Naomi harus menjalani hari-harinya sebagai sekretaris di perusahaan ternama. Tugasnya tak hanya mengurus jadwal dan keperluan sang CEO yang terkenal dingin dan arogan yang disegani sekaligus ditakuti seantero kantor.
Xander Federick. Nama itu bagai mantra yang menggetarkan Naomi. Ketampanan, tatapan matanya yang tajam, dan aura kekuasaan yang menguar darinya mampu membuat Naomi gugup sekaligus penasaran.
Naomi berusaha keras untuk bersikap profesional, menepis debaran aneh yang selalu muncul setiap kali berinteraksi dengan bosnya itu.
Sementara bagi Xander sendiri, kehadiran Naomi di setiap harinya perlahan menjadi candu yang sulit dihindari.
Akan seperti apa kisah mereka selanjutnya? Mari langsung baca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 6 Dokter Tampan
“Apa kamu keluarga pasien yang ada di dalam?” tanya pria itu.
Naomi mengangguk. “Ya. Anda siapa? Kenapa ada di ruangan ibuku?” tanyanya balik, sedikit terkejut dengan kehadiran pria asing ini di kamar perawatan ibunya.
Pria itu tersenyum tipis, sebuah senyum yang ramah dan menawan.
“Aku dokter yang mulai sekarang akan menangani ibumu.” Ia mengulurkan tangannya yang bersih dan panjang. “Perkenalkan, namaku Nicholas, panggil saja aku Nick.”
Naomi menjabat tangannya. Sentuhan kulitnya terasa hangat, dan genggaman tangan Nicholas terasa lembut. “Naomi,” jawabnya singkat, sedikit malu karena masih terpaku pada ketampanan Nicholas.
“Oh, Naomi. Nama yang cantik seperti orangnya,” ucap Nicholas, matanya berbinar, memuji dengan tulus.
“Um, terima kasih, Dokter.” Naomi tersipu, rona merah menjalar di pipinya. Ia tidak terbiasa dengan pujian seperti ini, apalagi dari pria setampan Nicholas.
Tiba-tiba, suara riang memecah suasana.
“Kakak, kamu sudah pulang?” Snowy menghampiri Naomi dengan mata berbinar, lalu memeluk kakaknya erat. “Bagaimana hari pertamamu bekerja? Apakah menyenangkan?” tanyanya penasaran masih belum melepaskan pelukannya.
Naomi membalas pelukan Snowy dengan hangat. “Ada sedikit masalah, tapi tidak apa-apa. Kakak kamu ini kan kuat,” ucapnya dengan bangga, mencoba menyembunyikan kejadian memalukan dengan Xander tadi pagi.
Naomi tidak mau membuat adiknya khawatir.
Tatapan Snowy kini beralih pada pria yang berdiri di depan kakaknya. Matanya membulat kagum.
“Eh, dia siapa, Kak?” tanyanya, berbisik pada Naomi. Ia baru saja kembali dari toilet dan belum pernah melihat dokter tampan ini.
“Dokter Nicholas sayang,” jawab Naomi, sedikit melirik Nicholas yang tersenyum geli mendengar percakapan mereka. “Mulai hari ini dialah yang akan menangani keadaan ibu kita.”
Snowy hanya mengangguk, namun matanya tak lepas dari Nicholas. Gadis berusia delapan belas tahun itu tak berkedip sama sekali.
“Maaf, aku permisi sebentar,” ucap Nicholas, menunjukkan ponselnya yang tiba-tiba bergetar.
Sebuah senyum tipis terukir di bibirnya, seperti sedang menahan tawa melihat tingkah Snowy yang menggemaskan.
“Silakan, Dokter,” ucap Naomi.
Nicholas menjauh sedikit, bergerak ke sisi lorong untuk menerima panggilan. Dari seberang sana, suara teriakan melengking terdengar bahkan sampai ke telinga Naomi dan Snowy.
“Aku sudah berada di ruangan mu, bodoh! Dimana kamu, hah!” maki seseorang terdengar tak sabaran.
Nicholas menjauhkan sedikit ponselnya dari telinganya.
“Apa kamu bisa bicara lebih pelan padaku?” tanyanya masih tenang namun ada sedikit kekesalan yang tersirat.
“Tidak!” jawab suara itu, lebih keras lagi.
Nicholas memutar bola mata dengan malas. Ia sudah hafal dengan temperamen adiknya ini.
“Aku akan segera ke sana. Tunggu sebentar,” ucap Nicholas, lalu sambungan terputus begitu saja secara sepihak.
“Dasar tidak pernah berubah!” Nicholas tersenyum sambil menggelengkan kepala, seolah sedang berurusan dengan anak kecil.
Nicholas kembali menghampiri Naomi dan Snowy.
“Maaf, Nona-nona manis, sepertinya aku harus pergi dulu,” ucap Nicholas, sedikit menyesal karena belum sempat membicarakan soal keadaan pasien dengan Naomi.
Ada kesibukan lain yang memanggilnya.
“Hati-hati, Dokter,” ucap Naomi.
Nicholas mengangguk, lalu berpamitan. Ia melangkah pergi, meninggalkan aroma mint yang samar di udara.
Sementara Snowy tak berkedip melihat punggung Nicholas yang mulai menjauh dari pandangannya, seolah ia baru saja melihat seorang bintang film.
“Hei, jaga matamu!” Naomi memperingatkan seraya menyenggol lengan adiknya.
“Kak, dia sangat tampan. Andai saja aku—”
“Berhenti berpikir yang tidak-tidak, Snow! Usia kalian terlihat berbeda sangat jauh!” Naomi menyeret Snowy masuk ke dalam kamar ibunya dengan paksa.
Naomi tahu bagaimana adiknya ini. Dia adalah pemuja pria tampan.
“Ah, pria tampanku!” teriak Snowy, tak peduli ia ditarik paksa. Senyumnya begitu lebar, seolah baru saja menemukan idola baru.
“Kakak lepaskan!”
“Tidak mau! Ayo masuk Snowy!”
“Kakak sama sekali tidak asik. Aku mau cuci mata sebentar!” Snowy cemberut.
“Bukannya habis dari toilet, kenapa cuci mata lagi? Dasar modus!” ujar Naomi sambil geleng-geleng kepala.
“Jangan sampai, ya, kakak jadi perawan tua karena terlalu lama menjomblo.” ejek Snowy.
Naomi hanya bisa menghela napas. Sepertinya, kehadiran Nicholas di rumah sakit ini akan membawa warna baru. Terlebih lagi untuk Snowy.