Kevin terbangun dari komanya ketika seorang iblis merasuki tubuhnya dan melenyapkan jiwanya.
bersikap layaknya iblis yang hendak menghancurkan dunia, namun tidak bisa membunuh satu manusia pun.
Ria masih belum sanggup kehilangan satu-satunya orang yang menjadi alasan untuknya bertahan sampai detik ini juga. Tidak, Ria tidak bisa, setelah orang tuanya meninggal 5 tahun yang lalu, Kevin lah satu-satunya orang yang terus mendampingi dan menyemangatinya untuk terus bertahan. dan kehilangannya adalah sebuah mimpi buruk paling mengerikan yang pernah Ria alami.
Sanggupkah Ria bertahan dengan kepingan dihatinya? lalu apa sebenarnya motif sang iblis? akankah Kevin bisa hidup kembali dalam raganya yang perlahan hancur?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sofiatun anjani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
"Lo ini benar-benar keras kepala ya!"
"Kita benar-benar khawatirin Lo tau nggak sih!"
"Jantung gue hampir mau copot tahu nggak pas liat Lo yang jatuh sampe berdarah kayak gitu!"
Setelah jam istirahat selesai, begitu pula dengan pertandingan antara Roy dan Rama. Seli dan Mita langsung menarik Rama ke UKS untuk mengobati luka di kepalanya yang cukup mengkhawatirkan.
"Jangan lakuin hal bodoh kayak tadi lagi Rama, udah di bilangin lo nggak bakal menang lawan Roy masih aja keras kepala"
Nasib Rama pun terus di ceramahi oleh Seli dan Mita tanpa henti. sementara Raka dan Ria hanya bisa diam dan melihat bagaimana Rama pasrah saja diobati Mita yang terus menceramahinya.
"Oke sekarang lo tetep disini dan istirahat, sebelum lo benar-benar udah baikan jangan berani-berani pergi ke kelas, mengerti?!"
Setelah mengobati luka Rama, Seli Mita dan Raka pun meninggalkan UKS yang kini hanya tersisa Rama dan Ria yang sibuk dengan pikiran masing-masing.
"M… tadi itu… lo benar-benar bodoh ya" Ria pun mulai membuka suara.
"Gue baru tahu ada orang yang senekat lo" ujar Ria jujur dengan wajah yang menatap lantai.
"Ya… kalo di bilang nekat sih gue lebih suka dibilang keras kepala" ucap Rama sambil tersenyum pada Ria yang kini mengangkat kepalanya menatap Rama.
"Baru kali ini gue nemuin orang kayak Roy saat main basket" ucap Rama sambil tersenyum tanpa penyesalan sedikitpun.
"Maaf ya, padahal ini hari pertama lo di sekolah ini" ucap Ria kembali menundukkan kepalanya lagi.
Rama pun membalas dengan gelengan "ya… gue justru ikut bangga sekolah ini punya kapten basket seperti Roy, mungkin di lain waktu gue pengen coba ngelawan Roy lagi, dia benar-benar udah membangkitkan sesuatu di dalam diri gue, dan gue seneng karenanya" terang Rama sambil tersenyum manis pada Ria yang kini tengah menatapnya.
"Lagipula gue juga seneng kok bisa sekelas bareng lo" lanjutnya berhasil membuat Ria terhipnotis untuk sejenak, melihat bayang-bayang Kevin yang juga pernah mengatakan hal yang sama. Namun saat menyadari kalau di depannya sekarang adalah Rama Ria kembali di tampar oleh kenyataan yang menyakitkan.
"Begitu ya…"
Tiba-tiba Rama beranjak berdiri sambil meregangkan otot-ototnya, membuat Ria bingung dengan apa yang akan Rama lakukan.
"Ayo!"
"Eh? kemana?" tanya Ria kebingungan saat tiba-tiba Rama memegang dan menarik tangannya.
"Ke kelas lah, ayo! keburu gurunya dateng"
"Eh…? tapi_"
Belum sempat Ria mencegah karena memang tadi Rama sempat diperingatkan oleh Mita dengan keras, Rama sudah menariknya keluar UKS dan berlari ke kelas diiringi dengan wajah Rama yang selalu tersenyum, sampai terbesit dalam pikiran Ria kalau mungkinkah Rama memang selalu ceria seperti itu atau ia hanya membuat-buatnya saja? tapi entah kenapa Ria merasa kalau senyuman Rama selama ini terlihat palsu, padahal Rama tersenyum dengan sangat sempurna tapi justru terlihat seperti topeng yang dipahat dengan sempurna.
***
Pulang sekolah tiba-tiba saja turun hujan yang cukup deras, Ria yang baru selesai piket pun harus menunggu sampai hujan reda, ia benar-benar tidak bisa pulang dengan naik angkot hari ini. uang tabungannya benar-benar sudah menipis karena tidak ada pemasukkan lagi sejak Ria dipecat di kafe tempatnya bekerja.
sayang sekali Ria mungkin akan pulang malam hari ini.
Hujan…
Dan Ria selalu membencinya, baik itu dulu maupun sekarang hujan dengan awan hitam selalu membuat hatinya terasa sakit, walaupun ia tahu air yang turun dari awan hitam itu sama sekali tidak salah apapun. tapi entah kenapa dadanya begitu sakit melihatnya, melihat bagaimana air itu jatuh tanpa henti.
Hawa dingin pun mulai Ria rasakan saat angin berhembus kencang bersamaan dengan air hujan yang mengarah padanya membuat Ria cukup basah karenanya, menyadari hal itu Ria pun hanya bisa pasrah sambil menghela nafas panjang.
"Gue benar-benar benci hujan!" gumamnya mengungkapkan kekesalannya melihat bagaimana hujan selalu bisa membuatnya putus asa.
Ria pun kembali duduk di kursi halte sambil memeluk dirinya sendiri, ia benar-benar menggigil kedinginan sekarang. Tak terasa Ria kembali menangis, seperti derasnya hujan seperti itulah air mata Ria mengalir membasahi wajahnya yang kembali sembab setelah sebelumnya sempat ia poles dengan bedak tipis.
"Hujannya deras ya"
saat tiba-tiba seseorang datang di halte yang Ria tempati, membuatnya menghentikan isak tangisnya dan melihat seorang laki-laki dengan seragam yang sama dengannya dan tas hitam di punggungnya. Ria pun langsung mengenali laki-laki yang ada di depannya itu.
"Rama?"
merasa namanya dipanggil Rama pun menoleh ke arah Ria yang duduk tak jauh di belakangnya. Ria pun segera menghapus air matanya dan langsung menunduk malu karena ketahuan sedang menangis.
"Kayaknya hujannya nggak bakal reda kalo di tunggu deh" ucap Rama sambil memperhatikan jalanan yang terlihat sangat sepi tak seperti biasanya.
sejenak Rama menunggu Ria mengatakan sesuatu, tapi sepertinya Ria masih belum mau membuka suara.
"Ya… tadi gue sempet dipanggil guru BK dulu sih, tapi kayaknya Levi udah biasa sama guru BK, dia orang yang berpendirian teguh ya" ujar Rama menjelaskan kenapa ia juga pulang terlambat.
Ria masih belum merespon juga, padahal Rama ingin ngobrol banyak dengannya. Tapi, sepertinya sekarang bukanlah waktu yang tepat.
"Lo tahu seseorang pernah bilang ke gue kalo hujan bisa bikin lo nangis sepuasnya tanpa orang lain tahu" ucap Rama membuka percakapan.
"Ya... Seenggaknya lo nggak bakal dibilang cengeng" mendengar hal itu Ria pun akhirnya mengangkat kepalanya menatap Rama yang juga tengah menatapnya sambil tersenyum.
"Di mana ada hujan, di situlah tempat terbaik untuk menangis sepuasnya tanpa orang lain tahu" Rama sedikit maju ke tepi jalan di mana air menetes dari atap halte. Dan tanpa ragu Rama maju selangkah lagi dan membiarkan tubuhnya basah oleh guyuran air hujan, sambil menengadahkan wajahnya ke langit saat itulah ia meneteskan air mata yang terlihat seperti air hujan, bahkan tanpa disadari oleh siapapun.
"Mau coba?" tanya Rama menawarkan sambil menjulurkan tangannya pada Ria yang masih diam dan ragu.
Takut-takut Ria meraih tangan Rama, ia benar-benar masih takut dengan hujan, sementara Rama mati-matian menahan tawanya melihat ekspresi Ria yang menurutnya lucu walaupun dengan wajah yang sembab, karena tidak tahan dengan gemasnya Rama menarik tangan Ria, seketika Ria pun berjingkrak kaget saat air hujan jatuh ke atas tubuhnya.
Rama pun tak bisa lagi menahan tawanya setelah melihat reaksi Ria yang benar-benar menggemaskan seperti anak kucing yang takut dengan air.
"Lo bisa buka mata sekarang" ucap Rama memberitahu. perlahan Riaa pun membuka matanya dan langsung mendapati pemandangan seorang laki-laki yang sudah basah kuyup tengah tertawa.
Ria pun mulai membiasakan dirinya diguyur air hujan yang berhasil membuatnya basah kuyup.
"Lebih baik?" tanya Rama memastikan.
"Yah… gue jadi basah kuyup sekarang"
"Lo takut hujan?” tanya Rama lagi.
Ria yang mendapat pertanyaan seperti itu pun hanya bisa diam dan hanya menunduk, tak terasa ia kembali menangis karenanya tapi kali ini ia tidak bisa melihat air matanya yang menyatu dengan air hujan yang membasahi wajahnya.
"Apa menurut lo begitu?" Ria balik bertanya tanpa menatap lawan bicaranya.
"Lo tau hidup itu nggak selalu terlihat baik-baik aja, begitupun dengan langit yang nggak harus selalu cerah buat terlihat indah, buktinya hujan aja keliatan indah buat bikin pelangi"
Ria menatap Rama sejenak, terlihat seperti orang yang juga punya beban berat di pundaknya yang rapuh, tapi senyumnya itu…
Terlihat seperti…
"Palsu"
"Hm?... lo tadi bilang apa?" tanya Rama yang tidak sengaja mendengarnya.
"A a e… bukan apa-apa" Ria mengelak dengan gugup karena ketahuan bicara yang tidak-tidak.
"Apa gue boleh teriak?" tanya Ria ragu.
Mendengar hal itu Rama mengangguk sebagai jawaban. Dan tanpa aba-aba Ria benar-benar berteriak tepat di depan Rama yang cukup terkejut dengan teriakan Ria yang tiba-tiba Rama pun hanya tersenyum melihatnya.
Saat Ria yang sudah selesai dengan teriakannya tiba-tiba ia menjatuhkan kepalanya ke dada bidang Rama yang ada di depannya sambil berusaha untuk menenangkan diri. Rama pun cukup terkejut dengan apa yang Ria lakukan.
"Sebentar aja" ucap Ria memohon. Ia benar-benar Rapuh saat ini, yang ia inginkan hanya tempat untuk bersandar, Ria benci hujan tapi Ria juga butuh hujan dan itu membuatnya semakin terasa sakit.
"Hangat…" gumam Ria merasa nyaman dengan sandarannya yang lagi-lagi mengingatkannya dengan Kevin.
Rama yang melihat hal itu pun menyadari betapa rapuhnya perempuan yang ada di depannya ini, entah kenapa dadanya juga ikut rapuh dan sakit saat melihat hal itu, rasanya Rama ingin memeluk tubuh kecil itu dan berbisik padanya semua akan baik-baik saja.
Tapi, ia tak berhak untuk itu karena yang seharusnya ada di posisinya saat ini bukanlah dirinya, dan pastinya yang ada di pikiran Ria juga bukan dirinya. Dan Rama sadar akan hal itu, yang Ria butuhkan bukanlah dirinya melainkan seseorang yang sangat berarti di hidupnya, seseorang yang selama ini selalu ia tunggu kehadirannya.
***