Zona Khusus Dewasa
Adriel (28), sosok CEO yang dikenal dingin dan kejam. Dia tidak bisa melupakan mendiang istrinya bernama Drasha yang meninggal 10 tahun silam.
Ruby Rose (25), seorang wanita cantik yang bekerja sebagai jurnalis di media swasta ternama untuk menutupi identitas aslinya sebagai assassin.
Keduanya tidak sengaja bertemu saat Adriel ingin merayakan ulang tahun Drasha di sebuah sky lounge hotel.
Adriel terkejut melihat sosok Ruby Rose sangat mirip dengan Drasha. Wajah, aura bahkan iris honey amber khas mendiang istrinya ada pada wanita itu.
Ruby Rose tak kalah terkejut karena dia pertama kali merasakan debaran asing di dadanya saat berada di dekat Adriel.
Bagaimana kelanjutannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yita Alian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 ACICD - Pekerjaan Sampingan Ruby
Esok harinya, berita kematian Tuan Satrya sudah tersebar di media. Disebutkan pria tua itu dibunuh oleh seorang wanita penghibur yang melayaninya karena motif dendam pribadi.
Ruby menggeser layar hape, menutup aplikasi yang menampilkan berita tersebut. Ya, dia tahu itu informasi tidak tepat, karena pembunuh asli Tuan Satrya adalah dirinya.
Wanita cantik itu kemudian mengangkat wajahnya, memandang lurus ke depan, tertuju pada sebuah taman kota yang disulap jadi acara festival untuk para selebcing (selebriti kucing).
Kenapa bisa Ruby ada di sana?
Ya, dia memang seorang assassin, tapi untuk bisa menyatu dengan masyarakat biasa, di kota ini Ruby bekerja sebagai jurnalis sebuah media swasta, Golden Media Group. Sudah lebih dari satu tahun dia menyamarkan identitas aslinya sebagai assassin dengan menjadi jurnalis.
Tahun-tahun sebelumnya, dia menjalani profesi berbeda. Ruby pernah jadi owner toko bunga, seorang penjaga perpustakaan, personal assistant dan beragam pekerjaan lain di berbagai belahan dunia.
Sekarang, Ruby punya tugas untuk meliput acara fanmeeting para selebcing yang viral di media sosial. Di sana begitu ramai, para pecinta kucing berkumpul.
Ruby melembutkan tatapan dan mengatur posisi kacamata yang bertengger di hidungnya. Wajah putih beningnya bersinar segar diterpa angin sepoi-sepoi.
"Oke waktunya mengerjakan pekerjaan sampingan," gumam wanita itu, mengenakan lanyard ID card di lehernya lalu berjalan masuk ke area festival.
Rambutnya yang berwarna milk tea chestnut brown diikat tinggi di belakang. Bergoyang lembut senada dengan langkahnya di atas rumput hijau.
"Ruby!"
Seseorang tiba-tiba memanggilnya. Spontan Ruby melambatkan langkahnya dan menoleh, lalu berhenti.
Ferry, seorang fotografer yang bekerja di tempat yang sama dengan Ruby mendekat ke arah wanita cantik itu dengan senyum lebar.
"Oh, Kak Ferry… dari tadi yah, di sini?" sahut Ruby dengan senyum ramah.
"Nggak juga, 15 menit yang lalu kok, Ru."
"Kamu dari liputan foodaholic langsung ke sini?"
Ruby mengangguk. "Iya, Kak, pagi-pagi banget, Kak Rion langsung ngasih liputan dadakan."
Ferry tertawa ringan sambil memegang kamera yang talinya dilingkarkan di leher. "Be tough, Ru, Rion emang udah terkenal banget sebagai redaktur yang ngasih liputan dadakan."
"Iya, Kak, makanya sebelum dipindahin ke rubrik yang Kak Rion pegang, saya udah prepare mental kok."
Ferry tertawa lagi dengan semangat yang ditunjukkan Ruby. "Oh iya…" Dia mengiris jaraknya dengan Ruby, mendekatkan layar kamera supaya wanita cantik itu bisa jelas melihat gambar-gambar hasil jepretannya. "Nih, aku udah take beberapa gambar di sini, siapa tahu kamu punya angle berita lain dan pengen disesuaikan sama fotonya, tinggal bilang yah, Ru."
Ruby menyunggingkan senyum dan mengangguk tipis. "Oke, Kak Ferry, makasih, yah."
"Kalau gitu, saya mau cari narasumber dulu," ujar Ruby pamit.
"Need help?" tawar Ferry. Dia seperti tidak mau jauh-jauh dari Ruby. Jelas. Wanita itu punya pesona cantik yang membuat para pria tertarik tanpa dia harus berusaha. "Aku kenal salah satu owner selebcing di sini, namanya Karina, mungkin kamu mau wawancara sama dia."
"Nggak kok, Kak, saya udah janjian sama salah satu owner selebcing, kok, dokter Dani. Kalau sekarang, aku mau cari narsum tambahan aja sebelum wawancara sama dokter Dani."
"I see, i see, aku tahu dia juga, videonya sama kucing-kucingnya sering lewat di FYP aku."
"Iya, Kak. Kalau gitu saya permisi."
Belum sempat Ruby berbalik, Ferry menahannya sebentar. Tidak sampai menyentuh, cuma memanggil nama Ruby.
"Eh, Ru?"
"Ya, Kak?"
"Abis liputan ini kamu mau lunch bareng nggak? deket sini ada resto baru yang makanannya enak."
Ruby terjeda beberapa saat sebelum menyunggingkan senyum ramah. Dia tahu Ferry ini naksir padanya. Wajah pria itu manis dan terbilang tampan, tapi Ruby sama sekali tidak ada perasaan lebih, hanya sekadar rekan kerja.
"Umm, abis ini aku mau singgah di kantor sih, Kak, sebelum ke tempat liputan selanjutnya. Jadi, rencana aku mau ngerjain naskah sambil makan siang gitu," papar Ruby. "Ada meeting juga bareng Kak Rion."
"Ohh, oke deh, kapan-kapan aja kalau gitu," kata Ferry tampak sedikit kecewa. Karena sudah berapa kali dia mengajak Ruby makan berdua tapi tidak pernah diiyakan oleh wanita cantik itu.
Selanjutnya, Ruby mulai berjalan menyusuri setiap sudut adea festival. Melewati footboth, beragam game, stand makanan juga booth merchandise.
Ruby sambil berkutat dengan hapenya. Dia menyusun format naskah liputannya. Jadi, dia sisa memasukkan hasil wawancaranya saja nanti.
Awalnya suasana ceria dan tampak seru, di panggung terlihat para selebcing bersama owner masing-masing saling berinteraksi dengan fans. MC mengarahkan dengan antusias di sana.
Namun, tiba-tiba kegembiraan itu buyar. Suara keras terdengar, para penonton menjerit panik.
KREETTTT!
Kabel di sisi panggung mengeluarkan percikan api, diikuti bunyi patahan besi dari atas.
Fokus Ruby akhirnya teralihkan oleh keributan itu.
Terlihat sebuah tiang di panggung mulai oleng. Para penonton berteriak dan mulai menjaga jarak dari panggung. Para kru segera membantu para selebcing beserta owner mereka untuk turun dari panggung.
Namun, salah satu kucing berwarna putih melompat dari stroller. Makhluk berbulu bernama Snowy tersebut malah naik ke kain backdrop yang menjuntai.
Backdrop itu terhubung ke tiang utama yang sudah retak di bagian sambungannya.
Salah satu pemilik selebcing berteriak dari bawah panggung. Seorang wanita anggun berambut panjang sampai pinggang, jatuh bergelombang lembut. Wajahnya ditutupi masker.
"NOOOO!!! Snowy!" Dia mau menghampiri kucingnya, tapi dia dihalangi oleh dua pria berbadan besar.
Ruby yang melihat kejadian itu segera berlari mendekat dengan mata yang tajam menyapu sekitar. Dia sambil memasukkan hapenya dalam saku celana dan juga melepaskan kacamata.
Seorang kru berteriak pada Ruby. "KAK! Jangan ke sana, Kak! Bahaya!"
Ruby mengabaikannya, wanita cantik itu terus mendekat dan tanpa pikir panjang langsung naik ke atas panggung.
Orang-orang yang ada di sana mulai ketakutan dan menahan napas menyaksikan Ruby yang tidak ada takut-takutnya.
Sementara itu, Ruby mulai memanjat dengan lihai dan berpegangan pada kerangka besi untuk mendekat pada Snowy yang mulai mengeong ketakutan.
KRRRRTTTTT!!!
Swsshhh…
Bunyi retakan dan percikan semakin membulatkan mata si kucing.
Tangan kiri Ruby dengan cepat meraih kain, lalu tangan satunya berusaha menjangkau Snowy.
"Ayo… kucing cantik, ke sini…" bisik Ruby lembut.
Sang pemilik kucing sudah tampak panik di bawah sana.
Begitu Ruby berhasil tubuh makhluk berbulu putih lembut itu, bunyi krakkkk terdengar lagi.
Tiang utama mulai ambruk sebagian dan panggung berguncang keras. Teriakan para pengunjung juga semakin menjadi-jadi.
Tapi, dengan cepat Ruby melompat sambil mendekap Snowy erat di dada. Detik berikutnya dia melakukan pendaratan sempurna lalu segera berlari sebelum besi berjatuhan menghantam panggung dan menimbulkan debu serta suara berat.
Semua orang menahan napas dan ketika Ruby muncul di balik asap bersama Snowy, mereka sontak bertepuk tangan riuh meski tidak begitu jelas melihat wajah Ruby. Sementara itu, pemilik kucing segera menghampiri. Diikuti oleh dua pria berpakaian kasual.
"Ohh my Snowy…"
Ruby segera menyerahkan kucing itu pada wanita elegan tersebut.
"Terima kasih banyak, kamu sudah menyelamatkan kucing saya."
"Sama-sama."
Wanita bermasker itu mendekap kucingnya erat lalu menunduk pada ID Card yang dikalungi Ruby. "Nama yang cantik."
Ruby mengulas senyum tipis, "terima kasih, saya permisi." Wanita cantik itu membalikkan badan dan melirik kekacauan yang terjadi di panggung utama itu. Para tim keamanan mulai berdatangan untuk membereskan. Para penonton juga tidak ada yang terluka.
"Panggung sekokoh itu harusnya tidak mudah ambruk. Pasti ada sabotase di sini," pikir Ruby, menyeka pipinya yang pasti sudah penuh noda.