Alana seorang gadis cantik penderita Tryphanophobia atau takut akan jarum suntik.
Menikah dikarenakan perjodohan
Dengan dokter muda yang bernama Dava Agatha mahesa
Dava tidak mungkin menolak keinginan ibu tersayang nya sehingga dia menerima perjodohan ini
Dia si gadis polos pecinta coklat dan warna pink.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 6
Dava pov.
Hari ini hari terberat bagi gua, Diamana gua harus siap bertemu dengan perempuan yang akan jadi teman hidup gua.
Dimana dia akan jadi tempat mencurahkan isi hati gua, satu-satunya pundah tempat gua bersandar disaat gua jatuh, Surga buat anak-anak ku kelak. Walaupun ini perjodohan, gua gak mau egois, gua menikah cukup sekali.
Kalo gua ngga cinta, gua coba buka hati gua buat dia.
Malam ini gua gugup setengah mati, gua menerka-nerka siapa yang akan menikah sama gua.
"Dava kamu sudah siap?" Suara itu adalah suara bidadari tak bersayap gua, Jihan namanya.
"Iya ma,, Dava turun sekarang," jawab gua sambil membenarkan kemeja dan rambut gua.
Berulang kali gua narik nafas, menghilangkan kegugupan yang melanda diri gua.
"Semangat ya Abang kuh," nah itu si alay, adik perempuan gua, Tania gadis kelas 2 SMP.
"Ck, iya," jawab gua cuek, gua berjalan menuruni tangga, gua berjalan mengambil sepatu gua.
"Den, semoga cocok ya sama Aden," kata bi icem, ART dirumah gua. Udah hampir 15 tahun kerja disini, setahun sebelum Tania lahir.
"Iya bi, doain ya," jawab gua di angguki oleh bi icem, gua berjalan kearah pintu, mamah sama papah udah nunggu di dalam mobil.
"Udah siap Dav?" Tanya papah gua Bagas Mahesa salah satu panutan gua.
Oiyah pah,"
"Kamu yang bawa, papah lagi ngga mood,"
"Iyah pah,"
Keadaan di dalam mobil hening, hanya musik dangdut yang mengalun di dalam mobil. Bukan gua yang puter tuh lagu papah yang minta, katanya sih biar gak ngantuk.
"Kamu ngga marah kan mamah jodohin?" Tanya mamah.
"Enggak kok mah, makasih udah peduli sama Abang" jawab gua, gua cuma pengen berbakti dengan ngikutin perintah orang tua.
"Kamu sih ngga pernah pacaran, kan kita sebagai orang tua was-was takutnya kamu suka sesama jenis," kali nih papah yang berbicara, papah ini tipe orang nya absurd kalo ngomong suka ngga di filter tapi kayak gitu pun tetap papah dan pahlawan gua.
"Astagfirullah , ya engga lah pah," ucap gua. ""Alamatnya dimana?" Lanjut gua menanyakan alamat calon istri, catat 'calon istri'.
"Nah belok kanan, jalan Kenangan nomor dua belas."
Cittt.
Gua langsung nge-rem mendadak pas ngedenger apa yang diucapin papah. Apa gua ngga salah denger itu kan alamat rumah yang disebutin sama salah satu siswi SMA Garuda. Kalo gak salah namanya, Alana.
"Kamu ini apa-apaan sih Dav, bahaya tau," omel mamah.
"Maaf mah, ada kucing lewar," jawab gua ngelak.
"Udah cepet lanjutin, ntar keburu malam" ucap papah, dan segera gua langsung menancap gas, dan melajukan mobil.
Apa alamat rumahnya? Kalo bener sih mungkin gua dijodohin sama kakaknya.
Mobil gua terparkir rapi di halaman rumah yang cukup mewah, tapi masih gedean punya gua. Sombong dikit.
"Ayo masuk," ajak papah.
"Papah duluan aja nanti aku nyusul,"
Papah sama Mamah ninggalin gua, gua ngambil heandphone gia di dalam mobil. Jantung gua serasa mau copot, baru ngedatangin rumah cewek dengan tujuan melamar.
Gua berjalan menuju pintu rumah itu. Gua berjalan memasuki rumah bergaya eropa itu.
"Assalamuallaikum," ucap gua ini bener-bener gerogi.
"silahkan duduk,"
Gua menyalimi tangan kedua orang tua sang cewe.
"Mana calonnya?" tanya papah, to the point banget sih papah, ngga tau apa anaknya jantungan gini.
"Biar saya panggilkan," ucap wanita paruh baya yang mungkin ibu dari calon istri gua.
Lima menit menunggu akhirnya dua wanita itu turun, dengan seorang perempuan bergaun pink dan rambut terurai.
Dia terus menunduk, mungkin dia gugup.
"Ini putri saya," ucal sang ibu dari perempuan itu.
Perlahan-lahan ia mengangkat wajahnya, beberapa detij tatapan kami terpaku.
"Pak dokter?"
"Alana."
Ucap kami bersamaan.
'Sudah kuduga'
Author pov.
"Jadi kalian sudah saling kenal?" tanya Zahran.
Perlahan-lahan ia mengangkat wajahnya, beberapa detij tatapan kami terpaku.
"Ayah! Itu yang suntik Alana waktu siang," Alana mengadu kepada Ayah, menekuk bibirnya. Zahran terkekeh mencubit kedua pipi gembul anaknya.
"Jadi gimana Dava menerima perjodohan ini?" tanya Sari.
"Insyaallah, Dava siap," ucap Dava mantap membuat Bagas tersenyum senang begitupun dengan Jihan.
Alana menatap Dava polos, bibirnya menyungingkan senyuman indah. Membuat Dava salah tingkah.
"Kamu siap menjaga anak saya, membimbing anak saya, dan menjadi imam yang baik untuk anak saya?" tanya Zahran.
Dava menarik nafas panjang, mengucapkan 'Bismillah' di dalam hati.
"Saya siap membimbing Alana, menjadikan satu-satunya wanita yang akan mejadi macmum saya nanti," ucap Dava gugup, membuat Sari teeharu dan meneteskan air matanya begitupun dengan Jihan.
"Jadi ma'mum? Ayah kan tadi Alana sudah sholat isya," potong Alana.
Semua menahan tawa, dan melanjutkan sesi tanya menanya.
Alana bingun dengan situasi ini, mengapa bundanya menangis?
"nah bagaimana dengan nak Alana?" tanya Mahesa.
"Bagaimana apanya om?" tanya Alana polos.
"Apa kamu siap menjadi istri Dava Agatha Mahesa? tanya Mahesa lagi.
"Alana mau tapi jangan suntik Alana lagi ya pak," ucap Alana kepada Dava semuanya terkekeh. Sedangkan Dava menggaruk tengkuknya.
"Baiklah karena Alana dan Dava sudah menerima perjodohan, silahkan saling memasangkan cincinya," Ucap Jihan.
Radit mumbuka kotak berwarna biru dan terdapat dua buah cicin yang sangat indah dan memiliki berlian di atasnya.
"Ya ampun bagus banget!" pekik Alana senang, Alana menyodorkan tanganya kepada Dava "pasangin dong pak, pasti bagus di tangan Alana," lanjutnua. Dava sanagt gemas dengan gadis di depannya ini, sangat polos.
Dava memasangkan cicin di jari manis Alana yang sangat pas di tangannya. Begitupun Alana memasangkan cincin di tangan Dava.
"Pernikahan akan dilaksanakan setelah Alana lulus, kira-kira tiga minggu lagi," ucap Sari semangat.
"Ayah kenapa gak besok aja, Alana pengen kue pengantin," ucap Alana polos. Semuanya terkekeh.
"Liat Dav, calon kamu udah ga sabar," bisik Jiham kepada Dava seraya menggodanya.
"kamu masih sekolah sayang," ucap Zahran mencubit hidung Alana gemas.
"Tapi kan ini malem, dan besok minggu Alana gak sekolah, libur." ucap Alana membuat semua orang yang ada di sana bengong.
"Sepertinya Alana gadis yang polos," ucap Jihan tersenyum ke arah Alana.
"Yasudah, yuk kita makan," ajak Sari, dan di angguki oleh yang lain.
"Kamu harus sediain coklat kalo nanti nikah dengan Alana," bisik Sinta membuat Dava bingung, dan melanjutkan langkahnya ke arah meja makan.
Di meja makan keadaan terasa hening, semua makan dengan lahap. Tak usah tanya, seberapa nikmat makanan Sari.
"Assalamuallaikum," ucap seorang dibalik pintu, Malvin baru saja pulang dari kampus, dan masih menggunakan Almamater nya.
"Wa'alaikumsalam!" seru semua yang ada di meja makan.
"kamu ngapain ajah di fakultas, pulang malem terus," tanya Sari setelah menyelesaikan makannya.
"Biasalah bun, bentar lagi lulus," ucap Malvin. "Ini calon suaminya Alana?" lanjut kevin seraya menjabat tangan Dava.
Dava mengangguk saja.
"Dava," ucap Dava memperkenalkan diri.
"Astaga! Ini Dava temen main aku dulu ya bin? Yang pas SMA kelas dua loncat ke S1? Kareba IQ nya diatas rata-rata?" ucap Malvin tanpa jeda.
Dava agak sedikit kaget, apa mereka pernah bertemu sebelumnya? Entahlah, Dava lupa.
"Iya, ini Dava yang dulu kamu jailin sampe nyungsep di got," ucap Sari terkekeh.
"Bunda..." ucap Alana lirih.
Semua orang terkejut melihat Alana, dengan mata berair.
"Alana kenapa?", tanya mamah Dava.
Bukan hal asing di keluarganya, ketika Alana tiba-tiba menangis adalah mengantuk.
Mata Dava langsung beralih melihat Alana
'Ah! Gemasnya,' batin Dava.
"Yaudah, Alana ke kamar saja," titah Sari.
"Gamau Alana mau lihat pak dokter dulu," ucap Alana lugu.
Pipi Dava memerah, ia sangat malu sekaligus senang dengan ucapan Alana.
Setelah acara makan malam selesai, Dava dan keluarga izin pulang.
"Kita pamit dulu ya," ucap Dava sopan.
"Iya, hati-hati," ucap Sari.
"Jangan ngebut ya pak dokter," ucap Alana kepada Dava.
Radit mengangguk dan membalas dengan senyuman.