"Tapi Kek, aku tak mengenalnya. Dan dia pria kota, mana cocok denganku yang hanya seorang gadis desa."
"Kamu hanya belum mengenalnya, dia anak yang baik. Jika Kakek tiada, kamu tak sendiri di dunia ini. Jadi Kakek mohon, kamu harus mau di jodohkan dengannya."
Aruna hanya diam, dia tak bisa membantah permintaan sang Kakek. Sedari kecil dia dirawat oleh Kakek Neneknya, karena orang tuanya mengalami kecelakaan dan tewas ketika dia berusia 5 tahun. Sejak saat itu hidup didesa, dan membantu Kakek Neneknya bertani diladang adalah kehidupan bagi Aruna.
Tapi ksetelah kepergian Nenek satu bulan lalu, jujur membuatnya kesepian walaupun ada Kakek juga asisten rumah tangga yang sedari dulu sudah bekerja di tempat sang Kakek.
Waktu pernikahan tiba, dua orang asing menikah tanpa ada rasanya cinta dihati mereka. Pria itu anehnya juga tak menolak perintah dari Kakeknya, setuju dan menjalani perjodohan yang sangat mendadak.
"Kita sudah menikah, tapi ada batasan antara aku dan kamu. Dan akan aku je
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SecretThv, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Siapa Dia?
Hari ini mungkin akan sibuk, Sagara sudah bersiap dan menunggu asistennya datang kerumah. Mereka terbiasa berangkat kerja bersama, ditambah lagi hanya asistennya yang tau jadwal Sagara. Karena dia orang kepercayaan Sagara di kantor, bisa disebut tangan kanan Sagara.
Saat tengah menyiapkan sarapan bel rumah berbunyi, Aruna yang sedang membantu Bibi mengambil alih untuk membuka pintu.
"Biar aku saja Bi yang bukakan pintunya," ujar Aruna.
"Baiklah Non."
Aruna bergegas menuju ke pintu depan, degan dia yang masih memakai apron dapur karena posisinya sedang memasak. Sebelum membuat pintu Aruna melihat dari layar monitor, siapa yang datang sepagi ini.
"Siapa?" tanyanya.
"Saya Haru, asisten Tuan Sagara." Jawabnya.
"Oh."
Dengan segera Aruna membuka pintu rumah, Haru tentu saja terkejut karena biasanya Bibi yang membuka pintu tanpa bertanya siapa padanya karena sudah paham. Saat pintu terbuka dia dikejutkan dengan sosok gadis dihadapannya, ditambah ini adalah rumah Tuannya.
"Silahkan masuk, Kak Sagara sedang bersiap." Dengan senyuman manisnya.
"Kamu asisten rumah tangga baru? Bibi dimana?" tanya Haru penasaran.
"A-aku ...."
"Dia adik sepupuku, masuklah."
Tiba-tiba saja dengan suara baritonnya Sagara memotong jawaban dari Aruna, dia khawatir jika gadis itu tanpa sengaja keceplosan bilang jika dia istrinya. Sedangkan Haru langsung mengekor Tuannya, setelah di beri tau siapa Aruna dia tak berani bertanya atau basa basi. Karena sudah tau ikatan keduanya adalah saudara, jadi tak ada yang perlu di ketahui lagi olehnya.
"Kenapa dia memotong perkataanku, apa dia terlalu khawatir jika aku bicara jujur?" tanyanya pada diri sendiri dengan nada lirih.
"Dasar!" Aruna terlihat kesal, karena Sagara seolah tak mempercayainya.
Haru menyerahkan beberapa dokumen penting yang perlu tanda tangan dari Sagara, jadi mereka kini ada di ruang kerja Sagara.
"Tuan, sejak kapan adik sepupu Anda ada dirumah?" tanyanya penasaran.
"Kemarin, beberapa hari lalu aku menjemputnya. Dia yatim piatu, jadi aku yang diminta mengurusnya oleh keluargaku. Jadi aku bawa saja dia kemari, mungkin dia akan kuliah. Berikan rekomendasi kampus terbaik untuknya," kata Sagara sembari mengecek dokumen tanpa menatap Haru.
"Oh begitu, jadi cuti kemarin Anda menjemputnya. Baiklah, akan aku carikan kampus terbaik," jawab Haru.
"Aku seperti sudah menjadi walinya, jadi apa yang terjadi padanya aku yang bertanggung jawab."
"Apa itu tidak masalah Tuan? Begini, tau kan sifat Nona Elen, dia akan ...."
"Itu akan aku jelaskan nanti, dia pasti akan mengerti kondisiku. Dia sudah dewasa, sedangkan Aruna baru 18 tahun. Tak mungkin dia mencari masalah dengan gadis itu," kata Sagara begitu yakin.
"Aruna, nama gadis itu." Lirih Haru.
"Baiklah Tuan, Anda yang lebih tau bagaimana mengendalikan situasinya." Senyum Haru, dia tak mau terlibat masalah jika itu menyangkut tentang Elen kekasih dari Sagara.
Tak lama akhirnya semua selesai, dan sarapan sudah siap. Haru juga ikut sarapan bersama dengan Aruna juga Sagara, karena terbiasa jika datang pagi pasti Sagara menawarkan untuk sarapan pagi bersama.
Aruna diam tanpa bicara, dia memilih untuk tak banyak bicara dari pada dia salah kata. Tentu saja Sagara tak akan membiarkan gadis itu buka mulut, apalagi rahasia besarnya sampai diketahui banyak orang.
"Aruna, jika kamu sudah memutuskan pilihlah salah satu kampus terbaik. Kabari aku, aku akan mendaftarnya untukmu." Kata Sagara membuka keheningan.
"O-oh i-iya, aku akan pikirkan lagi untuk kuliah atau tidak." Kata Aruna.
"Bukankah kamu pintar, apa tak sia-sia jika tak kuliah. Jangan mengandalkan keluarga, walaupun keluargamu kaya raya tapi bukan itu prinsipnya. Kamu harus tetap mandiri," ujar Sagara.
Aruna terdiam dan menatap sinis pada Sagara, seolah dia sedang menggunakan kekuasaan milik Kakeknya. Atau hanya mengandalkan harta milik keluarganya, padahal Aruna tidak terdidik seperti itu.
'Kamu seperti sedang membicarakan dirimu sendiri, menyindiri dirimu sendiri yang khawatir akan harta warisan. Kamu lebih naif, karena menurut perjodohan hanya karena mendapatkan harta warisan Kakekmu.' batin Aruna.
Sang puan merasa ada yang menatapnya dia pun menoleh ke arah Aruna, dan benar saja gadis itu menatap tajam ke arah dirinya. Haru juga melihatnya, tapi dia sendiri tak mau terlibat diantara keduanya.
"Kenapa kamu menatapku seperti itu."
"Hemm, tidak ada. Hanya merasa aneh dengan kata-kata mu Kak, sudahlah aku sudah kenyang." Kata Aruna menyudahi sarapannya yang belum sepenuhnya habis, dia bangkit dan segera mencuci piring juga membuang sisa makanan yang tinggal sedikit.
Sagara hanya diam, namun dia tak mencerna kata-kata dari Aruna. Setelah selesai sarapan Haru menunggu Tuannya di ruang tamu, sedangkan Sagara bersiap dan tak lupa bertemu Aruna lebih dulu untuk memberikan sesuatu.
"Aruna." Panggilnya dari luar kamar.
"Apa." Muncul hanya kepala saja.
"Sedang apa kamu? Ini kartu debit dan nomorku, PINnya nanti aku kirim lewat pesan. Tapi kamu harus kirim aku pesan, karena aku tak memiliki nomormu." Jelas Sagara pada istrinya.
"Oh baiklah, terimakasih." Menerima dan menutup kembali pintu kamarnya, meninggalkan Sagara yang masih berdiri didepan pintu.
"Dia! Apa tidak memiliki sopan santun kepada yang lebih tua, sungguh kenapa kelakuannya seperti ini." Ucapnya kesal dengan sikap Aruna.
Lalu segera melangkah pergi, karena dia akan ada rapat dikantornya. Dengan wajah kesal, dia keluar rumah dan berpesan pada Bibi agar mengabari kemana Aruna pergi.
.......****.......
Aruna memiliki rencana hari ini, dia ingin berkeliling di kota ke tempat-tempat dimana dia bisa mencari ide. Biasanya di desa dia akan menghabiskan banyak waktu ditaman, atau kebun yang suasananya tenang.
"Aku ingin membeli sesuatu, pena ku habis sekalian saja aku membelinya."
Segera berkemas, namun Aruna tak membawa kartu debit yang di berikan oleh Sagara, dia memilih untuk memakai uangnya sendiri. Dan hanya membawa kartu nama milik Sagara, dimana terpampang jelas nomor suaminya itu.
"Bibi, aku akan pergi keluar membeli keperluan." Pamit pada Bibi.
"Iya Non baik, saya juga akan pulang sebentar kerumah karena ada kepentingan. Jadi jika Nona nanti pulang belum ada saya, makanan tinggal di hangatkan saja Non. Semua sudah siap," jelas Bibi.
"Baik Bi, aku paham. Bibi hati-hati ya, aku pergi dulu." Melambaikan tangannya dengan senyum manisnya.
"Baik Non, hati-hati juga. Jika ada apa-apa hubungi Bibi, jangan sampai tersesat." Pesan Bibi, beliau takut jika Aruna tersesat karena tanpa teman atau Sagara disisinya.
Aruna keluar dari apartemen, dia melihat ke sekelilingnya. Dan segera melihat map di ponsel, agar dia tak tersesat menuju tempat yang dia cari. Dengan membawa tas berisi laptop miliknya, dia sengaja keluar mencari udara segar dan ketenangan.
"Aku tidak akan tersesat, ini bukan kali pertamanya aku di kota. Sedari kecil aku dikota, hanya saja aku harus tumbuh di desa." Senyumnya.
Langkahnya mulai menyusuri jalanan trotoar, dia dengan tingkahnya merasa begitu senang. Orang berjalan belum terlalu ramai, hanya kendaraan yang lumayan ramai berlalu lalang.
Akhirnya Aruna menemukan toko di mana menjual berbagai macam alat tulis, buku, dan lainnya.
"Aku akan membeli beberapa barang." Dengan senyuman sumringahnya.