NovelToon NovelToon
Terpaksa Kawin Kontrak

Terpaksa Kawin Kontrak

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikah Kontrak
Popularitas:3.6k
Nilai: 5
Nama Author: Biqy fitri S

Elzhar Magika Wiratama adalah seorang dokter bedah kecantikan yang sempurna di mata banyak orang—tampan, disiplin, mapan, dan hidup dengan tenang tanpa drama. Ia terbiasa dengan kehidupan yang rapi dan terkendali.

Hingga suatu hari, ketenangannya porak-poranda oleh hadirnya Azela Kiara Putri—gadis sederhana yang ceria, tangguh, namun selalu saja membawa masalah ke mana pun ia pergi. Jauh dari tipe wanita idaman Elzhar, tapi entah kenapa pesonanya perlahan mengusik hati sang dokter.

Ketika sebuah konflik tak terduga memaksa mereka untuk terjerat dalam pernikahan kontrak, kehidupan Elzhar yang tadinya tenang berubah jadi penuh warna, tawa, sekaligus kekacauan.

Mampukah Elzhar mempertahankan prinsip dan dunianya yang rapi? Atau justru Azela, dengan segala kecerobohan dan ketulusannya, yang akan mengubah pandangan Elzhar tentang cinta?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Biqy fitri S, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sisil Hamil

Malam itu, kafe milik Divo tampak sepi. Lampu redup temaram menambah suasana dingin. Divo duduk sendiri di kursi pelanggan, matanya fokus pada layar laptop, seolah tak ada hal lain yang penting selain pekerjaannya.

Tak lama, langkah ragu terdengar. Sisil muncul, berdiri beberapa saat di dekat pintu, sebelum akhirnya memberanikan diri menghampiri.

“Mas Divo…” panggilnya pelan.

Divo tersentak, lalu menoleh. Alisnya berkerut, jelas tak menyangka.

“Sisil? Ngapain kamu ke sini?” ucapnya singkat, dingin.

“Mas… boleh kita ngobrol sebentar?” suara Sisil terdengar lirih, hampir bergetar.

Divo menarik napas kasar, lalu menutup laptopnya. “Silakan duduk,” jawabnya datar.

Sisil duduk perlahan, jemarinya saling menggenggam gelisah. “Mas… kenapa mas gak pernah jawab telepon aku? Gak pernah balas chat aku? Apa aku salah sama mas?” tanyanya dengan mata berkaca-kaca.

Divo menegakkan tubuh, suaranya terdengar tajam. “Aku sibuk. Aku gak punya waktu buat meladeni hal-hal yang gak penting.”

Sisil terdiam, hatinya tercekat. “Maksud mas… aku ini gak penting?” suaranya nyaris berbisik. “Mas… apa malam itu—”

Belum sempat ia menyelesaikan kalimat, Divo sudah memotong tanpa ampun.

“Aduh, maaf ya. Waktu itu aku terlalu mabuk. Dan bukannya kamu juga yang di situ menginginkannya? Jadi… ya anggap aja kecelakaan. Sama-sama menikmati juga, kan?”

Ucapan itu menusuk hati Sisil seperti pisau. Air matanya jatuh tanpa bisa ia tahan. “Mas… jadi setelah kejadian itu… kamu anggap gak ada apa-apa? Kamu tega banget…”

Divo berdiri, wajahnya sama sekali tak menunjukkan rasa bersalah. “Aduh, udahlah. Stop playing victim. Semua orang bisa dengar kamu nangis, bikin malu aja. Aku lagi sibuk, sebaiknya kamu pergi, jangan ganggu aku lagi.”

Tanpa menunggu jawaban, ia melangkah pergi, meninggalkan Sisil yang duduk sendiri dengan tubuh gemetar.

“Mas…” lirih Sisil, namun suaranya hilang ditelan sepi. Tangisnya pecah, menundukkan wajah sambil menutup mulutnya rapat agar tidak terdengar. Hatinya remuk—malam yang ia kira penuh cinta, ternyata hanyalah kesalahan yang tak berarti apa-apa di mata Divo.

Sisil berjalan keluar dari kafe dengan langkah gontai. Air matanya masih mengalir, tapi ia berusaha menahannya agar tak jadi tontonan orang di jalan. Malam itu terasa begitu dingin, meski angin tak begitu kencang.

“Kenapa mas Divo sekejam itu sama aku…” gumamnya lirih.

Ia teringat kembali malam itu—tatapan, sentuhan, janji-janji manis Divo yang kini terasa seperti racun. Hatinya semakin hancur, tubuhnya gemetar hebat.

Hari-hari berikutnya, Sisil mencoba melanjutkan rutinitas seperti biasa di butik bersama Azel. Namun, ia mulai merasa tubuhnya aneh. Mual tiap pagi, cepat lelah, dan siklus bulanannya tak kunjung datang.

Saat sendirian di kamar, Sisil duduk di tepi ranjang sambil memegangi perutnya. Air matanya jatuh lagi.

“Jangan-jangan… aku hamil?” bisiknya ketakutan.

Ia menatap cermin, melihat wajahnya sendiri yang pucat.

“Apa yang harus aku lakuin kalau bener? Mas Divo aja udah buang aku kayak gini… gimana kalau dia gak mau tanggung jawab?”

Tangannya gemetar saat menyentuh perutnya. Perasaan campur aduk—takut, marah, kecewa, dan bingung—menghantam dirinya sekaligus.

Di lubuk hatinya yang paling dalam, Sisil tahu hidupnya tidak akan pernah sama lagi setelah malam itu.

Malam itu, setelah semua orang di rumah tertidur, Sisil memberanikan diri pergi ke apotek. Tangannya gemetar saat membeli test pack, seolah seluruh dunia tahu apa yang ia sembunyikan.

Sesampainya di kamar, ia duduk di lantai kamar mandi dengan napas terengah. Test pack itu ada di tangannya, tapi jantungnya berdetak terlalu kencang.

“Aku harus tau… aku gak bisa terus-terusan kayak gini,” bisiknya, hampir menangis.

Dengan tangan bergetar, ia pun melakukan tes. Detik-detik menunggu terasa seperti mimpi buruk yang tak berujung. Sisil menggigit bibirnya, matanya tak lepas dari alat kecil itu.

Perlahan, dua garis merah muncul jelas.

Sisil terdiam. Nafasnya tercekat, tubuhnya melemas.

“Dua garis… beneran… aku hamil…” suaranya pecah, air mata jatuh membasahi pipi.

Ia menutup mulutnya rapat-rapat agar tangisnya tidak terdengar, namun tubuhnya bergetar hebat. Seakan seluruh beban dunia jatuh di pundaknya.

Sambil memegangi perutnya, ia berbisik lirih,

“Aku harus gimana…? Apa aku sanggup ngelewatin ini sendiri? Mas Divo… kenapa kamu tega banget sama aku…”

Sisil menangis sejadi-jadinya malam itu, sendirian, dalam kesunyian yang menyesakkan.

Keesokan harinya, wajah Sisil tampak pucat saat masuk butik. Matanya sembab, semalaman ia tak bisa tidur. Azel sempat menatap heran.

“Sil, lo gak apa-apa? Mukanya kok kayak orang habis nangis?” tanya Azel lembut.

Sisil buru-buru mengusap wajahnya dan tersenyum dipaksakan.

“Enggak kok, Kak. Gue cuma kurang tidur aja, banyak kepikiran soal kerjaan,” jawabnya singkat, berusaha menutupi kegelisahan.

Padahal hatinya sedang porak poranda. Setiap langkah terasa berat, seolah rahasia besar yang ia sembunyikan bisa terbongkar kapan saja.

Di sela pekerjaannya, Sisil sering tanpa sadar memegangi perutnya. Ada rasa takut sekaligus bingung. Ia ingin teriak, tapi tak ada tempat untuk bercerita.

“Aku gak bisa… Aku belum siap bikin Azel atau siapa pun tau. Kalau mereka tau aku hamil… apa yang akan mereka pikirin? Apa mereka akan menganggap aku murahan? Atau… malah ninggalin aku?” gumamnya dalam hati.

Air matanya nyaris jatuh lagi, tapi ia cepat-cepat menghapusnya.

“Enggak, Sil… lo harus kuat. Rahasia ini lo simpan sendiri. Sampai lo yakin apa yang harus dilakukan.”

Dan sejak hari itu, Sisil menjalani hari-harinya dengan senyum palsu, sementara hatinya hancur diam-diam, membawa beban yang kian berat sendirian.

1
a
waduhh pantesan pas azel datang kerumahnya matanya jelalatan .. ehhhh emang tukang selingkuh ternyataaa 🤣🤣
a
awwww.... elzhar sudah tidak bisa menahannya 🤗🤗
Bie_Fitris: tapi sayang mereka hanya saling menyimpan moment itu 🤭🤭🤭
total 1 replies
atik
bagus
Bie_Fitris: terimaksih 😍
total 1 replies
mhmmdrzcky
cepet update kak aku udah nunggu/Drool/
Bie_Fitris: asiappp selalu update Setiap hari 😊
total 1 replies
Isma Fitri
bagus banget ceritanya 😍🤩
Bie_Fitris: terimakasih ☺️
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!