NovelToon NovelToon
Duda-ku

Duda-ku

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda
Popularitas:422
Nilai: 5
Nama Author: santi damayanti

"hana maaf, rupanya riko hatinya belum tetap, jadi kami disini akan membatalkan pertunangan kamu.. dan kami akan memilih Sinta adik kamu sebagai pengganti kamu" ucap heri dengan nada yang berat

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi damayanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

09

Tanpa basa-basi, Hana segera melangkah menuju kamar ayahnya.

“Mau ngapain kamu?” tanya Mirna dengan nada kesal, berdiri di depan pintu kamar.

“Aku mau lihat Ayah,” jawab Hana tegas.

“Ayahmu masih lemah,” elak Mirna cepat.

“Ibu tidak bohong, kan?” tanya Hana dengan nada curiga, matanya menatap tajam ke arah ibunya.

Tiba-tiba terdengar suara lirih dari dalam kamar.

“Hanaaaa...” panggil Handoko pelan.

Hana segera masuk ke kamar dan melihat Pak Handoko terbaring lemah. Wajahnya pucat, napasnya pun terdengar berat.

“Ayah, sebaiknya kita ke rumah sakit saja, ya,” ucap Hana penuh kekhawatiran sambil duduk di sisi ranjang.

“Tidak usah, Nak. Lebih baik biayanya kamu kumpulkan untuk pernikahan Sinta,” jawab Handoko lirih.

“Baiklah, Yah… Hana akan usahakan. Tapi janji sama Hana, Ayah harus tetap baik-baik saja,” ucap Hana sambil menggenggam tangan ayahnya erat. “Tadi Hana sudah mencoba pinjam uang ke sana-sini, tapi tidak ada yang mau membantu. Besok Hana akan jual motor Hana. Tapi sepertinya belum cukup, Yah… Setidaknya kita harus menyediakan uang seratus juta untuk biaya pernikahan di Hotel Markur.”.

“Sebanyak itu?” tanya Handoko dengan suara bergetar.

“Iya, Yah. Aku sudah mendatangi hotel tadi. Biayanya memang mahal. Setidaknya Bapak harus menjual rumah ini kalau memang ingin memaksakan pernikahan di Hotel Markur,” jawab Hana serius.

“Terus… bagaimana, Hana?” Handoko mulai gelisah.

“Hana akan usahakan semampunya. Tapi kalau tidak bisa, jalan terakhir… Ayah harus menggadaikan rumah ini ke bank,” ucap Hana dengan nada berat.

Handoko terdiam. Hatinya diliputi dilema. Ia sama sekali tidak pernah menyangka mengadakan resepsi pernikahan di hotel bisa semahal itu. Bagaimanapun juga, sebesar apa pun usaha Hana mencari uang, tidak mungkin bisa terkumpul sebanyak itu dalam waktu dekat.

,,,

,,,

Sementara itu, di rumah Riko.

Riko membanting map yang berisi brosur biaya pernikahan di Hotel Markur.

“Kenapa kau, Ko?” tanya Mila.

“Pusing aku, Mak,” jawab Riko kesal.

“Kenapa?” Mila menatap heran.

“Ini… resepsi di Hotel Markur mahal kali, Mak,” keluh Riko.

“Ah, kau ini. Orang kampung juga bergaya mau resepsi di hotel. Di balai desa saja lebih enak. Kau bisa panggil organ tunggal, dangdutan ramai, lebih meriah daripada di hotel. Lagipula makanannya belum tentu cocok sama lidah Mamak,” ucap Mila sambil menggeleng.

“Pinjam sertifikat rumah Mamak lah,” ucap Riko tiba-tiba.

“Enggak akan Mamak kasih! Sudah betul kau milih si Hana, kenapa malah pilih adiknya, sih?” ucap Mila kesal.

“Mamak tidak ngerti, sih…” jawab Riko pelan.

“Apa kau hamili si Sinta? Sampai kau pilih dia, hah? Sedangkan kau sudah lama pacaran sama si Hana. Kenapa sekarang tiba-tiba mau menikah dengan Sinta?” tanya Mila curiga, nadanya meninggi.

“E… enggak, Bu. Aku enggak hamilin Sinta, Bu. Aku cuma suka saja sama Sinta, Mak. Sinta itu sarjana, sedangkan aku sekarang bos grosir. Jadi Sinta lebih pantas sama aku, Mak,” jelas Riko dengan nada meyakinkan

“Kau menghina aku, ya? Aku memang bukan sarjana. Bapakmu sarjana, tapi bapakmu enggak akan kaya kalau enggak ada Ibu. Bapakmu pintar ngomong saja, tapi kalau hitung-hitungan salah terus!” ucap Mila dengan nada tinggi.

Ia menatap Riko dengan penuh emosi.

“Dengar baik-baik, ya. Mamak enggak akan mati-matian keluarin uang buat resepsi. Semampunya saja. Jangan terlalu maksa. Lebih baik uangnya kau buat usaha.”

“Mamak pelit! Nanti aku mau bilang sama Bapak,” ucap Riko kesal

“Bilang saja sana! Jawabannya akan sama. Mending bilang sama Sinta, jangan banyak gaya. Kalau mau banyak gaya, suruh keluar uang sendiri,” ucap Mila dengan nada tegas.

Riko kesal. Ia berdiri, lalu keluar dari rumah orang tuanya tanpa menoleh.

“Riko… Riko… otakmu itu taruh di mana? Kau kira gelar bisa bikin tokomu maju, hah? Sudah benar itu si Hana, kenapa juga kau pilih si Sinta?” gumam Mila kesal sambil menghela napas panjang.

….

Sementara itu, di kamar Handoko.

“Sinta, lebih baik kamu urungkan niat menikah di Hotel Markur,” ucap Handoko dengan suara lemah.

“Tidak bisa, Yah! Tidak bisa! Aku tidak mau!” jawab Sinta keras kepala.

“Kamu sudah cek berapa biaya resepsi pernikahan di sana?” tanya Handoko pelan.

“Aku nggak mau tahu berapa biayanya. Yang aku mau, resepsi harus di Hotel Markur!” tegas Sinta.

“Memangnya si Hana nggak mau bantu?” sela Mirna yang sejak tadi duduk di samping tempat tidur Handoko.

“Percuma, Bu. Biaya pernikahan di Hotel Markur itu dua ratus juta. Dari mana coba dapat seratus juta lagi? Belum lagi sewa bajunya pasti mahal. Masa tempatnya bagus, tapi bajunya jelek. Selain tempat, banyak biaya lain yang akan meningkat kalau diadakan di Hotel Markur. Mending di rumah atau di balai desa saja,” ucap Handoko pelan tapi tegas.

“Tidak bisa! Aku maunya di Hotel Markur!” bantah Sinta keras kepala.

Handoko hanya bisa menghela napas panjang.

“Yah… Pak Erik mau sama Hana. Dia sanggup memberi uang dua ratus juta asal Hana mau jadi istri dia yang keenam, Pak,” ucap Mirna lirih tapi mantap.

“Ibu mau menjual Hana?” tanya Handoko kesal.

“Ya, kalau itu bisa membuat Sinta menikah di Hotel Markur, kenapa tidak?” ucap Mirna enteng.

“Kamu gila, Mirna! Aku tidak akan pernah setuju!” jawab Handoko dengan suara bergetar menahan marah.

“Ok, kalau memang Bapak tidak mau nikahkan Hana sama Erik, kalau begitu jual saja ginjal Bapak,” ucap Sinta dengan nada seenaknya.

“Kalian semua gila!” teriak Handoko penuh amarah.

“Sudah, aku mau gadaikan rumah ini ke bank. Nanti yang nyicil kamu, Sinta,” ucap Handoko.

“Tidak! Tidak bisa! Aku tidak mengizinkannya! Ini rumah milik Sinta, tidak boleh digadaikan atau dijual,” tegas Mirna.

“Ya sudah, kalau begitu tidak usah ada resepsi pernikahan di hotel,” jawab Handoko tegas.

“Baiklah, kalau begitu... kamu mau aku buka semuanya?” ancam Mirna dengan nada tajam.

“Keluarlah dulu, Bu. Bapak perlu berpikir jauh,” ucap Handoko dengan suara lemah.

Sinta pun ikut keluar dari kamar Handoko, meski wajahnya masih cemberut penuh amarah.

,,,

Pagi pun datang. Seperti biasa, semua pekerjaan rumah dikerjakan oleh Hana.

Setelah itu, ia menghampiri ayahnya yang masih tampak lemah di tempat tidur.

“Ayah, kalau tidak ada perkembangan, ayah akan aku bawa ke rumah sakit,” ucap Hana khawatir.

“Ya... ya... Hana, kamu tolong usahakan uang seratus juta untuk Sinta, Nak,” pinta Handoko lirih.

“Iya, Ayah. Asal Ayah sehat, Hana akan usahakan,” jawab Hana penuh keteguhan.

Setelah itu, Hana berpamitan. Ia bersiap memulai aktivitasnya. Namun sebelum ke showroom, ia mampir dulu ke kantor WO untuk mengambil kembali uang yang sudah ia bayarkan sebagai DP resepsi pernikahan.

“Loh... uangnya sudah diambil sama Bu Mirna,” ucap Reni, pegawai WO.

“Hah? Kapan ngambilnya? Kok dia nggak bilang ke aku sih?” ucap Hana kecewa.

“Kemarin, katanya kamu yang nyuruh,” jelas Reni.

“Oh... ya sudah, makasih ya,” jawab Hana singkat.

Dengan perasaan hampa, Hana pun pergi ke showroom. Sepanjang jalan, wajahnya murung. Sesampainya di sana, ia membuka ponselnya. Saat itu ia baru menyadari, rekaman yang diberikan Andri kemarin ternyata adalah rekaman CCTV.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!