Yuan. Saat mobil hampir mencapai lokasi, rumah sekitar tampak tak berpenghuni. Ellen sama sekali tidak memperhatikan situasi tersebut. Dia terlalu senang bisa keluar dari rumah David yang di anggap sebagai neraka.
Mobil terparkir di depan rumah yang ukurannya lebih kecil daripada bangunan utama. Di tempat tersebut Mbok Lela dan para pembantu lain beristirahat termasuk Johan. Fasilitas rumah sangatlah lengkap. Ada ruang tamu, dapur bahkan ruang bersantai. Terdapat enam kamar berukuran cukup besar lengkap dengan perabotan seperti ranjang, lemari, pendingin ruangan dan kamar mandi dalam. Namun meski begitu, setiap sudut di lengkapi dengan CCTV yang memantau kegiatan mereka dalam 24 jam.
"Mbok Lela seperti nya sudah tidur. Lebih baik kamu beristirahat." Ujar Johan.
"Eh sebentar." Ellen meraih lengan Johan untuk mencegahnya pergi.
"Besok pagi kalau ada senggang waktu, kita beli beberapa potong baju." Johan pikir Ellen mau menanyakan soal baju yang memang belum di beli.
"Itu masalah gampang. Aku bisa pinjam baju siapapun. Eum aku mau mengucapkan terimakasih."
Johan tertawa kecil. Dia merasa aneh melihat sikap yang di tunjukkan Ellen barusan. Itu karena ini kali pertama Johan melibatkan diri dalam urusan wanita muda. Kalaupun terpaksa memberikan pertolongan, biasanya di berikan pada orang tua itupun tidak sembarangan orang dan penuh dengan pertimbangan.
"Jangan meremehkan ku. Membantai keluarga mereka pun aku bisa tapi sayangnya tidak ada alasan kuat melakukan nya."
"Aku memang membutuhkan orang seperti mu. Tapi di sini keamanannya terjamin kan? Lelaki itu sedikit gila dan nyawamu bisa terancam." Johan kembali terkekeh untuk kesekian kali.
"Nama mu sudah ku masukkan anggota dan itu berarti keselamatan mu tanggung jawab kita bersama."
"Kita? Maksudnya aku dan kamu?" Menunjuk dada secara bergantian.
"Kita, berarti seluruh orang yang berada di naungan Tuan Yu. Aku harus pergi..."
"Eh tunggu." Ellen sedikit menarik lengan Johan." Tapi aku belum yakin jika di sini aman." Imbuhnya melontarkan kekhawatirannya.
"Kamu bisa nilai sendiri nanti."
"Sebelum aku yakin, imbalannya tidak bisa ku berikan." Johan tersenyum seraya mengangguk-angguk.
"Apa kamu sering menawarkan itu pada lelaki lain?"
"Ya setiap kali ada kesempatan seperti tadi." Jawab Ellen lirih. Dia pun merasa miris dengan sikap murahan yang terpaksa di tunjukkan untuk mendapatkan sebuah kebebasan." Mereka semua gagal dan bisa jadi ada yang terbunuh. Mungkin aku sudah terkenal di kalangan lelaki kaya itu sebagai wanita murahan. Terserah mereka menyebut ku apa. Aku hanya ingin keluar dari tempat itu tapi tidak ada yang berhasil." Imbuhnya menjelaskan.
"Sebelum menikah, apa perkerjaan Nona? Ada hubungannya dengan dunia malam atau..."
"Kami sudah bertunangan sejak aku kelas satu SMA. Setelah lulus kita menikah jadi aku belum pernah berkerja." Jawab Ellen seraya tertawa kecil.
Aku tidak bisa berkomentar. Ujar Johan dalam hati. Niatnya memanfaaatkan semakin tidak ingin di lakukan.
"Jangan pernah katakan itu pada lelaki manapun. Aku pastikan kamu akan aman di sini selama kamu menaati peraturan yang ada."
"Peraturannya seperti apa?" Tanya Ellen.
"Besok akan ku jelaskan." Johan memegang tangan Ellen lalu menyingkirkan nya dari lengan." Aku tidak butuh imbalan jadi eum tidak perlu di pikirkan. Silahkan beristirahat." Johan tersenyum sejenak lalu melangkah pergi.
Ellen masih berdiri memperhatikan kepergian Johan, lelaki yang menurutnya sopan dan berhasil mencuri perhatian. Apalagi paras Johan sangatlah tampan meski penampilannya cenderung mirip berandalan.
Belum apa-apa sudah meleleh. Buang jauh-jauh pikiran itu El. Sudah untung ada orang yang mau menolong mu. Batin Ellen.
Terlalu lama di acuhkan membuat Ellen haus akan perhatian sehingga apa yang di lakukan Johan sangat menyentuh hati nya.
"Aman tidak ya? Katanya jadi pembantu kok kamarnya besar sekali." Ellen terkejut ketika ada sebuah tangan menepuk pundaknya." Eh siapa!!!" Teriaknya panik. Takut kalau sosok di belakangnya adalah David.
"Nona siapa?" Tanya seorang wanita paruh baya yang tidak lain adalah Mbok Lela.
"Saya Ellen. Saya ke sini bersama... Aduh siapa ya? Saya lupa namanya." Sambil tersenyum nyengir.
"Johan?"
"Tidak tahu Bu. Pokoknya dia setinggi ini dan..."
"Pakai jaket kulit dan celana jeans hitam?" Ellen mengangguk-angguk.
"Iya Bu, itu."
"Itu Johan. Tuan muda kedua setelah Tuan Yu. Hanya saja sikapnya sedikit badung jadi menolak di panggil Tuan hehe." Tutur Mbok Lela menjelaskan. Kedua orang tua Yuan sendiri yang menyuruh Mbok Lela mengakui Johan sebagai anak kandung mereka.
"Oh Tuan muda juga." Ujar Ellen merasa tidak enak mengingat cara bicaranya pada Johan yang terlalu santai bahkan cenderung tidak sopan.
"Tapi dia akan marah kalau di panggil Tuan. Sebaiknya panggil nama saja." Ellen kembali mengangguk-angguk." Saya Mbok Lela yang mengurus bagian dapur juga bersih-bersih rumah." Imbuhnya seraya mengulurkan tangan.
"Saya Ellen Mbok." Bergegas Ellen menyambut tangan Mbok Lela.
"Sudah di beritahu kamarnya?"
"Dia menyuruh saya menempati kamar ini." Menunjuk kamar di samping.
"Banyak yang kosong kamarnya. Pembantu lelaki lebih suka tidur di pos penjagaan bersama yang lain. Maklum, Mbok wanita sendiri. Untung sekarang ada temannya."
"Begitu ya Mbok." Ellen tersenyum sungkan." Tapi saya tidak bisa beres-beres rumah." Imbuhnya pelan." Eum kalau Mbok berkenan, saya mau belajar beres-beres." Mbok Lela tersenyum simpul.
"Johan sudah ngomong soal kamu. Tenang saja, rumah juga tidak seberapa kotor. Tuan Yu orang yang rapi dan jarang keluar kamar. Nanti Mbok ajari dikit-dikit." Ellen tersenyum lega mendengar itu." Kamu sudah makan belum?" Tanya Mbok Lela sebab Ellen terlihat sangat kurus.
"Sudah Mbok." Padahal Ellen jarang makan karena kehilangan selera.
"Ya sudah kamu istirahat langsung ya. Kalau tidur jangan lupa pintu nya di kunci soalnya yang berkerja di sini semuanya lelaki. Takutnya mereka khilaf karena kamu terlalu cantik." Ellen tertawa kecil lebih tepatnya menertawakan diri nya sendiri. Kecantikan nya tidak lah sempurna sebab dia tidak bisa memiliki anak.
Daripada pembahasan merembet ke masalah lain, Ellen memutuskan masuk kamar meski untuk tidur, dia belum yakin bisa melakukannya.
🌹🌹🌹