NovelToon NovelToon
Balas Dendam Putri Mahkota

Balas Dendam Putri Mahkota

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Fantasi Wanita / Mengubah Takdir
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Salsabilla Kim

Pada malam pernikahannya, Hwa-young seharusnya meminum racun yang memulai kehancurannya. Namun, takdir memberinya kesempatan kedua. Ia kembali ke malam yang sama, dengan ingatan penuh akan pengkhianatan dan eksekusinya. Kini, setiap senyum adalah siasat dan setiap kata adalah senjata. Ia tidak akan lagi menjadi pion yang pasrah. Menghadapi ibu mertua yang kejam dan suami yang penuh curiga, Hwa-young harus mengobarkan perang dari balik bayang-bayang untuk merebut kembali takdirnya dan menghancurkan mereka yang telah menghancurkannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Salsabilla Kim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Mendorong Batasan Fisik

Toko Teh Wangi. Tiga kata itu membakar kertas, mencetak dirinya langsung ke dalam benak Hwa-young. Bukan sekadar nama. Itu adalah sebuah tujuan, sebuah suar dalam kegelapan yang telah menelannya selama ini. Harapan terasa begitu nyata hingga ia hampir bisa menyentuhnya. Ia melipat kertas itu dengan cepat, menyelipkannya kembali ke dalam lengan bajunya bersama saputangan bersulam. Jepit rambut kayu eboni itu ia genggam erat. Rasanya hangat, hidup.

Namun, euforia itu segera padam, digantikan oleh dinginnya realitas istana. Ini bisa jadi jebakan. Matriarch Kang mungkin sudah tahu tentang Chungmae. Mungkin ini adalah cara untuk memancingnya keluar, menangkap basah dirinya sedang melakukan kontak terlarang. Paranoia adalah pelajaran pertama yang ia pelajari dari kematiannya. Pelajaran yang tidak akan pernah ia lupakan.

Ia harus pergi. Ia harus memastikannya sendiri. Tapi bagaimana? Setiap sudut paviliun ini diawasi. Setiap dayang adalah mata-mata. Setiap penjaga adalah anjing peliharaan Keluarga Kang.

Pikiran Hwa-young berpacu. Ia butuh alasan. Alasan yang kuat, yang tidak bisa dibantah, untuk menghilang selama beberapa jam.

Pagi menjelang, dan seorang dayang masuk untuk membantunya bersiap. Hwa-young membiarkan dirinya didandani, pikirannya terus bekerja. Sebuah undangan formal tiba tak lama kemudian. Sebuah jamuan teh sore yang diadakan oleh Permaisuri untuk menyambut para istri bangsawan baru. Acara yang sempurna. Acara yang wajib dihadiri. Acara yang akan ia lewatkan.

Saat dayang itu hendak mengambilkan gaun untuk jamuan, Hwa-young tiba-tiba terbatuk. Bukan batuk biasa, melainkan batuk kering yang keras dan menyakitkan. Ia menekan dadanya, wajahnya sengaja ia buat pucat pasi.

“Yang Mulia?” tanya dayang itu cemas.

“Aku ... aku tidak enak badan,” bisik Hwa-young,  serak. Ia membiarkan tubuhnya sedikit limbung, berpegangan pada meja rias untuk menopang diri. “Kepalaku pusing sekali.”

“Hamba akan panggilkan tabib istana!”

“Jangan!” sela Hwa-young cepat. “Tidak perlu merepotkan tabib hanya untuk pusing biasa. Mungkin ... mungkin aku hanya butuh udara segar. Aku ingin berjalan-jalan sebentar di taman belakang.”

“Tapi jamuan Permaisuri…”

“Aku akan pergi setelah merasa lebih baik,” potong Hwa-young. “Sampaikan pada mereka aku mungkin sedikit terlambat. Sekarang, tinggalkan aku sendiri. Aku butuh istirahat.”

Dayang itu tampak ragu, tetapi melihat kondisi Putri Mahkota yang begitu lemah, ia akhirnya mengangguk dan mundur perlahan.

Hwa-young menunggu beberapa menit. Ia tahu laporannya akan sampai ke Matriarch Kang dalam sekejap. Ia harus bergerak sekarang. Ia mengenakan jubah luar yang sederhana, memastikan jepit rambut dan saputangan tersimpan aman. Ia tidak menuju taman belakang. Ia berjalan ke arah gerbang samping paviliun, sebuah rute yang jarang digunakan, yang mengarah ke bagian istana yang lebih sepi.

Kebebasan terasa begitu dekat. Udara di luar terasa berbeda. Ia berjalan cepat, kepalanya menunduk, berusaha tidak menarik perhatian.

Ia hampir sampai di ujung jalan setapak ketika dua penjaga berzirah tiba-tiba melangkah maju, menghalangi jalannya. Tombak mereka disilangkan, membentuk barikade yang tak bisa ditembus.

“Salam, Yang Mulia Putri Mahkota,” kata salah satu penjaga,  datar tanpa emosi.

“Aku mau lewat,” kata Hwa-young, nadanya dibuat lemah.

“Maaf, Yang Mulia. Tapi area ini sedang dibersihkan untuk persiapan festival mendatang. Tidak ada yang diizinkan lewat.”

Sebuah kebohongan yang terang-terangan. Festival masih berbulan-bulan lagi.

“Aku hanya ingin berjalan-jalan sebentar,” desak Hwa-young. “Aku merasa tidak sehat.”

“Justru karena Anda tidak sehat, Anda harus kembali ke paviliun dan beristirahat, Yang Mulia,” sahut penjaga kedua. “Ini demi kebaikan Anda.”

Kemarahan mulai menjalari Hwa-young. “Kalian melarangku?”

“Kami hanya menjalankan perintah, Yang Mulia. Perintah untuk memastikan keselamatan dan kesehatan Anda.”

Perintah dari Matriarch Kang, tentu saja. Ia telah meremehkan kecepatan reaksi wanita itu. Kandangnya kini terlihat jelas. Dindingnya bukan lagi kayu dan batu, melainkan protokol dan ‘perhatian’.

“Minggir,” perintah Hwa-young,  kini dingin dan tajam, melupakan sejenak sandiwara sakitnya.

Para penjaga tidak bergeming. Wajah mereka seperti topeng batu. “Kami tidak bisa, Yang Mulia.”

Hwa-young mengepalkan tangannya. Ia terjebak. Ia bisa saja berteriak, membuat keributan. Tapi itu hanya akan memperburuk situasinya, membuktikan bahwa ia tidak stabil, persis seperti yang diinginkan Matriarch Kang.

“Putri Mahkota terlihat sangat sehat untuk seseorang yang katanya sedang sakit.”

Suara dingin dan penuh sarkasme itu datang dari belakangnya. Hwa-young membeku. Ia tidak perlu menoleh untuk tahu siapa pemilik suara itu.

Yi Seon berjalan mendekat dengan langkah santai, tangannya terlipat di belakang punggung. Ia berhenti di samping Hwa-young, matanya menatap tajam ke arah dua penjaga itu.

“Apa yang terjadi di sini?” tanyanya.

“Yang Mulia Pangeran Mahkota,” kedua penjaga itu membungkuk dalam-dalam. “Kami hanya menyarankan Putri Mahkota untuk kembali ke paviliunnya. Beliau sedang tidak enak badan.”

Yi Seon menoleh pada Hwa-young. Tatapannya menelanjanginya, mencari tanda-tanda kebohongan. “Kau sakit?”

“Hanya sedikit pusing, Yang Mulia,” jawab Hwa-young, kembali memasang wajah pucatnya.

“Pusing,” ulang Yi Seon, seolah sedang mencicipi kata itu. “Tapi cukup kuat untuk berjalan sampai ke gerbang samping yang paling jauh dari paviliunmu. Penyakit yang aneh.”

“Udara segar terkadang membantu,” balas Hwa-young lirih.

“Benarkah? Atau mungkin ada sesuatu yang menarik di luar tembok istana yang bisa menyembuhkan ‘pusing’-mu itu?” cibir Yi Seon.

Jantung Hwa-young berdebar kencang. Pria ini terlalu tajam.

“Saya tidak mengerti maksud Anda,” elak Hwa-young, menundukkan kepalanya.

“Oh, aku yakin kau mengerti,” desis Yi Seon. Ia melangkah lebih dekat,  kini hanya untuk Hwa-young. “Kau menolak jamuan Permaisuri dengan alasan sakit, tapi kau mencoba menyelinap keluar istana. Apa agendamu, Nyonya?”

“Saya tidak menyelinap!” bantah Hwa-young,  sedikit naik.

“Tidak? Lalu sebut apa ini? Sebuah ziarah kesehatan?”

“Saya hanya…” Hwa-young kehabisan kata-kata. Kebohongannya telah terbongkar.

“Kau pikir aku bodoh?” lanjut Yi Seon, nadanya semakin berbahaya. “Kau pikir aku tidak tahu bahwa para penjaga ini adalah anjing-anjing nenekku? Kau pikir aku tidak tahu bahwa setiap gerakanmu dilaporkan padanya?”

Hwa-young terdiam.

“Kau menantangnya saat sarapan kemarin,” kata Yi Seon, matanya menyipit. “Dan sekarang kau mencoba kabur. Kau benar-benar ingin mati, bukan?”

“Saya tidak mencoba kabur!” tegas Hwa-young, mengangkat wajahnya. Api perlawanan kembali menyala di matanya. “Saya adalah Putri Mahkota kekaisaran ini. Apakah saya bahkan tidak punya hak untuk berjalan-jalan di tanah istanaku sendiri?”

“Hak?” Yi Seon tertawa pelan, tawa tanpa humor. “Kau kehilangan semua hakmu saat kau memutuskan untuk bermain api dengan Matriarch Kang. Sekarang kau adalah burung dalam sangkar emas, Nyonya. Semakin kau meronta, semakin erat genggamannya.”

Kata-kata itu menusuk Hwa-young. Ia tahu itu benar. Ia telah meremehkan jangkauan kekuasaan Keluarga Kang. Ia merasa bodoh, naif. Di kehidupan sebelumnya, ia butuh bertahun-tahun untuk memahami betapa totalnya kontrol mereka. Sekarang, ia merasakannya hanya dalam beberapa hari.

“Jadi, apa yang akan Anda lakukan?” tanya Hwa-young,  hampir berbisik. “Melaporkanku pada nenekmu? Mengurungku di kamarku?”

Yi Seon menatapnya lama. Sebuah pertarungan tanpa suara terjadi di antara mereka. Ia melihat keputusasaan di mata wanita itu, tetapi juga kekeraskepalaan yang luar biasa. Ia adalah teka-teki yang semakin rumit. Di satu sisi, ia membenci campur tangan neneknya dalam urusan rumah tangganya. Di sisi lain, ia tidak bisa membiarkan wanita ini, yang mungkin merupakan pion dari faksi lain, berkeliaran bebas.

“Tidak,” jawab Yi Seon akhirnya, membuat Hwa-young terkejut. “Aku tidak akan melaporkanmu.”

Hwa-young menatapnya dengan curiga. “Kenapa?”

“Karena aku tidak suka orang lain membereskan kekacauan di rumahku sendiri,” kata Yi Seon dingin. “Kau adalah istriku. Masalahku. Bukan masalah nenekku.”

Ia berbalik menghadap para penjaga. Wajahnya mengeras menjadi topeng otoritas yang dingin.

“Kalian berdua,” perintahnya. “Kembali ke pos kalian. Putri Mahkota berada di bawah perlindunganku. Jika ada yang berani menghalanginya lagi tanpa perintah langsung dariku, aku akan mematahkan leher kalian sendiri. Mengerti?”

“T-tapi, Yang Mulia ... perintah dari Ibu Suri…” gagap salah satu penjaga.

Mata Yi Seon berkilat marah. “Apakah aku terdengar seperti sedang meminta pendapatmu? Pergi!”

Kedua penjaga itu tersentak, pucat pasi. Mereka membungkuk dengan canggung dan segera mundur, menghilang di tikungan jalan.

Hwa-young menatap Yi Seon dengan bingung. Pria ini baru saja membelanya. Melawan perintah Matriarch Kang untuknya. Ini tidak pernah terjadi di kehidupan sebelumnya.

“Jangan salah paham,” kata Yi Seon, seolah bisa membaca pikirannya. Ia kembali menatap Hwa-young, tatapannya tidak kalah dingin dari sebelumnya. “Aku tidak melakukan ini untukmu. Aku melakukannya karena aku muak dengan campur tangan mereka. Kau mungkin pion yang berbahaya, tapi kau adalah pionku untuk diawasi, bukan pion mereka untuk dikendalikan.”

Hwa-young merasakan dingin menjalari tulang punggungnya. Ia baru saja lolos dari satu kandang hanya untuk dimasukkan ke dalam kandang lain yang lebih kecil dan lebih pribadi.

“Sekarang, kembali ke paviliunmu,” perintah Yi Seon.

“Bagaimana jika aku menolak?” tantang Hwa-young.

Yi Seon tersenyum tipis. Senyum yang membuat Hwa-young merinding. “Maka aku akan menggendongmu kembali. Aku yakin itu akan menjadi tontonan yang menarik bagi para dayang dan kasim yang sedang bersembunyi di balik semak-semak itu.”

Hwa-young melirik ke sekeliling. Ia bisa merasakan mata-mata yang tak terlihat. Ia kalah. Untuk saat ini.

Dengan punggung tegak, ia berbalik dan mulai berjalan kembali ke Paviliun Bulan Baru. Yi Seon berjalan di sampingnya, menjaga jarak, tetapi kehadirannya terasa menekan.

Mereka berjalan dalam keheningan yang mencekik. Hwa-young bisa merasakan otaknya bekerja keras, menganalisis situasi baru ini. Yi Seon telah menarik garis batas. Ia menyatakan kontrolnya atas Hwa-young. Ini bisa menjadi hal yang buruk, tetapi mungkin ... mungkin juga sebuah peluang. Jika ia bisa meyakinkan Yi Seon bahwa musuh mereka sama…

“Penyakitmu sepertinya sudah sembuh total,” sindir Yi Seon saat mereka mendekati paviliun.

“Kehadiran Anda yang menenangkan sepertinya adalah obat terbaik, Yang Mulia,” balas Hwa-young dengan sarkasme yang sama.

Yi Seon berhenti melangkah tepat di depan pintu masuk paviliun. Hwa-young juga berhenti, menatapnya dengan waspada.

“Aku masih tidak percaya kau sakit,” kata Yi Seon blak-blakan. “Tapi aku akan bermain dalam sandiwaramu. Aku akan mengirimkan pemberitahuan resmi ke istana Permaisuri bahwa kau jatuh sakit dan membutuhkan istirahat total.”

“Terima kasih atas kemurahan hati Anda,” sahut Hwa-young datar.

“Oh, ini bukan kemurahan hati,” Yi Seon tersenyum lagi, dan kali ini senyum itu benar-benar membuatnya takut. “Ini adalah strategi. Jika kau benar-benar sakit, kau butuh perawatan terbaik. Jika kau berbohong ... maka kau butuh pengawasan ketat agar tidak membuat masalah lagi.”

Hwa-young merasakan firasat buruk. “Apa maksud Anda?”

Yi Seon tidak menjawabnya. Ia mengangkat tangannya dan memberi isyarat. Dari balik pilar di koridor, seorang pria jangkung dengan seragam militer tingkat tinggi melangkah maju. Wajahnya tanpa ekspresi, posturnya tegap, dan auranya memancarkan disiplin dan loyalitas yang absolut. Hwa-young langsung mengenalinya. Jenderal Kim. Pengawal pribadi Pangeran Mahkota yang paling setia dan paling mematikan.

Jenderal Kim berhenti beberapa langkah dari mereka dan membungkuk dalam-dalam. “Anda memanggil, Yang Mulia?”

“Jenderal Kim,” kata Yi Seon, matanya tidak pernah lepas dari wajah Hwa-young yang mulai pucat. “Mulai hari ini, kau punya tugas baru.”

“Perintah Anda adalah hukum, Yang Mulia.”

“Putri Mahkota sedang tidak sehat,” lanjut Yi Seon dengan nada santai yang mengerikan. “Kesehatannya sangat rapuh. Aku khawatir para dayang saja tidak cukup untuk menjaganya.”

Yi Seon berhenti sejenak, membiarkan kata-katanya menggantung di udara.

“Tugasmu adalah untuk ‘mengawasi kesehatannya’. Pastikan ia cukup makan. Pastikan ia cukup istirahat. Pastikan ia ... tidak berjalan terlalu jauh dari paviliunnya.”

Ancaman itu begitu jelas, terbungkus dalam selubung kepedulian palsu.

Jenderal Kim mengangkat kepalanya. Matanya yang tajam bertemu dengan mata Hwa-young sejenak sebelum beralih kembali ke Pangeran Mahkota. Tidak ada kejutan atau pertanyaan di wajahnya. Hanya penerimaan.

“Saya mengerti, Yang Mulia,” jawab Jenderal Kim. “Saya tidak akan membiarkan Putri Mahkota lepas dari pandangan saya.”

1
Putri Haruya
Mohon maaf ya buat yang menunggu aku update. Bulan November ini, aku sibuk dengan acara di rumah. Jadi, aku banyak bantu keluarga juga sampai gak sempat nulis. Aku ada penyakit juga yang gak bisa kalo gak istirahat sehabis bantu-bantu. Jadi, mohon pengertiannya ya. Nanti malam In Shaa Allah aku nulis lagi. Tapi, kalo besok-besok aku gak update berarti aku sedang ada halangan, ya.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!