Dua tahun Sitha dan Danu berpacaran sebelum akhirnya pertunangan itu berlangsung. Banyak yang berkata status mereka lah yang menghubungkan dua sejoli itu, tapi Sitha tidak masalah karena Danu mencintainya.
Namun, apakah cinta dan status cukup untuk mempertahankan sebuah hubungan?
Mungkin dari awal Sitha sudah salah karena malam itu, pengkhianatan sang tunangan berlangsung di depan matanya. Saat itu, Sitha paham cinta dan status tidak cukup.
Komitmen dan ketulusan adalah fondasi terkuat dari sebuah hubungan dan Dharma, seorang pria biasalah yang mengajarkannya.
Akankah takdir akhirnya menyatukan sepasang pria dan wanita berbeda kasta ini? Antara harkat martabat dan kebahagiaan, bolehkah Sitha bebas memilih?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kirana Pramudya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Persiapan Pernikahan
Tidak terasa satu bulan sudah berlalu, sekarang Sitha diajak Danu dan Ibu Riana untuk mempersiapkan pernikahan. Mulai dari memesan kebaya di Butik terbaik, melihat tempat resepsi, hingga beberapa hal yang lain. Oleh karena itu, Sitha juga sesekali cuti karena keperluan persiapan pernikahan.
"Kita ke Oemah Kebaya yah Mbak Sitha, itu adalah butik yang menjahit kebaya sangat bagus di Solo. Sudah menjadi langganan Ibu," kata Bu Riana.
"Nggih, Ibu," balas Sitha.
"Nanti waktu akad di kediaman kamu memakai warna putih saja. Waktu resepsi memakai Paes Putri Solo, semuanya Ibu yang atur yah."
Sitha hanya tersenyum saja. Bagi seseorang yang belum pernah berpengalaman apakah memang persiapan pernikahan begitu banyak? Sitha kadang sampai kelelahan. Apalagi memang calon ibu mertuanya ini suka mengurus semuanya sendiri.
"Tidak memakai Wedding Organizer saja nggih, Ibu?" tanya Sitha baik-baik.
Kata orang memang ketika pernikahan mengurus sendiri rasanya puas, tapi sangat lelah. Padahal banyak Wedding Organizer yang memberikan jasa pelayanan yang baik dan bisa dimanfaatkan.
"Alah, Mbak ... nikah sekali seumur hidup saja loh. Dikerjakan semua sendiri, hasilnya puas," balas Bu Riana.
Usai itu, Sitha memilih diam. Dia yang duduk di belakang kursi kemudi mendengarkan cerita calon ibu mertuanya dengan Danu. Ya, yang duduk di depan adalah Danu dan Ibunya, sedangkan Sitha duduk di belakang. Si Ibu juga terlihat sangat dominan dan seperti memiliki banyak aturan untuk pernikahan nanti.
"Yuk, kita turun. Sudah sampai di Oemah Kebaya," kata Bu Riana.
Ketiganya kemudian turun di butik yang tampak asri dan mengedepankan unsur Jawa. Ada maniken dengan beberapa model kebaya yang dipasang di sana. Sitha pun mengamati semuanya itu.
"Assalamualaikum, Kula Nuwun," sapa Bu Riana.
"Waalaikumsalam. Mangga, pinarak."
"Kami datang mau memesan Kebaya di sini, Bu Yanti," kata Bu Riana.
"Siapa yang akan menikah, Bu?" tanya Bu Yanti.
"Mas Danu yang akan menikah, dengan ini calonnya, Mbak Sitha."
Tampak Sitha mengangguk dan memberikan salam. Bu Yanti tampak mengamati perawakan dan wajah Sitha. Sitha memang ayu, dengan rambutnya yang panjang nyaris sepinggang. Kulitannya tak begitu putih, lebih ke kuning langsat. Wajahnya juga tak banyak mengenakan polesan make up.
"Nami ipun sinten?" tanya Bu Yanti kepada Sitha, dia menanyakan siapakah namanya.
"Sitha, Ibu."
"Dewi Sitha, kan kalau di Ramayana versi India itu Sinta itu adalah Sitha. Iya kan Mbak?"
"Nggih, leres."
Sitha membenarkan. Memang namanya diambil dari epos terbesar dalam Sastra Hindu yaitu Ramayana. Prabu Rama Wijaya dan Dewi Sitha atau Sinta. Dalam bahasa Hindi, memang disebut Sitha yang memiliki arti pesona atau karisma. Menurut cerita dari Rama dan Ibunya, memang diharapkan anaknya menjadi sosok yang cantik, lemah lembut, dan memiliki karisma seperti Dewi Sinta.
"Saya ukur dulu yuk," ajak Bu Yanti.
Saat mengukur, Bu Riana turut ikut. Bahkan dia memberikan banyak permintaan untuk desain bajunya nanti.
"Nanti model Kutu Baru aja, Bu Yanti. Lalu, full payet. Area dadanya jangan terlalu rendah, tapi juga jangan terlalu tinggi supaya perhiasan yang dipakai pengantinnya nanti keliatan," tuturnya.
"Baik, Bu Sutjipta. Ada lagi yang ditambahkan?"
"Kainnya memakai yang terbaik dan bawahannya batik Sido Mulyo yang asli Batik Tulis yah," imbuhnya.
Terlihat jelas selera Bu Riana memang menginginkan sesuatu yang mahal dan mewah. Sitha hanya diam saja. Padahal sebelumnya di rumah, dia sudah mempunyai impian desain kebaya yang ingin kenakan untuk hari bahagianya. Sebuah kebaya sederhana, yang sudah didesainkan oleh ibu mertua Mas Satria. Bahkan keluarga Hadinata yang adalah besan keluarga Negara juga memberikan berbagai kain dan batik yang bisa dikenakan keluarga besar nanti.
"Bu, Sitha punya Kain Jarik Sido Mulyo asli batik tulis. Apakah boleh dipakai?" tanyanya.
"Bo.-"
"Tidak usah, Mbak."
Bu Yanti hendak membolehkan, tapi Bu Riana tidak memperbolehkan. Sitha seolah terhimpit di tengah-tengahnya dan harus mengikuti semua keinginan Ibu mertuanya.
"Batik tulis yang ingin Ibu belikan untuk kamu itu adalah yang terbaik, dari pengrajin Batik di Solo," katanya.
"Punya Sitha pemberian Bapak dan Ibu Hadinata, ibu mertuanya Mas Satria, kakak Sitha sendiri kok, Bu. Batik Hadinata juga sudah sangat bagus dan selalu menjadi rujukan para wisatawan lokal dan mancanegara di Jogjakarta."
"Hm, tidak usah aja, Mbak Sitha. Lebih bagus dari Pengrajin kepercayaan Ibu."
"Nurut aja sama Ibu, Tha," sahut Danu. "Percaya saja kalau pilihan Ibu pasti yang terbaik," imbuhnya.
"Bukan begitu, aku hanya ingin memakai apa yang sudah diberikan Bapak dan Ibu Hadinata, mertuanya Mas Satria aja. Soalnya Bu Ervita juga pengusaha batik yang luar biasa."
"Pengusaha beda dengan pengrajin, Mbak Sitha." Bu Riana masih menyangkal.
Sitha akhirnya memilih untuk diam. Dari Oemah Kebaya, kemudian mereka diajak ke hotel berbintang di Solo. Hotel terbaik yang ada di kota Solo. Kembali Bu Riana yang menentukan semuanya.
"Paket wedding terbaik, Bu," pintanya kepada bagian event di hotel itu.
"Ada, Bu. Ada Wedding Package harganya mulai 50 Juta untuk 150 orang undangan, dan harga termahal bisa ratusan juta. Tentunya sesuai dengan berapa jumlah tamu undangan," balasnya.
"Kalau di Hall, bisa berapa undangan?"
"Untuk seribu tamu undangan bisa, Ibu. Dalam Wedding Package nanti termasuk kamar hotel bagi pengantin untuk dua malam," katanya.
Bu Riana tampak menimbang-nimbang itu. Lalu bertanya kepada Danu dan Sitha. "Kalian suka indoor atau outdoor?" tanyanya.
"Indoor," jawab Danu.
"Outdoor," jawab Sitha.
Keduanya rupanya memiliki keinginan sendiri-sendiri. Danu menginginkan pernikahan indoor, sedangkan Sitha lebih menyukai outdoor. Bu Riana terkekeh perlahan, lalu dia berbicara.
"Indoor aja yah Mbak Sitha. Ruangannya AC, biar adem dan juga make up kita enggak luntur nanti. Tidak apa-apa kan?"
Sitha lagi-lagi akhirnya hanya tersenyum. Dia kini memilih duduk dan memperhatikan bagaimana repotnya calon ibu Riana memilih bahkan mengatur semuanya. Danu juga rupanya sosok anak yang lebih mengikuti kemauan ibunya, menurut Danu semua yang dipilih oleh ibunya adalah yang terbaik.
"Yuk, kita makan. Sudah semua, nanti tinggal DP dan selanjutnya akan diurus Ibu," ajak Danu.
"Mau makan apa, Mbak Sitha?" tanya Bu Riana kini kepada calon menantunya.
Akhirnya jawaban yang Sitha berikan adalah ..., "Terserah Ibu saja. Sitha ngikut."
Sebab, sejak tadi dia berusaha mengungkapkan keinginannya dan apa yang dia impikan tentang pernikahan, tapi selalu mentah. Tak terwujud jua. Akhirnya, Sitha memilih untuk mengikuti apa yang dimaui Bu Riana saja. Perkara makan toh Sitha juga tidak pilih-pilih, apa pun bisa Sitha makan dan tidak ada pilihan khusus.
sehat2 mba Sitha..