NovelToon NovelToon
When Our Night Began

When Our Night Began

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / One Night Stand / Pernikahan Kilat / Obsesi
Popularitas:9.2k
Nilai: 5
Nama Author: blumoon

Satu malam yang seharusnya hanya menjadi pelarian, justru mengikat mereka dalam takdir yang penuh gairah sekaligus luka.
Sejak malam itu, ia tak bisa lagi melepaskannya tubuh, hati, dan napasnya hanyalah miliknya......

---

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon blumoon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

fitting baju pengantin dadakan

Lima belas menit kemudian, pintu kamar kembali terbuka. Seorang wanita paruh baya masuk dengan langkah hati-hati sambil membawa sebuah paper bag besar berisi seperangkat baju ganti. Ia menundukkan kepala, tak berani menatap lama ke arah Hyunwoo.

“Tu–Tuan,” ucapnya pelan sambil menyerahkan paper bag itu.

“Hmmm,” jawab Hyunwoo singkat, dingin, seolah keberadaannya hanyalah angin lalu. Dengan gerakan tangannya yang tegas, ia memberi isyarat agar wanita itu segera keluar.

Wanita itu buru-buru menunduk sekali lagi lalu menutup pintu dengan sopan. Begitu ruangan kembali hening, Hyunwoo berbalik menatap Soojin.

Ia berjalan mendekat, lalu menyodorkan paper bag itu. “Mau saya pakaikan… atau kamu mau pakai sendiri?” tanyanya datar, tapi sorot matanya penuh arti.

“Enggak, makasih. Aku bisa sendiri,” jawab Soojin ketus, tangannya cepat menyambar paper bag itu dari genggaman Hyunwoo. Ia segera berbalik, berniat menuju kamar mandi.

Namun langkahnya langsung terhenti. Hyunwoo sudah berdiri di depannya, tubuh tinggi tegapnya menjadi penghalang.

“Eits… mau ke mana?” tanyanya santai.

“Ke kamar mandi, jelas lah. Aku mau ganti baju,” jawab Soojin dengan nada sinis.

Hyunwoo menggeleng pelan, bibirnya melengkung tipis. “Pakai di sini saja.”

Soojin terperangah, matanya melebar tak percaya. “Hah?! Kamu gila ya?!”

Hyunwoo hanya terkekeh rendah. Ia berjalan kembali ke sofa, merebahkan tubuhnya yang masih telanjang dada dan menutup wajah nya dengan kaos putih , seperkian detik kemudian hyunwo membuang kaos itu lalu menatap soojin “ apa kamu malu sayang ? " ujar hyunwo , ia tertawa kecil " Kenapa harus malu? Lagi pula… saya sudah melihat semuanya. Apa lagi yang mau ditutupi, hm?”

Wajah Soojin memerah, bukan karena malu semata, tapi lebih pada rasa kesal. Ia menggertakkan giginya, tubuhnya bergetar menahan emosi. “Hyunwoo…!”

Hyunwoo menoleh sekilas, sorot matanya penuh tantangan. “Ada apa? Mau saya bantu?” tanyanya sambil berpura-pura bangkit dari sofa.

“Enggak! Aku bisa sendiri,” tolak Soojin buru-buru.

“Kalau begitu… pakai sekarang.” Nada suaranya tegas, penuh penekanan, seolah tak memberi ruang untuk perlawanan.

Tatapan Hyunwoo menusuk, membuat Soojin terpaksa menarik napas panjang. Dengan enggan, ia mulai mengenakan pakaian satu per satu dari paper bag itu. Tangannya sempat berhenti ketika mendapati satu bagian pakaian yang sangat pas ukuran nya.

“Loh? Kenapa pas.... kok bisa?” gumamnya pelan, namun cukup terdengar oleh Hyunwoo.

Lelaki itu menyeringai. “Seluruh tubuhmu sudah saya sentuh. Saya tahu bagian mana yang pas, bagian mana yang…” ia menatapnya tanpa berkedip, “terlalu menggoda dan menggemaskan. Apalagi… bagian itu. Terlalu nyaman untuk dilewatkan.”

“Haah?!” Soojin menoleh cepat, wajahnya semakin merah padam. Namun ia buru-buru kembali fokus menyelesaikan pakaiannya, pura-pura tak mendengar.

Lamunannya buyar saat Hyunwoo bangkit dari sofa dan berjalan ke arahnya. Lelaki itu berhenti tepat di hadapannya, lalu menepuk pelan kursi dekat meja rias.

“Duduk. Biar saya yang merapikan rambut istri saya.”

“Istri? Dari Hongkong nikah aja belum!” ketus Soojin, melotot sebal. Ia benar-benar tak paham kenapa Hyunwoo terus saja memanggilnya begitu.

Hyunwoo menunduk, mendekatkan wajahnya ke telinga Soojin hingga nafas hangatnya terasa. “Pernikahan kita sudah terdaftar di catatan sipil, sayang. Resminya nanti sore.” Ucapannya tenang, santai, tapi menghantam telinga Soojin seperti petir.

“Apa?!” Soojin ingin membantah, namun suaranya tercekat di tenggorokan.

Hyunwoo tersenyum tipis. “Sekarang diam. Biar saya yang menata rambut indah ini. Setelah itu, kita turun makan siang. Kau perlu tenaga.”

Soojin terdiam, kebingungan bercampur kesal. Namun entah kenapa, tubuhnya justru menurut. Ia duduk di kursi itu, membiarkan Hyunwoo berdiri di belakangnya. Jemari Hyunwoo yang hangat perlahan menyisir helai-helai rambutnya, membuat jantung Soojin berdegup tak karuan.

Setelah selesai merapikan rambut Soojin, Hyunwoo menggandeng tangannya dan mengajaknya turun. Genggaman itu terasa kuat, seolah-olah Hyunwoo takut gadis itu akan menghilang kapan saja. Soojin berusaha melepaskan tangannya, tapi cengkeraman Hyunwoo terlalu erat.

“Lepasin, orang-orang lihat,” bisiknya kesal.

“Biar saja,” jawab Hyunwoo singkat. “Kalau aku lepas, kamu bisa kabur.”

Soojin menghela napas, menyerah. Tatapannya hanya mengikuti langkah-langkah lelaki itu yang begitu mantap.

Begitu sampai di restoran hotel, Soojin langsung merasa tidak nyaman. Banyak mata tamu lain yang menoleh, berbisik-bisik, dan menatap mereka dengan penuh rasa ingin tahu. Seolah dirinya adalah tontonan.

Berbeda dengan Soojin yang kikuk, Hyunwoo sama sekali tak terpengaruh. Ekspresinya tetap tenang, santai, bahkan penuh wibawa. Ia menuntun Soojin ke meja khusus di sudut ruangan, lalu dengan nada dingin tapi tegas berkata, “Duduk.”

Entah mengapa, kali ini Soojin menurut tanpa banyak protes.

“Mau makan apa?” tanya Hyunwoo lembut sambil menatapnya.

Soojin hanya mengangkat bahu. “Terserah, yang penting bikin kenyang.” Suaranya malas, jelas-jelas tak bersemangat.

Hyunwoo menyipitkan mata, lalu mencondongkan tubuh sedikit. “Tunggu di sini. Jangan kemana-mana,” ucapnya, nada suaranya mengandung penekanan.

Soojin hanya mendengus pelan, tidak menjawab. Begitu Hyunwoo beranjak, ia buru-buru mengambil ponsel. Dengan suara lirih penuh kegelisahan, ia merekam pesan suara.

“Eunhee… masak iya gua harus nikah sore ini? Huaaaa…” suaranya bergetar, bercampur panik dan tidak percaya. Pesan suara itu sengaja ia kirim dengan harapan Eunhee akan segera menelponnya.

Tak lama kemudian, Hyunwoo kembali. Dengan membawa dua gelas jus alpukat, sementara seorang pelayan di belakangnya menyusul dengan nampan berisi dua piring makanan berat. Dan juga membawa satu cup boba yang tinggi.

“Boba ini untuk penutup. Makan dulu,” ujarnya dengan nada penuh penekanan.

Soojin terbelalak. “Kok tahu aku suka boba?” tanyanya curiga.

Hyunwoo tersenyum samar. “Nggak usah bingung. Udah, makan aja.” Ia lalu menyodorkan sendok berisi nasi ke arah Soojin.

Soojin mematung sejenak, bingung dengan sikapnya. Namun akhirnya ia membuka mulut, menerima suapan pertama itu. Rasa canggung menyelimuti, apalagi Hyunwoo terus menatapnya dengan tatapan dalam, seolah ingin memastikan gadis itu tidak akan lari.

Setelah selesai makan siang, mereka tidak banyak berbicara. Hyunwoo langsung mengajak Soojin berangkat menuju butik besar untuk fitting baju.

Sesampainya di sana, seorang pria bernama Haneul orang kepercayaan Hyunwoo menyambut mereka. Dengan sopan, ia memperlihatkan tiga set baju pernikahan berbeda yang sudah dipersiapkan.

“Tuan, saya sudah siapkan tiga baju. Silakan Anda pilih, mana yang paling cocok untuk nona muda,” ucap Haneul sambil memberi kode pada dua pelayan toko untuk menata pakaian itu di stand.

Hyunwoo hanya menatap sekilas lalu memberi isyarat halus dengan tangannya.

“Ah… baik, Tuan Muda.” Haneul segera mengangguk mengerti. Ia melangkah keluar bersama para pelayan, meski dalam hatinya ia masih diliputi tanda tanya.

‘Bagaimana bisa… seorang Hyunwoo yang terkenal dingin itu langsung lengket dengan wanita yang baru ditemuinya tadi malam?’ batin Haneul.

Kini, hanya ada Soojin dan Hyunwoo di dalam ruangan fitting yang luas, ditemani gaun-gaun indah yang berjejer.

Soojin menoleh ke kanan dan ke kiri, clingak-clinguk dengan wajah penuh kebingungan. Ruangan fitting itu terlalu mewah, dipenuhi gaun putih berkilau dan ornamen emas yang terasa asing baginya.

“Cari apa?” suara berat Hyunwoo terdengar dari belakang, membuat Soojin hampir tersentak.

“Kita… kita ngapain di sini?” tanyanya cepat, nada suaranya penuh rasa penasaran sekaligus waspada.

Hyunwoo melangkah maju dengan tenang, sorot matanya menusuk. “Cari baju yang akan istriku kenakan sore ini… untuk acara pernikahan kita.” Ucapannya penuh penekanan, seakan ingin menancapkan kenyataan itu ke telinga Soojin.

“HAH?!” Soojin hampir berteriak, matanya membesar tak percaya. “Ini nggak lucu, Hyunwoo!” serunya, napasnya tersengal. “Kita nikah?! Serius kamu?!”

Wajahnya pucat, dadanya naik turun tak teratur. Ia menggeleng berulang kali, seperti ingin menolak kenyataan. “Yang bener aja… wahai Tuan Muda Hyunwoo, apa kamu kira kita ini hidup di dunia drama, hah?” Suaranya meninggi, terdengar getir.

Ia melanjutkan dengan tawa kaku, “Dengan judul… Nikah Kilat Karena Cinta pada Pandangan Pertama?”

Hyunwoo hanya tersenyum samar, lalu tanpa aba-aba ia mendekat, membungkuk, dan meraih pinggang Soojin. Tarikan itu begitu kuat hingga tubuh Soojin merapat ke dadanya.

“Ini bukan drama,” bisiknya pelan namun tajam. “Tapi kenyataan. Aku memang jatuh cinta… pada kelinci putih ini, sejak tadi malam.”

Tatapannya menelusuri wajah Soojin, lalu jemari panjangnya menyusuri pipi lembut itu dengan pelan, berhenti tepat di dagunya. Hyunwoo mengangkat wajah Soojin agar menatapnya, lalu menurunkan pandangannya ke bibir mungil yang terus bergetar.

Tanpa memberi kesempatan, bibirnya melumat bibir Soojin dengan lembut namun mendesak.

“Emmmhh…!” Soojin terkejut, matanya terbelalak lebar. Tangannya spontan memukul-mukul dada bidang Hyunwoo, berusaha melepaskan diri. Tapi ciuman itu terlalu mendominasi, membuatnya kehilangan kendali.

Ketika akhirnya Hyunwoo melepaskan bibirnya, Soojin terengah, menarik napas panjang dengan wajah merah padam.

“Huh…”

Hyunwoo tersenyum puas, lalu menepuk jidat Soojin lembut dengan jarinya. “Hahaha… lain kali jangan lupa bernafas saat berciuman. Kalau tidak, kamu bisa kehabisan oksigen.” Ucapannya santai, namun membuat Soojin makin panas wajahnya.

“Hyunwoo!” Soojin hendak memprotes, tapi suara Hyunwoo lebih cepat menggema.

“Haneul!” panggilnya lantang.

Tak lama, Haneul masuk dengan tergesa, menunduk hormat. “Ya, Tuan Muda,” ucapnya, sesekali melirik ragu pada Soojin yang wajahnya masih memerah.

“Panggil dua pelayan wanita tadi. Bantu istri saya coba baju pengantinnya.” Suara Hyunwoo dingin, penuh otoritas.

Soojin mematung. Bibirnya gemetar, lalu keluarlah suara lirih, “Ini beneran… gue bakal nikah?”

Namun suara lirih itu tetap terdengar jelas oleh Hyunwoo. Ia menoleh, sorot matanya tak bergeser sedikit pun. “Benar, sayang. Ini bukan drama… apalagi mimpi.” Ucapannya tegas, tak memberi ruang keraguan.

Hyunwoo lalu kembali menatap Haneul, memberi isyarat dengan tangannya.

“Baik, Tuan.” Haneul mengangguk cepat, lalu melangkah ke arah pintu.

Sebelum keluar, Hyunwoo menambahkan dengan nada dingin, “Hanya dua pelayan wanita yang boleh masuk. Kau jangan ikut.”

Haneul berhenti sejenak, menunduk sekali lagi. “Baik, Tuan Muda.”

Sambil berjalan keluar, pikirannya penuh tanda tanya. Tuan Muda sangat posesif pada wanita itu… Kok bisa? Bagaimana mungkin Hyunwoo yang dingin dan tak tersentuh bisa sedekat ini dengan perempuan yang baru ditemuinya semalam?

Namun Haneul tahu, ini bukan saatnya bertanya. Ia hanya bisa menurut, menyimpan rasa penasaran itu untuk dirinya sendiri.

Lalu Dua pelayan wanita itu masuk dengan langkah pelan lalu membungkuk hormat.

“Bantu dia,” perintah Hyunwoo dengan suara dingin yang membuat udara seolah membeku.

Sebelum keduanya sempat bergerak, Hyunwoo menambahkan dengan nada penuh tekanan, “Kalau dia memberontak, paksa saja.”

“Baik, Tuan,” jawab kedua pelayan itu serentak, suara mereka bergetar penuh kehati-hatian.

Mereka mendekati Soojin, lalu memegang lengannya dengan lembut namun tegas.

“Eeeehhhh… enggak mau!” protes Soojin dengan nada tinggi, mencoba melepaskan diri.

Namun ucapan itu tidak dihiraukan. Sesuai titah Hyunwoo, mereka tidak segan memaksa, meskipun berusaha agar tidak menyakitinya. Salah seorang pelayan berbisik lirih, hampir seperti memohon.

“Kami mohon, Nona… jangan membuat kami berdua dipecat.”

Soojin terdiam. Mendengar kalimat itu, rasa tidak nyaman menyergap hatinya. Perlahan ia berhenti memberontak. Ia tidak tega membuat dua orang asing yang bahkan tidak mengenalnya kehilangan pekerjaan hanya karena dirinya.

Dengan berat hati, ia membiarkan tubuhnya dipakaikan gaun pertama.

Begitu keluar dari ruang ganti, Hyunwoo yang duduk bersandar langsung menegakkan tubuhnya. Tatapannya menelusuri tubuh Soojin dari ujung kaki hingga atas kepala. Sorot matanya tajam, penuh penilaian.

“Ganti.”

Hanya satu kata. Dingin. Tegas.

Soojin mendengus kesal, sementara dua pelayan itu buru-buru membawanya kembali ke ruang ganti.

Gaun kedua dikenakan, lebih elegan dengan payet berkilau. Namun saat Soojin keluar lagi, tatapan Hyunwoo tak berubah. Matanya menyipit, bibirnya menekan.

“GANTI.”

Nada suaranya kali ini lebih tegas, membuat kedua pelayan wanita itu menunduk takut-takut. Mereka segera kembali bergegas.

“Kalau gaun yang terakhir ini nggak cocok juga… habis lah kita,” gumam salah satu pelayan dengan suara rendah.

Soojin yang mendengar itu menatap mereka dengan iba. Suaranya melembut, penuh ketulusan.

“Kalau Hyunwoo tidak menyukai gaun yang ini… nanti biar aku yang bicara. Aku nggak akan biarkan kalian dipecat.”

Kedua pelayan itu menatap Soojin dengan mata berkaca-kaca.

“Terima kasih, Nona Muda,” ucap mereka serempak, tulus dan penuh rasa syukur.

Gaun ketiga pun dikenakan. Saat Soojin keluar dari ruang ganti, suasana seakan berhenti sejenak. Hyunwoo yang sejak tadi hanya duduk, kali ini berdiri. Ia berjalan perlahan, menghampiri Soojin, lalu mengitari tubuh mungil itu seperti seorang penilai seni yang menemukan karya agungnya.

“Ambil yang ini,” ucapnya singkat, penuh kepastian.

Lalu, tanpa ragu, Hyunwoo menunduk dan mendaratkan satu ciuman lembut di kening Soojin.

Soojin terkejut, wajahnya langsung memanas, pipinya memerah seketika. Kedua pelayan yang berada di sana sontak memalingkan wajah, pura-pura sibuk dengan kain di tangan mereka.

“Hyunwoo…” Soojin bersuara lirih, bibirnya mengerucut menahan kesal, tapi sorot matanya tak bisa menyembunyikan rasa malu yang bercampur aneh di dalam dadanya.

“Sudah, ganti lagi. Kita tidak punya banyak waktu. Setelah ini, kita harus ke toko perhiasan .” Suara Hyunwoo terdengar datar, seolah apa yang ia ucapkan adalah urusan sederhana, padahal bagi Soojin, itu seperti badai besar.

Dua pelayan segera membantu Soojin mengganti kembali bajunya dengan pakaian biasa.

“Bawa gaun itu ke alamat ini,” perintah Hyunwoo cepat, matanya menatap tajam. “Grand Celestia Hall, Jalan Daonara No. 88, distrik Gangnam, Seoul.”

Seketika, kedua pelayan itu menunduk hormat. “Baik, Tuan.”

“Hanuel!”

Panggilan itu membuat Haneul masuk dengan langkah cepat, seperti prajurit yang siap menerima titah.

“Ya, Tuan Muda.”

“Bawa gaun itu serta dua pelayan ini. Mereka yang akan membantu istriku mengenakannya nanti.”

Haneul mengangguk paham tanpa banyak bertanya.

“Baik, Tuan.”

Soojin belum sempat membuka mulut untuk menolak atau sekadar protes. Hyunwoo sudah menggenggam tangannya, lalu menariknya keluar dari butik. Genggamannya erat, tak memberi celah sedikit pun.

“Hyunwoo! Aku bisa jalan sendiri!” protes Soojin, tapi pria itu sama sekali tak mengendurkan genggamannya.

Mereka melangkah cepat menuju mobil mewah yang sudah menunggu. Tanpa banyak bicara, Hyunwoo menuntun Soojin masuk, lalu menutup pintu dengan tegas.

Mobil itu melaju meninggalkan butik, menuju toko perhiasan untuk mengambil cincin pernikahan mereka.

---

Bersambung.........

 

1
Nurika Hikmawati
Hyunwoo selangkah lebih depan darimu ji hyun... dia sdh mencium akal bulusmu
Nurika Hikmawati
kamu pergi selama 6 thn ji hyun... aku yakin keluargamu juga akan mengerti. mereka sdh sah menikah, kamu terlambat
Pray
curiga eunhee bakal kek soojin nih. nih saudara kan takutnya sifatnya mirip
Pray
ya ok banget Sampek sahabat mu GK bisa melawan😌
Nurika Hikmawati
aku percaya padamu Hyunwoo... tapi bnr nnt jelasin ya
Pray
jangan bilang bakal 😓gitu dimobil tuh laki cabul soalnya
Pray
kau tak tau bagaimana tersiksa nya soojin
sjulerjn29
jantungmu pasti dar der dor soojin kayak gak diberi waktu untuk napas dan berpikir.. dalam waktu singkat dah sah aja🤭..
belum juga sedih karena penghianatan udah jadi istri orang aja🤣
Muffin🧚🏻‍♀️
Beruntung yaaa dia punya mertua baik asli sih. Biasanyabyg begini jahat jahat dpy nyaa
Afriyeni Official
huffhhh.... nafas Oma sesak... butuh oksigen nih 🤭🤣 Tolong AC thor.. AC... Oma kepanasan 🤣
Xlyzy: ini Oma AC nya
total 1 replies
Afriyeni Official
emang cukup dua ronde 🤭
Afriyeni Official
soojin, gantian sama Oma yuuk 🤭🤣
Aquarius97 🕊️
bukan soojin ini temoe goreng🤣
Aquarius97 🕊️
nomor yang anda tuju sedang berbulan madu 🤣
Avalee
Kalo adik iparnya begini enak yaaa, cepat akrabnyaa ☺️
Avalee
Salah satu keuntungan gak sih, cuma soojin yg nikmatin senyumnya itu ☺️
Dasyah🤍
semoga ajaaa dan moga moga kalian baik baik
Dasyah🤍
iya itu dia Cobaa tanya pake pelet apa itu
Alyanceyoumee
orang tua asem memang
Alyanceyoumee
uleeer ini
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!