NovelToon NovelToon
DIAM DIAM SUAMIKU NIKAH SIRIH

DIAM DIAM SUAMIKU NIKAH SIRIH

Status: sedang berlangsung
Genre:Pihak Ketiga / Suami Tak Berguna / Selingkuh
Popularitas:10.1k
Nilai: 5
Nama Author: Hasri Ani

"Loh, Mas, kok ada pemberitahuan dana keluar dari rekening aku tadi siang? Kamu ambil lagi, ya, Mas?!"

"Iya, Mai, tadi Panji WA, katanya butuh uang, ada keperluan mendadak. Bulan depan juga dikembalikan. Maaf, Mas belum sempat ngomong ke kamu. Tadi Mas sibuk banget di kantor."

"Tapi, Mas, bukannya yang dua juta belum dikembalikan?"

Raut wajah Pandu masih terlihat sama bahkan begitu tenang, meski sang istri, Maira, mulai meradang oleh sifatnya yang seolah selalu ada padahal masih membutuhkan sokongan dana darinya. Apa yang Pandu lakukan tentu bukan tanpa sebab. Ya, nyatanya memiliki istri selain Maira merupakan ujian berat bagi Pandu. Istri yang ia nikahi secara diam-diam tersebut mampu membuat Pandu kelimpungan terutama dalam segi finansial. Hal tersebut membuat Pandu terpaksa harus memutar otak, mencari cara agar semua tercukupi, bahkan ia terpaksa harus membohongi Maira agar pernikahan ke duanya tidak terendus oleh Maira dan membuat Maira, istri tercintanya sakit.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasri Ani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

IBLIS BERTOPENG MALAIKAT

"Memberi pelajaran orang-orang yang sudah mempermainkan aku, Bu!" Dengan nada tinggi aku berujar.

Ia tersenyum remeh, lalu kembali bersuara setelah membawaku kembali masuk dan berdiri di balik jendela kaca dengan sedikit memaksa.

g juga bersama hati yang tersayat, rusak, dan patah secara bersamaan.

Kakiku melemah, seolah tak ada lagi darah yang mengalir di sana. Tubuhku luruh bersama luruhnya rasa percaya akan cinta Mas Pandu dan cinta ibu yang kukira tulus dan murni, semurni embun pagi. Namun, nyatanya aku salah, cinta yang kuanggap sebagai pengganti cinta orang terkasih yang telah pergi menghadap Illahi itu nyatanya hanyalah cinta semu. Di atas luka mereka justru menabur garam dengan begitu sempurna. Aku terduduk di lantai berbahan marmer dan tergugu di sana.

Kuremas dada yang terus berdentam, rasa sakit ini sungguh tak bisa aku gambarkan.

"Nak. Ibu tidak pernah menyalahkan keadaanmu. Ibu hanya minta kamu menerima Viona, karena Viona sudah berbaik hati menerima dengan lapang dada sebagai istri ke dua Pandu, tanpa dia meminta pada Pandu untuk meninggalkanmu. Bahkan, meski dia sudah memberikan Pandu sesuatu yang begitu Pandu impikan." Ibu berucap dengan nada sangat pelan setelah duduk menyamaiku. Meski pelan tapi ucapan itu mampu membuatku semakin porak poranda.

Ucapan ibu menyiratkan sebuah makna seolah Viona adalah malaikat yang mampu menghadirkan kebahagiaan untuk mereka, sedangkan aku hanya beruntung masih menjadi istri Mas Pandu karena karena belas kasihan Viona. Sedangkan bagi ibu, Mas Pandu sendiri tak ada kesalahan.

Kesalahan seolah hanya ada padaku yang tak mampu memberikan keturunan. Begitukah? Ini sungguh di luar nalar. Tak ada wanita baik yang mau menjadi duri dalam rumah tangga orang lain, bahkan sahabatnya sendiri, dan tak ada lelaki baik-baik yang menikah diam-diam tanpa ijin istri pertama. Di mana nurani semua orang ini?

Aku tersenyum getir. Lalu menatap nyalang pada bukan perempuan bersanggul tinggi ini. "Kalian semua manusia!" Terbata-bata aku berkata dengan nada penuh penekanan.

Ibu memengang ke dua pundakku lalu menggoncangnya kasar seraya berkata. "Sadar, Maira, sadar. Pandu masih menghargaimu! Menjaga perasaanmu!"

Kutepis kasar kedua tangan ibu.

"Menjaga perasaanku?! Menjaga parasaanku atau menunda kematianku dengan membunuhku secara perlahan, Bu?! Katakan?!Aku berjuang mati-matian untuk mewujudkan impian Mas Pandu manjadi ayah. Banyak hal yang sudah aku korbankan. Aku nggak akan pernah sudi dihargai dengan cara licik seperti ini!" ucapku dengan nada tinggi. Bangkai sudah tercium bahkan terlihat busuknya, bukannya meminta maaf, tapi malah berbalik menyalahkan, siapa yang tak naik pitam?

"Maira!" Dadanya tampak naik turun, Lalu detik selanjutnya, tangannya menarik tanganku secara kasar, dengan sedikit menyeret ia membawaku menjauh dari tempat sialan ini.

Dengan langkah cepat ia membawaku menapaki anak tangga.

"Bu, lepas, Bu," teriakku berusaha menepis tangannya, namun, kekuatan wanita paruh baya ini tak bisa aku tandingi. Mungkin karena bobot tubuh kami yang tak imbang.

Ia membawaku ke sebuah ruangan, sebuah kamar luas dengan tampilan glamour, ia menyeretku masuk ke sana lalu melemparku di atas ranjang king size dengan ukiran mewah di bagian bahunya. Begitu kasarnya ia

memperlakukanku, hingga aku hampir terpental dan jatuh.

Aku mencoba untuk bangun dari tempat tidur, saat kulihat ibu pergi mengunci pintu dan menyimpannya di balik kebaya bagian dalam dada.

"Apa maumu, Bu?!" Aku menghampiri, berusaha mengambil kunci dari tempat yang aku sendiri tak habis pikir, ibu bisa melakukan semua ini. Namun, saat tangan ini berusaha mendekat ke arah dada maka dengan cepat pula ia menepis tanganku.

Plak!

Dan secepat kilat ia lalu menamparku dengan sangat keras.

"Aw." Aku tersentak, meringis, dan berteriak

kesakitan.

Rasa panas bercampur nyeri membuatku refleks memegangi pipi. Ini adalah kali pertama seseorang yang bahkan sangat aku hormati menghadiahkan sebuah tamparan sangat keras padaku. Aku tersenyum remeh.

Bagaimana bisa orang berbuat salah, tapi masih menyakiti korbannya? Benar-benar iblis bertopeng malaikat.

Saat ini hatiku tak hanya gerimis namun hujan lebat disertai petir menghantamnya secara bersamaan dan bertubi-tubi. Aku kehilangan dua sosok manusia yang begitu aku cintai secara bersamaan, menyakitiku sedemikian rupa, hingga hatiku lebam membiru.

"Lihat dan perhatikan baik-baik, Maira! Di sana, di sana. Lihat semua itu! Kamu bisa?!" Ia berujar dengan nada penuh penekanan disertai amarah yang menggebu, setelah menarik kasar lenganku, dan menunjuk ke berbagai sudut ruangan satu per satu. Aku hanya bisa mengikuti ke mana arah jari telunjuk itu tertuju.

Ya, kupandangi semua yang ada di dalam kamar mewah ini, dengan rasa yang bercampur aduk. Rasa sedih, bersalah, putus asa, sekaligus rasa tak berguna.

Sebuah boks bayi berwarna merah yang di bagian atasnya sudah di pasang mainan bayi ada di sebelah kanan ranjang. Lalu bisa kulihat pula ada lemari berwarna putih, berbahan kayu yang dia atasnya digantung sebuah baju bayi nan lucu sebagai simbol bahwa itu lemari bayi berjajar dengan meja rias.

Netraku terus menyisir semua sudut ruangan hingga aku temukan juga sebuah kursi besar dan empuk yang biasa digunakan untuk menimang dan menyusui bayi ada di sudut kamar dekat jendela. Kursi yang begitu aku dambakan.

Dari semua yang kulihat, tampak sekali kedua pasangan itu begitu bahagia dan siap menyambut buah hati dia atas luka seorang perempuan yang tak mampu memberikan kebahagiaan pada suami sendiri.

Sakit ini benar-benar membuat hatiku nyeri, kepalaku semakin berdenyut. Aku hanya bisa diam, terpaku, dan membeku di tempatku tanpa sepatah kata. Tak pernah aku mengira kira sebelumnya, hatiku akan patah ribuan kali hanya dalam satu hari.

"Maira, Ibu tak pernah ingin memperlakukan kamu seperti ini, ibu bukan mertua jahat yang mampu menyuruh anaknya menikah lagi hanya karena menantunya tidak bisa menghadirkan buah hati. Tapi, ibu juga tidak bisa mengabaikan kebahagiaan anak ibu, Mai. Mengertilah." Kini suara ibu mulai bergetar, nada suaranya pun semakin lemah. Namun, apa yang ia sampaikan menghujam langsung ke jantungku. Ia tertunduk dalam, kulihat tubuhnya pun mulai bergetar.

Dadaku sesak menahan isak. Ya, sebetulnya ibu tak pernah memperlakukan aku secara kurang baik semala aku menjadi istri Mas Pandu. Ia bahkan tak jarang mengirimkan makanan atau kue berbahan beras ketan yang menjadi kegemaranku setiap Mas Pandu mampir ke rumahnya atau aku berkunjung ke sana.

Entah semua itu hanya sandiwara karena ia turut dalam persekongkolan ini atau memang baik karena Mas Pandu sering mengirim uang. Entahlah, nyatanya uang itu bukan untuk ibu sendiri, melainkan untuk kebutuhan Viona, wanita lain di hati Mas Pandu. Entah sejak kapan mereka bermain di belakangku. Yang pasti setelah melihat apa yang terjadi pada hari ini, rasanya aku tak bisa berpikir positif lagi.

"Pandu sangat mencintaimu, Maira. Jangan tempatkan dia di posisi yang sulit, posisi di mana dia harus memilih antara kamu dan anaknya!" lanjut ibu lagi seraya terisak, seolah tahu apa yang ada di dalam benakku.

Ya, bagiku tak ada lagi yang bisa diselamatkan jika sudah ada hubungannya dengan orang ke tiga. Mas Pandu sendiri sudah tahu pasti akan hal ini, bahkan ini adalah janji kami sebelum kami menjalani bahtera rumah tangga. Tak ada madu ataupun pria lain dalam hidup kami, itulah janji cinta kami yang diingkari dengan begitu entengnya oleh Mas Pandu.

"Cinta?! Egois lebih tepat untuk anak ibu, Bu."

"Maira, jika kamu seperti ini, kamu lah yang egois, Mai. Kamu tau kebahagiaan Pandu. Kamu tidak bisa memberikannya, Mai ...."

"Belum, Bu!" sergahku tak terima. Usaha belum sampai di titik akhir. Tak lupa di setiap malam doa aku langitkan. Bagaimana bisa dia berkata demikian.

"Maira. Kamu harus tau, Pandu berhak bahagia."

"Dan Maira tau apa yang harus Maira lakukan sekarang!" Aku berusaha sekuat tenaga, mendapatkan kunci yang ibu simpan di balik kebaya bagian dada itu, tak peduli betapa kurang ajarnya aku demi keluar dari tempat ini dan memberi mereka semua pelajaran.

Dengan cepat tanganku mengambil kunci itu hingga kebaya ibu sedikit terkoyak ketika ibu masih fokus memberiku pengertian. Setelah kunci di tangan dan ia terkejut, aku pun mendorongnya hingga ia sedikit terhuyung dan terjatuh di lantai.

"Maira!" Ibu kembali berteriak dengan nada tinggi, tak terima. Sekolah aku dapat melihat wajah yang sebelumnya begitu sendu, kini berubah merah padam, namun aku tak menghiraukan. Aku terus berlari menuju pintu, mencoba untuk keluar dari tempat mewah namun membuat hatiku tercabik-cabik dengan pemandangannya.

Setelan kunci berhasil terbuka, segera aku membuka pintu.

"Maira!"

"Ah." Lagi-lagi, Ibu menarik tanganku dengan sangat kasar bahkan lebih kasar dari sebelumnya lalu

mendorongku dengan keras hingga keningku membentur meja rias. Sakit? Tentu, tapi masih bisa kutahan demi harga diri yang harus aku jaga. Aku bangkit, menatap kembali ibu yang masih berdiri di depan pintu dengan napas memburu. Perempuan ini benar-benar masih sangat kuat.

"Ibu ... apa maumu? Jangan perlakukan aku seperti ini. Maira berhak melakukan apapun. Maira masih istri Mas Pandu. Maira berhak atas Mas Pandu, Maira berhak melakukan apa saja pada Mas Pandu, Bu. Ibu nggak berhak ikut campur!" Seraya memegang kening yang sedikit berdarah ini, aku mencoba membuka mata wanita yang saat ini menatapku dengan sangat tajam.

"Kamu memang masih istri Pandu, Maira. Tapi, ibu adalah nenek dari bayi yang dikandung Viona. Ibu tidak ingin kamu menghancurkan hari membahagiakan ini. Ibu tidak akan pernah membiarkan kamu merusak kebahagiaan Pandu dan Viona. Membuat mereka malu. Dan keselamatan cucu ibu adalah prioritas utama ibu, Maira."

"Aku masih waras, urusanku adalah dengan Mas Pandu bukan cucu ibu!"

"Tidak, Maira. Kamu harus tetap di sini sampai acara selesai," tutup ibu kemudian bergegas keluar lalu menutup pintu dan menguncinya dari luar.

"Ibu, buka, Bu!" Kugedor dengan sepenuh tenaga pintu berbahan kayu itu secara terus-menerus seraya kuteriakkan nama ibu berulang-ulang dengan lantang. Berharap ada yang mendengar lalu membukakan pintu. Namun hingga tenggorokan sakit dan tenagaku habis, tak ada satu orang pun yang terdengar datang menghampiri.

Mungkin rumah ini terlalu besar.

Aku beringsut duduk di depan pintu dengan napas terengah-engah, tak berdaya. Tenagaku habis. Bahkan untuk menangis pun sudah tak mampu.

Sejenak aku terdiam.

Saat aku berusaha mengumpulkan tenaga.

Pandanganku menangkap sesuatu di meja sebelah ranjang.

Pesawat telepon ada di sana. Segera, aku bangkit dan melangkah menuju meja tersebut.

Kupegang gagang telepon, sejenak aku pun termangu.

Siapa yang harus aku hubungi? Yang kutuju adalah menghubungi Arin, namun hanya nomor Mas Pandu yang aku ingat. Haruskah aku menghubungi Mas Pandu? Aku berdecak kesal. Bagaimana bisa aku menghubungi Mas Pandu, sedangkan yang aku inginkan saat ini hanya menghajarnya habis-habisan.

Waktu terus berputar, kesabaranku tak bisa lagi ditahan. Akhirnya aku putuskan untuk menghubungi Mas Pandu. Semoga saja dia membawa serta ponsel dalam acara itu.

Beberapa kali aku menekan nomor Mas Pandu, namun ia tak kunjung menerima panggilan dariku. Aku mendengkus kesal. Kesabaranku benar-benar diuji berlipat ganda.

Aku kembali berdiri, melangkah menuju jendela kaca yang ada di kamar tersebut. Rupanya dari jendela ini, kita bisa melihat halaman belakang, namun karena tempat ini ada di lantai dua maka aku tak bisa berbuat apa-apa meski banyak orang di sana termasuk dua manusia durjana dan antek-anteknya itu.

Tak habis akal, aku membuka jendela dan kuteriakkan nama Mas Pandu. Namun, lagi-lagi aku gagal, karena suaraku tak bisa mengalahkan suara sound yang digunakan pada acara. Tenagaku semakin habis. Tapi, bukan Maira jika harus menyerah.

Kuambil semua barang yang ada di dalam kamar lalu kulempar ke kolam renang agar menimbulkan perhatian tanpa menyakiti orang yang ada di bawah sana. Hiasan di meja, kotak perhiasan, pot bunga mini, hingga semua yang ada di kamar mandi dan lemari aku lempar secara bertubi. Semoga yang merasa memiliki barang tersebut tergerak untuk mendatangi tempat di mana barang tersebut di simpan.

Persetan jika barang rusak, karena rusaknya hatiku lebih penting.

Tak berselang lama terdengar suara hentakan kaki dari arah luar. "Kita lihat siapa yang datang. Ibu atau sang pemilik kamar?" Dalam hati aku bertanya. Jika ibu mertua yang mengurungku ada di luar sana maka perjuanganku masih harus berlanjut. Tapi, jika itu Mas Pandu dan Viona maka aku pastikan ini adalah akhir dari ceritaku.

Aku menoleh ke arah pintu seraya mengatur napas yang sudah begitu payah.

Pintu dibuka dengan kasar, mungkin mereka mengira ada maling atau orang gila yang sudah ada di dalam kamar mereka. Sehingga mereka tak sabar.

"Maira.. "

1
Ma Em
Oh mungkin yg cari Sean itu suruhan istrinya Hartawan yg bos nya Pandu mantan suaminya Maira , wah seru nih nanti kalau Maira nikah dgn Sean Maira nanti akan jadi bos nya Pandu .
Ninik
berarti perusahaan yg dipegang pandu perusahaane bapak nya dokter Sean tp istri kedua nya serakah menguasai semuanya
Ninik
heh pandu beda istri beda rejeki mungkin dulu maira selalu mendoakanmu tp sekarang viona cuma butuh uangmu dasar jadi laki laki kok bego tapi bener jg yang kamu bilang kalau itu karma mu
Ma Em
Akhirnya Bu Azizah jadi salah paham dikiranya dr Sean menghamili Maira , Bu Azizah tdk tau bahwa Maira hamil anak dari mantan suaminya si Pandu bkn anak Sean 😄😄
Ninik
makasih Mak othor cantik untuk crazy up nya hari ini semoga hari2 selanjutnya terus seperti ini 💪💪💪💪 tenang aku dah subscribe juga
Hasri Ani: 😁😁mksi kembali say...
total 1 replies
Ninik
ternyata oh ternyata mas dokter anak Bu Azizah to dan apa td benihnya gak subur wah jgn2 dikawinin nih orang dua kan maira lagi hamil g ada laki pas kan jadinya Sean jadi ayah nya si baby
Ninik
pandu g melek apa ya Zahra bukan anaknya Zahra keluarga maira pasti pandu mau maksa maira rujuk menggunakan zahra karna tau sekarang maira hamil
Ninik
Rani pasti ngomong sama nanti dan pandu bakal tahu kalau maira hamil anaknya dihitung dr waktu perceraian,,,, Thor kenapa up nya dikurangi padahal di awal bab selalu crazy up nya
Hasri Ani: hehe tangan lagi kurang sehat say.. Sox UP BAB di cerita lainnya juga..
total 1 replies
Ninik
Thor kok cuma satu biasanya sekali up 3 ayo Thor semangat 💪💪💪
Hasri Ani: ditunggu ya say tangan ku kayak nya ada sedikit masalah Sox ngilu2 hehe mngkin efek ketikan Sox ada Bab dari cerita lainnya juga yang saya up hehehe
total 1 replies
Ma Em
Maira kalau pandu ngajak rujuk jgn mau lbh baik maira dgn dokter Sean saja , biarkan si pandu menyesal seumur hidupnya .
Ninik
rasanya g sabar nunggu lanjutan esok hari 💪💪💪
Ma Em
Maira mau saja nurut sama Pandu akhirnya kamu sendiri yg menyesal juga tersingkir karena maira terlalu cinta sama pandu sehingga apa yg dikatakan pandu dituruti saja tanpa melawan emang maira yg bodoh , sekarang baru menyesal setelah dibuang pandu mungkin baru terbuka matanya .setelah tau semua kebenaran nya .
Ninik
lanjut Thor 3 bab lagi bolehkah mumpung masih emosi nih mau ikut Jambak si pelakor aku rasanya
Hasri Ani: 🤣🤣🤣sabar saaay...
total 1 replies
Ninik
Thor saat maira nangis marah2 sama Alloh sebetulnya salah ya mestinya marahnya sama Mak othornya karna yg bikin sengsara kan Mak othor jgn kelamaan nyakitin maira ayo mulai kehancuran pandu dan viona aku aja yg baca nyesek rasanya
Hasri Ani: waduhhh.. 🤭🤭🤭
total 1 replies
Ninik
kpn penderitaan maira berakhir lantas kpn balas dendamnya
Ninik: jujur ini novel hampir ku hapus karna g kuat bacanya liat penderitaan maira jantung rasanya kaya mau meledak
total 2 replies
Ninik
Mai jgn lupa kamu minta bayaran untuk kamu menyumbangkan darah mu waktu itu jgn tangung2 bayarannya adalah nyawa viona karna dulu kamu kasih darah untuk viona hidup
Ma Em
Maira masa kamu ga bisa kabur dari Pandu seberapa pinter sih si Pandu sampai kamu tdk bisa berkutik , cari akal dong jgn cuma pinter ngomong doang tapi otak ga dipake .
Ninik
Thor kenapa pandu kejam sekali katanya dia taat ibadah tp kok zinah katanya adil tp kok hanya istri ke w yg dibelikan rumah dan ditransfer nafkah sedang maira malah diporotinbahka uang warisan dr keluarga nya maira taat agama dr mana DLAM Islam penghasilan istri suami g berhak lho bahkan uang mahar pernikahan jg suami g berhak sama sekali lha ini pandu apa
Makhfuz Zaelanì
maira nya terlalu lamban
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!