Ikuti aturan. Dibawah 21 jangan baca.
Zhen Xi, salah satu putri kembar Dewi Angin yang hilang di langit ke enam itu harus bertahan hidup setelah kabur dari rumah orang tua angkatnya. Setelah bertahun-tahun menahan penderitaan seorang anak yang ditirikan oleh ibu angkatnya, akhirnya ia bisa keluar dari rumah itu. Yap tepatnya setelah ia membuat masalah dengan Pangeran Petinggi Hujan Wen Hua hingga toko pedang ayah dan ibunya itu menjadi sepi mendadak.
Dari situlah perjalanannya dimulai. Ia akan hidup dengan kekuatannya sendiri dengan sedikit bantuan dari pemuda-pemuda tampan berkedudukan tinggi yang tertarik padanya, bahkan melindunginya dari belakang maupun secara diam-diam.
Siapa yang akan memenangkan pertandingan cinta ini pada akhirnya? Bagaimana nasib putri hebat yang hilang ini?
Setelah berhasil mendapatkan salah satu diantaranya pun, masalah cinta masih belum lelah mengujinya. Mengembalikannya ke posisi bangsawan yang hidup di istana justru menambah masalahnya.
Kare
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon souzouzuki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perempuan Lugu Ini Terus Saja Merepotkan
"Tapi, Dewi Angin kan harusnya sangat kuat. Kenapa kalah dengan siluman naga langit?" gumam Zhen Xi.
"Itu karena mereka sudah punya jantung elemen api. Walau hanya satu elemen, itu sebenarnya sangat kuat. Selain itu... katanya ada satu hal lagi yang membuat Dewi Angin berhasil tertangkap."
"Apa itu?" tanya Zhen Xi penasaran.
"Ada lah, sesuatu. Sebuah kecelakaan. Ini rahasia istana." jawab Ming Wei dengan raut menyesal yang samar, ia segera menyembunyikan wajahnya.
Zhen Xi agak heran melihat tingkah aneh Ming Wei barusan.
"Kenapa Nona sangat tertarik dengan cerita ini?" tanya Ming Wei untuk mengalihkan perhatian.
Bukannya mendengarkan, Zhen Xi malah sibuk dengan pikirannya sendiri. Ia seakan teringat akan sesuatu.
"Eh! Diluar sedang ada kebakaran kan?? Aduuuh bagaimana ini. Apa ayah, ibu, dan kakak angkat baik-baik saja??"
Tanpa memberi kesempatan Ming Wei untuk bicara, Zhen Xi segera bangkit dengan cekekal, dan keluar dari persembunyian.
"Tunggu Nona! Itu bahaya!!" Ming Wei berlari menyusul, tapi entah kenapa Zhen Xi sudah tak terlihat.
"Larinya benar-benar cepat. Tidak diragukan lagi." pikir Ming Wei.
"Haaah sial." Ming Wei sempat mendesah frustrasi seakan punya hutang budi dengan Zhen Xi, dan harus melindunginya.
Diluar hawanya terasa sangat panas. Walau saat ini sudah tengah malam dan matahari belum muncul dari persembunyiannya, langit jadi lebih cerah ke oranye-oranye an karena kobaran api yang besar.
Ming Wei mengusap keringatnya. "Kalau seperti ini lagi, apa Pangeran Petinggi Dewa Hujan terpaksa harus datang kemari dan memadamkan api secara permanen lagi?"
"Ming Wei!!"
"Oh?" Ming Wei membalik badannya ke arah sumber suara yang memanggilnya.
"Pletak!" Yu Han menyentil kepala asisten tak bertanggung jawabnya itu dengan geram.
"Aduh."
"Kamu ini kemana saja! Aku kira kau sudah tertangkap atau semacamnya! Kau ini benar-benar menyusahkan!!" bentak Yu Han bertubi-tubi dengan khawatir.
"Tadi..." Ming Wei menyentuh tengkuknya.
"Tadi kemana ha?! Jangan karena kita sahabat, kau bisa seenaknya kabur dari pertempuran begitu. Kau ingat kalau kau masih magang kan??" marah Yu Han.
Bola mata Ming Wei memutar tak tenang. Tiba-tiba ia dapat ide untuk mengalihkan pembicaraan. "Eh Yu Han, apa menurutmu desa ini akan hangus hari ini juga?"
"Apa? Hangus? Em itu, pasukan elemen air sudah berusaha sekuat tenaga, aku tidak tahu lagi. Apinya terus-terusan disemburkan oleh pasukan siluman naga, mereka sangat banyak. Aku takut kekacauan enam belas tahun lalu sedang terulang." keluh Yu Han yang akhirnya berhasil melupakan percakapannya dengan Ming Wei sebelumnya.
Tiba-tiba terdengar teriakan. "Ayaaaah! Ibuuu!"
"Hah?" Yu Han mendongak ke atas mengikuti ketinggian sebuah tower penghubung langit atas dan bawah untuk mencari suara teriakan barusan.
Ming Wei ikut tersentak melihat ke atas sana, mendapati Zhen Xi si pendekar bodoh yang berulah lagi itu.
"Ayaaah! Ibuuuu!" teriak Zhen Xi lagi dari atas sana.
"Itu kan perempuan yang tadi?" cengoh Yu Han.
"Kak Yen Liii!"
"Zi Huiii! Kalian dengar aku??"
Yu Han menepuk pelan dahinya sendiri. "Dia itu bodoh sekali. Semuanya kan sudah mengungsi sejak tadi. Untuk apa dia naik ke sana untuk mencari keluarganya?"
"Tapi bagaimana dia bisa sampai kesana? Memanjat kesana kan sangat susah, kecuali terbang atau pakai jurus meringankan tubuh." Yu Han masih mengomel.
"Ayo Ming Wei, kita turunkan dia." ajak Yu Han sembari mengayunkan telapak tangannya ke kiri, hendak menepuk pundak Ming Wei.
Tapi sepertinya ia hanya berhasil mengayuh angin. "Eh?"
"Ming Wei?!"
Yu Han menoleh kesana kemari dengan cepat.
"Mi-ming Wei??! Sejak kapan kau sering menghilang begini! Ming Wei, ini tidak lucu! Aku bisa memecat atau menghukummu setelah ini!"
"Ming Weeeeei"
.
.
"Hiks. Hiks. Ayah, ibu, Kak Yen Li, Zi Hui... maafkan aku. Aku benar-benar bodoh. Kalian harus hidup! Huuuhuuu..."
Gadis sok tegar yang berdiri berpegangan pada ujung tower itu kini menangis, mengira semuanya sudah terlambat.
"Kalian harus tenang! Huuuhuu..."
"Ini semua karena aku. Andai aku tidak kabur dari rumah, aku pasti menolong kalian lebih cepat!"
"Ayaaah... Kak Yen Li... huuhuuu..."
Sementara suara tangis kencang yang berhasil menyelinap ke dalam syaraf tower itu menggema sampai ke langit ke tujuh.
Wen Hua yang adalah putra dari seorang Petinggi Dewa Hujan dari langit ke tujuh itu otomatis mendengar suara tangis dari tower itu, bahkan langsung ke telinganya sendiri.
Matanya yang semula terpejam itu langsung terbuka.
"Siapa itu? Suaranya kayak pernah dengar..." gumam Wen Hua seraya mengusap matanya dan berusaha duduk.
Samar-samar terdengar suara riuh dari luar. "Cepat panggil Pangeran Petinggi Dewa Hujan! Apinya sudah tidak mungkin dipadamkan sendirian... ini darurat!"
Seseorang dengan pakaian hitam, sabuk kerajaan, dengan pedang di pundaknya itu berlutut. "Tuan, bagaimana sekarang? Mereka sudah tidak bisa menunggu lagi. Apa hamba harus membangunkan Tuan Muda?"
"Shui Feng. Aku harus bagaimana? Jika mereka mengincar jantung putraku juga, aku tidak akan bisa hidup. Entah kapan petaka ini berakhir, dimana dewi yang ada di legenda itu? Kapan dia akan muncul?"
Mendengar percakapan ayahnya dengan prajurit penjaga di depan, mata Wen Hua langsung melebar.
"Kebakaran? Mereka sudah menyerang? Bodoh sekali, aku sampai ketiduran!" umpatnya pada diri sendiri sambil berusaha berdiri dari tempat tidurnya.
"Kak Yen Liiiii! Ayaaaah! Ibuuuu!"
Wen Hua tertegun mendengar suara teriakan itu lagi.
"Siapa yang berteriak-teriak itu?" Ayah Wen Hua bertanya pada prajuritnya.
"Sepertinya, dia kehilangan keluarganya?" tebak prajurit itu.
Wen Hua mengepalkan tangannya.
"Banyak orang tak bersalah jadi menderita hanya gara-gara siluman tamak! Kita harus lebih kuat lagi setelah ini! Kita harus mengakhiri semua ini." seru Wen Hua dengan pandangan ambisiusnya.
"Eh? Sepertinya Tuan Muda sudah bangun..." Sorot mata pajurit itu terlihat lebih berbinar, sementara Ayah Wen Hua semakin cemas.
"Brak!" Ayah Wen Hua membuka pintu kayu kediaman sementara mereka di langit ke enam ini.
"Wen Hua, kau tetaplah disini. Biar ayah yang mengatasi apinya ya." pesannya sebelum membalik badannya untuk pergi mendahului Wen Hua.
Wen Hua menahan tangan ayahnya. "Kekuatan elemen ayah juga besar, mereka bisa mengincar ayah juga."
"Tapi tidak sebesar dirimu. Ayah tidak akan dijadikan sasaran." sela Ayahnya dengan cepat.
"Tidak Ayah, jangan." cegah Wen Hua lagi.
"Nona, cepat ulurkan tanganmu! Ayo kita turun Nona! Percayalah padaku!" seru Ming Wei yang baru saja selesai memanjat tower tinggi itu.
Wen Hua dan ayahnya kembali mendengarkan percakapan aneh yang terpantul dari dekat tower itu.
"Asisten Ketua?" heran Zhen Xi.
"Ya ini aku. Ayo cepat turun! Keluargamu baik-baik saja, percaya padaku. Ayo cepat pegang tanganku!" Jawaban Ming Wei itu terdengar seperti bujukan agar seseorang tak jadi melompat dari tempat tinggi alias bunuh diri.
😎😎😎