Bagi Hasan, mencintai harus memiliki. Walaupun harus menentang orang tua dan kehilangan hak waris sebagai pemimpin santri, akan dia lakukan demi mendapatkan cinta Luna.
Spin of sweet revenge
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma AR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MJW 6
Untung abinya tidak menuntut jawabannya setelah menyampaikan kecurigaannya saja. Mungkin bagi abinya, sudah tau apa yang ada di dalam kepalanya sudah cukup.
Lagi pula tubuhnya sudah terasa sangat capek. Tenggorokannya juga terasa perih lagi. Tubuhnya agak hangat. Sepertinya dia kurang istirahat. Tanpa melepas jasnya dia membaringkan tubuhnya di tempat tidur.
Matanya terpejam dan tubuhnya langsung terlelap, ngga sempat memikirkan hal hal yang akan terjadi nanti.
Beda dengan Hasan, abinya malah belum.bisa tidur.
"Sudah pulang, bi?" Istrinya terjaga ketika pintu kamar mereka terbuka.
Ali Wahab mengangguk.
"Iya. Tadi Abi ketemu Hasan. Dia juga baru pulang."
"Ooh iya, bi." Siti Azizah segera bangkit dan duduk di tempat tidur. Wajahnya tampak resah, seperti ada yang dia pikirkan.
"Tidurlah, hari sudah larut,' ucap suaminya sambil mengganti pakaiannya.
Istrinya masih menimbang nimbang apa harus mengatakannya sekarang. Tanpa sadar Siti Azizah menghela nafas panjang.
"Ada sesuatu yang terjadi?' tanya suaminya sambil mengancingkan piyama tidurnya.
"Tadi Bu Maimun menelpon. Menanyakan waktu kapan Hasan ada di rumah."
Gerak tangan Ali Wahab terhenti. Ini yang cukup dia takutkan.
"Mereka ingin bertemu, sekaligus memastikan perjodohan Laila dan Hasan," sambung istrinya lagi.
"Memang perjodohan ini tidak dipaksa, tapi orang tuamu dan orang tua Pak Yahya pernah bercanda soal ingin menjodohkan cucu cucu mereka."
Suaminya mengusap pelan wajahnya dan duduk di samping istrinya yang tampak ngga tenang.
"Kita tau Hasan sudah punya pilihan yang sulit untuk digoyahkan. Anak itu bahkan kali ini sulit untuk dibujuk. Sementara pilihannya mungkin akan sulit beradaptasi di pondok," ungkap Siti Azizah mengeluarkan kegundahannya.
Ali Wahab tersenyum maklum. Walaupun belum tau siapa gadis dari Airlangga Wisesa yang disukai Hasan, tapi memang siapa pun gadis itu nantinya, memang akan mendapat kesulitan beradaptasi di pondok.
Gadis itu mungkin akan canggung karena akan menjadi istri pimpinan pondok. Belum lagi restu orang tuanya yang ngga mungkin turun. Karena mereka memang sudah mempersiapkan Laila sejak lama.
"Apa yang harus aku katakan? Gadis yang disukai Hasan belum tentu menyukainya. Sementara Laila sudah direstui pihak keluarga," keluh istrinya lagi.
Ali Wahab menghela nafas berat. Setelah kedatangan keluarga Yahya, orang tuanya sudah meminta jawaban tegas dari Hasan tentang perjodohannya dengan Laila.
"Besok kita bicarakan lagi. Sekarang lebih baik kita tidur."
Istri mengangguk.
"Iya, kamu juga sangat lelah."
*
*
*
Dia pulang selarut ini, batin Luna. Dia baru saja melihat pesan Hasan pagi ini. Abiyan akan menikah, jadi dia dan sepupu sepupunya yang tersisa cukup sibuk. Hingga jam sepuluh malam dia baru terlelap saking lelah dan ngantuknya.
Nathalia dan Naresh juga sudah berangkat ke Swiss. Begitu juga Sepupunya yang lain Nevia dan Milan.
Luna tidak membalas pesan Hasan, tapi hatinya merasa senang mendapat pesan dari Hasan. Setelah sekian lamanya.
Senyum tidak bisa dia sembunyikan dari bibirnya.
Mau menemui orang tuanya?
Dia beneran berani? decak Luna dalam hati. Tidak percaya.
Secepat ini berubah dan dulu secepat itu pergi.
"Aku mau kuliah ke Kairo," ucap Hasan seolah pamit padanya ketika acara perpisahan sudah selesai. Acara itu diselenggarakan di salah satu hotel keluarga Luna.
"Ya." Luna berjengit karena saat itu dia sedang menunggu Ayra di lobi hotel. Kembarannya itu ketinggalan ponselnya.
Dia memang selalu ceroboh, batin Luna saat itu ketika Ayra memintanya menunggunya.
"Kamu akan melanjutkan kemana?" Hasan menatapnya sekilas sebelum mengalihkannya .
"Rahasia." Setelah semua hal yang menyakitkan terjadi, ngga mungkin Luna mengatakan rencananya dengan mudah.
Hasan tersenyum miring waktu mendengarnya.
"Good luck."
Luna tidak menyahut, tidak juga balas menatap mata teduh di depannya.
"Kalo nanti kita bertemu lagi, ada dua kemungkinan."
Luma tetap tidak mau menatap Hasan walau sebenarnya hatinya ingin.
"Kita akan tetap sebagai orang asing, atau aku akan mengejarmu."
DEG DEG
Luna berusaha menganggap ucapan Hasan tidak berarti apa apa untuknya.
"Aku tetap tidak mau masuk ke lingkunganmu. Sebaiknya kita tetap seperti orang asing saja," tolak Luna. Siapa yang mau menyeberang ke lingkungan yang berbeda jauh darinya. Luna tidak yakin akan ada kehangatan keluarga besar. Yang ada hanya sambutan sinis.
Hasan tersenyum samar.
"Kita putuskan nanti," ucapnya sebelum melangkah pergi.
Luna melihat di depan laki laki yang tadi berjanji yang tak pasti, berdiri perempuan bercadar yang selalu menatap ngga suka ke arahnya.
Kemudian keduanya berjalan beriringan bersama.
Menyebalkan sekali jika mengingatnya. Tapi sekarang Luna malah mau mentertawakan gadis itu jika nanti mereka bertemu.
*
*
*
"Hubungan kamu dengan Hasan sudah sejauh apa?" tanya Sri Maimun-uminya Laila pagi ini ketika anak tunggalnya sudah bersiap berangkat ke kampus, tempatnya mengajar.
"Baik baik saja, umi," jawab Laila.
Abinya Yahya Salim menatap dalam wajah putrinya yang ditutupi cadar. Putrinya menunduk, seolah menyembunyikan pancaran sinar matanya.
Setelah lulus kuliah, orang tuanya menolak niatnya yang ingin mengikuti Hasan ke Amerika. Padahal dia sudah diterima di salah satu kampus di sana.
Terpaksa dia pulang dan melamar pekerjaan di tempat kelahirannya.
"Kamu tidak perlu mengikuti Hasan. Kalau memang dia jodohmu, dia akan menjadi milikmu." Kata kata abinya sangat menamparnya waktu itu.
Selama empat tahun di Kairo, progres hubungannya dengan Hasan biasa saja. Hasan yang sibuk dengan kuliah dan usaha rintisannya, tidak terlalu memberinya kesempatan untuk masuk ke dalam hatinya. Sama seperti saat SMA.
Awalnya Laila berpikir wajar kalau Hasan berbuat begitu. Dia dan Hasan sama sama anak kyai yang cukup terkenal. Segala tingkah laku mereka pasti akan menjadi perhatian banyak orang. Hasan juga akan menjadi pimpinan pondok nantinya, tentu dia menjaga pandangan dan sikapnya terhadap lawan jenisnya.
Tapi hari itu, di tahun kedua masa SMAnya, barulah Laila merasakan bagaimana itu perasaan benci dan iri yang amat sangat terhadap seseorang.
Siang menjelang sore, seperti biasa Hasan dan teman temannya sedang bermain basket. Hasan yang akan melakukan tembakan ke arah ring, terdorong lawan mainnya, hingga bola basketnya meluncur deras ke tempat lain.
Bola itu mengenai Luna, anak sekaligus cucu pemilik yayasan tempatnya bersekolah.
Gadis itu tidak pingsan, tapi terjatuh bersama beberapa sepupu sepupunya yang lain.
Laila melihat Hasan berlari mendekat. Dan yang membuat jantungnya berhenti berdetak, Hasan menggendong Luna dan membawanya pergi, diikuti beberapa sepupunya.
"Laila, kamu ngga apa apa?" Janna menatapnya khawatir karena tetap berdiri seperti patung. Bilqis dan Namia juga khawatir saling pandang dengan bingung.
Hasan menggendongnya! Mengapa dia lakukan? Gadis itu sama seperti dirinya, bukan mahram. Bukan sosok halal yang bisa disentuh sebelum akad.
Laila tidak bisa menerima kenyataan ini. Hasan tau dosanya menyentuh gadis lemah itu. Tapi kenapa dia lakukan?!
jujur aku penasaran kenapa hasan menolak laila??
ataukah dulu kasus luna dilabrak laila,, hasan tau??
udah ditolak hasan kok malahan mendukung tindakan laila??
Laila nya aja yg gak tahu diri, 2x ditolak msh aja ngejar²😡