Sepuluh tahun lalu, Sekar kenanga atmaja dan Alex Mahendra prakasa terlibat dalam sebuah perjodohan dingin tanpa cinta. Di usianya yang masih belia, Sekar hanya memusatkan pikirannya pada impian yang ingi diraihnya. Dengan segala cara dia ingin membatalkan perjodohan itu. Namun sebuah tradisi dalam keluarganya sulit sekali untuk dilanggar. Pendapatnya sama sekali tidak di dengar oleh keluarganya. Sampai pada hari pertunangannya dengan Alex tiba. Sekar dengan berani menolak putra dari keluarga Prakasa tersebut. Gadis 18 tahun itu pergi meninggalkan acara dan Alex dengan luka samar, karena ditolak dengan kasar di hadapan banyak orang.
Kini takdir kembali mempertemukan mereka dalam ikatan bisnis. Sekar yang kini menjadi model terkenal dan di kenal dengan nama 'Skye' akan menjadi wajah utama untuk ATEEA group. Sebuah perusahaan fashion ternama yang ternyata dipimpin oleh Alex Mahendra prakasa, sang mantan calon suaminya.
Akankah bisnis ini batal seperti perjodohan mereka? simak disini ..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Novaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 06# DENDAM PRIBADI DALAM LINGKARAN CAHAYA
Jakarta, Hari Kedua Pemotretan Kampanye 'Ascension'
Set studio ATEEA Group terasa dingin, meskipun lampu flash dan sorot video memancarkan panas yang ekstrem. Skye berdiri di tengah panggung, mengenakan jumpsuit futuristik berwarna perak, tubuhnya meliuk-liuk sempurna di bawah arahan juru foto. Ia adalah Ice Maiden, tak tersentuh, setiap pose menuntut keagungan yang menyakitkan.
Namun, fokusnya terganggu. Bukan oleh kelelahan, melainkan oleh tatapan tajam yang menusuk dari sisi panggung.
Di sana, di kursi sutradara yang sengaja diletakkan di posisi paling strategis, duduk Alex Mahendra Prakasa. Ia tidak tersenyum. Raut wajahnya dingin, bahkan terkesan kejam. Sejak hari pertama, Alex tidak pernah berhenti mengawasi. Setiap jeda, setiap pergantian busana, pria itu akan mendekat, bukan untuk memuji, melainkan untuk mengkritik.
"Skye, punggungmu terlalu melengkung. Pose itu terlihat terlalu dramatis, bukan powerful," desisnya saat Sekar mencoba pose baru.
"Ini adalah gaya yang dipakai majalah Italia, Tuan Alex. Ini adalah powerful," balas Sekar, menahan kesabarannya.
"Ini ATEEA. Bukan Majalah Italia," potong Alex tajam. "Aku butuh aura penguasaan, bukan kekalahan. Ulangi. Lebih tegak. Pikirkan bahwa kau adalah satu-satunya yang pantas di puncak piramida ini."
Sekar menggertakkan gigi. Kritiknya tidak logis, sering kali menyentuh hal-hal kecil yang tidak akan dilihat oleh mata biasa, bahkan oleh kamera. Kritikan Alex terasa seperti sengaja dilakukan untuk menguras energi dan kesabarannya.
Andra Pramana, Direktur Seni ATEEA yang bertugas mengawasi visual keseluruhan, menggelengkan kepalanya dari balik monitor. Andra, seorang pria berkacamata yang biasanya tenang, mulai merasakan ada yang tidak beres.
"Alex sudah keterlaluan. Ia menghabiskan tiga jam hanya untuk menyuruh Skye mengubah cara jarinya memegang ponsel," bisik Andra kepada asistennya. "Skye ini adalah supermodel kelas A, ia bisa melakukan pemotretan ini sambil tidur."
Asistennya hanya mengangkat bahu. "Mungkin Mas Alex ingin hasil yang sangat sempurna, Mas."
Andra menatap Alex yang kini tengah berbisik sesuatu kepada Skye, membuat wajah model itu menegang. "Bukan itu. Ini... ini bukan soal profesionalisme. Ada aura dendam di sana. Alex seperti sengaja menekannya, membuatnya kelelahan."
Andra memicingkan mata, memperhatikan interaksi Alex dan Skye. Meskipun kritik Alex begitu keras, selalu ada kedekatan yang aneh, intensitas yang tidak wajar. Alex berbicara terlalu dekat, mata mereka terlalu lama bertemu.
"Ini bukan dendam bisnis," pikir Andra. “Ini lebih seperti masalah pribadi... sesuatu yang intim, dan tidak terselesaikan.”
Namun, Andra tahu, tidak ada satu orang pun di ATEEA, mulai dari staf hingga jajaran direksi, yang mengetahui hubungan masa lalu antara Alex Mahendra dan Sekar Kenanga. Bagi mereka, Ice Maiden dari Eropa ini hanyalah model asing berbayar mahal yang harus tunduk pada visi CEO yang dingin.
✨✨✨
Sesi pemotretan hari kedua akhirnya berakhir. Sekar merasa seperti baru saja menjalani sesi interogasi berjam-jam, bukan pemotretan. Ia menarik napas berat, merasakan ketegangan menjalar dari leher hingga kakinya.
Ia melangkah meninggalkan panggung tempatnya berperang dengan lensa. Hatinya yang kesal membuat langkahnya menjadi lebih cepat. Ia ingin segera keluar dari studio, meninggalkan aura Alex yang menyesakkan.
Di tengah studio yang penuh dengan peralatan, kabel-kabel hitam tebal menjulur di lantai, siap menjadi jebakan.
"Skye, tunggu!"
Suara Alex memanggil dari belakang, membuat Sekar semakin kesal dan mempercepat langkahnya tanpa melihat ke bawah.
Cepat pergi. Jangan sampai dia sempat mengkritik caraku berjalan keluar, pikir Sekar kalut.
Namun, karena terlalu fokus pada kekesalannya dan kehadiran Alex di belakangnya, tanpa disadari, kaki stiletto miliknya menyangkut kabel lighting yang tebal di lantai.
Ia kehilangan keseimbangan!
Sekar terhuyung, tubuhnya yang lelah tidak sempat bereaksi cepat. Momen panik itu terasa seperti slow motion. Ia melihat lantai semen yang dingin mendekat, dan rasa malu yang akan datang menyerangnya seperti gelombang.
Tidak! Aku tidak boleh jatuh lagi! Tidak di hadapan Alex!
Tiba-tiba, ia merasakan sebuah lengan yang kuat melingkari pinggangnya, dan lengan lainnya menopang punggungnya. Tubuhnya ditarik ke atas dengan sebuah tarikan yang cepat dan kokoh, menghindarkannya dari benturan yang memalukan.
Napas Sekar tercekat.
Ia tidak jatuh. Ia ditahan.
Tubuhnya kini menempel erat pada dada bidang yang keras, hangat, dan beraroma maskulin yang mahal. Dada Alex.
Ini adalah pertama kalinya mereka sedekat ini. Sedekat nadi.
Kepala Sekar mendongak cepat, matanya yang sebiru safir bertemu langsung dengan mata Alex yang cokelat gelap. Jarak di antara mereka nyaris tidak ada. Ia bisa merasakan kehangatan napas Alex di ubun-ubun nya, dan detak jantung pria itu yang anehnya terdengar sedikit lebih cepat dari biasanya.
Wajah Alex hanya berjarak beberapa inci. Keangkuhan dan kekejaman yang tadi terpancar di studio hilang, digantikan oleh sorot mata yang entah mengapa terlihat campur aduk. Terkejut, prihatin, dan... terlarang.
Seluruh dunia seakan berhenti. Keheningan yang tiba-tiba melanda studio yang ramai itu terasa memekakkan telinga.
Sekar nyaris lupa bagaimana bernapas. Selama sepuluh tahun, Alex adalah musuh, bayangan penyesalan. Kini, ia adalah pria yang menahannya, mencegahnya jatuh, memeluknya begitu erat seolah ia takut Sekar akan menghilang lagi.
Alex adalah orang pertama yang memecah keheningan, suaranya dalam dan sedikit serak.
"Jalan lebih hati-hati, Sekar. Atau setidaknya, lihatlah ke mana kakimu melangkah," bisiknya, suaranya hanya terdengar oleh Sekar.
Ia tidak menyebutnya Skye. Ia menyebutnya Sekar.
Detik itu, Sekar tersadar. Ini bukan Alex Mahendra CEO ATEEA, ini Alex Mahendra, laki-laki yang ia hancurkan sepuluh tahun lalu, kini berada di ujung batas kendali diri.
Sekar segera mendorong tubuh Alex pelan, menciptakan jarak di antara mereka. Ia berdiri tegak, memaksakan kembali aura Ice Maiden di wajahnya.
"Terima kasih, Tuan Alex," ucap Sekar dingin, meskipun tubuhnya masih terasa panas di titik-titik yang baru saja disentuh Alex. "Saya akan lebih berhati-hati. Tapi saya juga akan lebih cepat meninggalkan panggung, jika kritikan Anda tidak lagi perlu saya dengar."
Sekar berjalan menjauh tanpa menoleh lagi, meninggalkan Alex yang masih berdiri kaku di tengah studio, matanya mengikuti punggung wanita itu. Hanya Alex yang tahu, bahwa saat ia memeluk Sekar, bukan hanya dendam yang kembali, tapi juga perasaan lama yang terkubur dalam dingin yang tak pernah benar-benar mati.