Nayla adalah mahasiswa yang ingin kuliah dengan baik, tanpa ada hambatan apapun. Urusan cinta, tidak dipikirkan sebelum kuliahnya selesai. Annisa memiliki sifat yang sedikit sembrono dan pelupa. Tidak ada pikiran sebelumnya jika dia akhirnya bisa menikah dengan kakaknya sendiri. Hingga terbongkarnya sebuah kenyataan merubah tatanan kehidupannya termasuk rumah tangga yang baru seumur jagung.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mawar Merah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Waktu Singkat Dari Ayah
Dua hari menjelang pernikahan, ayah memintaku untuk tidak masuk kampus. Namun permintaan ayah kali ini tidak bisa aku turuti, jangankan dua hari, satu hari saja tidak masuk kampus tidak bisa. Ya, karena niat awalku ke kota adalah untuk kuliah jadi apapun yang terjadi aku harus masuk kampus.
Bagi ayah, dua hari adalah waktu yang lama untuk melangsungkan pernikahanku dengan laki-laki penghianat itu. Tapi bagiku, dua hari adalah waktu yang singkat. Ayah seolah tutup mata dan telinga saat kemarin aku menjelaskan siapa Wahyu sebenarnya.
“Yah, apa tidak ada pilihan lain?, apa Nayla harus menikah dengan Wahyu?, memangnya pilihan ayah hanya dia?” Tanyaku hati-hati, takut ayah marah.
Ya, walaupun dia adalah ayah kandungku aku merasa asing dengannya hingga aku berbicara seolah dia orang lain.
“Itu, pilihan ayah sama bunda Nayla. Wahyu itu orangnya baik, sejak kuliah dia sudah dekat dengan bundamu makanya bunda juga sayang sama dia.” Ucap ayah lembut.
“Tapi yah, dia itu sudah pernah selingkuhin aku. Dia munafik yah, dia egois, dia tidak jujur sama aku.” Ucapku dengan nada tinggi.
Aku tidak bisa lagi menahan emosi ketika ayah baik-baikin Wahyu yang jelas-jelas aku benci.
“Nayla, dia itu baik! Kamu menikah sama dia atau bapakmu…” Belum sempat ayah lanjut aku langsung memotongnya.
“Oke, baik.. aku akan menikah dengan pilihan ayah. Tapi jangan salahkan aku jika kelakuanku nanti akan bikin malu keluarga terhormat ayah.” Ucapku terisak.
“Terserah kamu mau ngapain, yang terpenting ayah tetap sayang sama kamu. Lagian, kamu kan kenal dia tidak berlangsung lama. Hanya saat SMA, jadi belum tau betul dia bagaimana orangnya.”
“Yah, apa ayah tau kenapa aku sampai mutusin dia?, dia itu munafik yah. Kalau ayah tidak percaya ayah bisa tanya keluarganya yang di kampung, atau ayah bisa tanya sama keluargaku. Mereka sama-sama tau bagaimana kami di masa lalu yah. Wahyu hianatin aku, dan keluarganya pun tau itu. Aku yakin paman dan bibinya akan setuju jika aku menolak perjodohan ini. Mereka tau yah, bagaimana perlakuan Wahyu terhadapku” Jelasku berapi-api.
“NAYLA! Sekali lagi kamu protes akan perjodohan ini, ayah akan penjarakan bapak kamu.” Bentak ayah.
“AYAH JAHAT.!, Ayah tidak mengerti perasaan Nayla.” Ucapku berlari menuju kamar.
Aku menumpahkan air mata dengan memeluk boneka hello kity kesukaanku. Boneka itu adalah pemberian dari kakak sulungku di kampung. Tiba-tiba aku kangen pada kakak, aku ingin menumpahkan keluh kesahku padanya. Segera aku meraih ponsel untuk menghubungi kakak lewat vidio call.
“Assalamu’alaikum kak, hiks..hiks” Sapaku ketika panggilan tersambung.
“Wa’alaikumsalam, kenapa nih adik kakak kok nangis.?” Tanya kakak lembut.
“Kak, lusa aku nikah dan aku tidak suka calon yang dipilihkan ayah..hiks..hiks.”
“Jalani saja dulu dik, kamu kan belum kenal betul orangnya siapa tau dia baik. Tidak mungkin ayah kamu milih orang sembarang.” Jelas kakak tenang.
“Kak, tapi ayah jodohin aku sama Wahyu. Aku tidak mau kak, aku masih kecewa sama dia.. hiks..hiks.”
“APA..!!, Wahyu?, Wahyu mantan kamu itu?” Tanya kakak kaget.
“Iya kak, aku tidak mau. Aku sudah coba jelasin sama ayah tapi ayah tetap kekeh ngejodohin aku sama Wahyu.. hiks..hiks..” Aku terus saja menangis.
“Innalillahi, apa Wahyu juga tau kalau di jodohkan sama kamu?, tanyanya.
“Iya kak, dan dia biasa aja tidak merasa bersalah sama sekali.”
“Kamu tenang saja dulu, biar kakak bantu bicara sama ayah kamu.”
“Jangan kak, ayah tidak akan pernah dengarin kakak. Apalagi ayah benci bangat sama keluarga kita.” Tolakku.
“Ya sudah kamu istrahat aja dulu, jangan banyak pikiran nanti kamu sakit. Kakak akan bantu kamu agar tidak menikah dengan Wahyu.” Jelas kakak dengan senyuman terpaksa.
“Tapi kak, aku tidak mau menikah sama Wahyu..hiks..hiks.”
“Ya udah sih, nanti kakak bantu kamu. Kamu jangan nangis terus, ntar tambah jelek.” Hibur kakak.
“Iya kak, salamku sama bapak dan mama ya., Nayla tunggu kalian disini. Kakak, mama, bapak, adik dan yang lainnya harus datang besok jangan tunggu pas hari pernikahanku..”
“Iya dik, Assalamu’alaikum..” Pamit kakak.
“Wa’alaikumsalam.”
Setelah sambungan telpon ditutup, aku kembali menangis. Boneka hello kity sudah basah akibat air mataku yang enggan untuk berhenti. Hingga aku tidak menghiraukan ketukan pintu dari luar. Beberapa kali pintu di ketuk aku masih tidak peduli, hingga pintu di buka. Aku masih enggan untuk menoleh, aku pikir itu hanya bi Asih yang ingin menghiburku. Hingga suaranya membuatku tersadar.
“Waktunya makan, pak Anton sudah menunggu.” Ucap kak Fahmi dengan santainya.
“KELUAR..!!, KAMU TIDAK BERHAK MASUK KAMAR SEMBARANG. KELUAR.!” Bentakku sambil menarik selimut menutup kepala.
Bukannya aku tidak mau kak Fahmi yang ajak, tapi kak Fahmi sudah keterlaluan masuk kamarku seenaknya dan pas aku tidak mengenakan hijab. Sudah lima tahun aku berusaha menutup aurat dan dia merusak semua usahaku. Walaupun aku bukan muslimah yang banyak ilmu, tapi masalah menutup aurat aku juga paham.
“Maaf, aku tidak tau kalau kamu sedang tidak berhijab.” Ucapnya berlalu.
Setelah pintu kembali tertutup, air mataku makin deras mengalir. Kini bukan hanya kesedihan akan pernikahan, tapi juga penyesalan atas sikap kak Fahmi. Aku tidak terima dia melihat auratku walaupun itu hanya rambut. Sekuat tenaga aku berusaha menutupnya dari laki-laki yang bukan mahrom, tapi dia menghancurkan semuanya. Aku terus saja menangis hingga bik Asih datang.
“Non, tuan sama yang lain sudah menunggu untuk makan malam.” Ucap bibi pelan.
“Iya bi, terima kasih ya. Aku akan segera turun.” Jawabku parau, yang hanya di balas dengan anggukan oleh bi Asih.
Aku kembali mengenakan hijab dan turun untuk makan. Mungkin jika orang lain yang ada di posisiku, akan mogok makan atau mengurung diri di kamar. Tapi aku tidak, aku selalu memikirkan kesehatanku.
Sampai di meja makan, aku hanya diam rasanya bibirku berat walau untuk mengucap satu kata. Aku langsung mengabil nasi dan ikan goreng saja, karena selera makanku benar-benar hancur.
Saat aku hendak mengambil tisu, mataku tak sengaja bersitubruk dengan kak Fahmi. Aku bisa lihat penyesalan di wajahnya, tapi aku malah kesal sama dia. Hingga makan malam selesai pun aku tidak berbicara, hanya ayah dan kak Fahmi yang sesekali membahas soal kantor.
***
“Nay, kamu kok nangis terus sih. Nanti make up nya luntur loh.” Ucap Nandin sahabatku sejak SMA. Dia menemaniku di kamar, menunggu ijab kabul di ucapkan.
“Bagaimana aku tidak menangis Ndin, kamu kan tau Wahyu itu gimana orangnya.” Ucapku sedih.
Seketika Andin memelukku, dia juga meneteskan air mata iba atas apa yang menimpaku. Hingga mama masuk menemuiku di kamar, membuatku melepaskan pelukan Andin.