Robert, seorang ilmuwan muda brilian, berhasil menemukan formula penyembuh sel abnormal yang revolusioner, diberi nama MR-112. Namun, penemuan tersebut menarik perhatian sekelompok mafia yang terdiri dari direktur laboratorium, orang-orang dari kalangan pemerintahan, militer, dan pengusaha farmasi, yang melihat potensi besar dalam formula tersebut sebagai ladang bisnis atau alat pemerasan global.
Untuk melindungi penemuan tersebut, Profesor Carlos, rekan kerja Robert, bersama ilmuwan lain, memutuskan untuk mengungsikan Robert ke sebuah laboratorium terpencil di desa. Namun, keputusan itu membawa konsekuensi fatal; Profesor Carlos dan tim ilmuwan lainnya disekap oleh mafia di laboratorium kota.
Dengan bantuan ayahnya Robert yang merupakan seorang pengacara dan teman-teman ayahnya, mereka berhasil menyelamatkan profesor Carlos dan menangkap para mafia jahat
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Osmond Sillahi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Komunikasi LDR Robert dan Misel
Robert menatap layar ponselnya dengan mata letih. Di sekelilingnya, laboratorium itu sunyi kecuali dengungan lemah dari alat pendingin dan sesekali suara ketikan Jesika di sudut ruangan. Jari-jari Robert menari cepat di touch screen, mengirim pesan singkat ke seseorang yang tidak pernah benar-benar lepas dari pikirannya.
Misel, ini Robert. Bisa angkat telepon, sayang? Tapi pastikan kamu sendirian. Ini penting.
Butuh waktu hanya beberapa detik sebelum centang biru muncul, tapi waktu terasa jauh lebih lama. Ia menghela napas. Sejak ia memilih untuk menghilang dari kota, dari ayahnya, dari Misel, hanya sedikit hal yang membuatnya merasa tetap bersemangat. Misel adalah salah satunya.
Di pusat kota yang hiruk-pikuk, Misel membaca pesan itu di sela rapat di kantor pengacara yang juga ayah Robert, yang tak ada habisnya. Ia mengangkat alis, lalu menyembunyikan kekhawatiran di balik ekspresi datarnya.
Dengan langkah ringan tapi cepat, Misel keluar dari ruang rapat dan menuju toilet wanita. Begitu memastikan dirinya sendirian, ia mengunci pintu bilik paling ujung dan menghubungi nomor baru Robert.
"Robert?" bisiknya nyaris tak terdengar.
Di ujung sana, suara Robert muncul, pelan dan serak, seolah datang dari tempat yang jauh bukan hanya secara fisik, tapi juga emosional. “Misel… aku lega kau jawab.”
"Apa yang terjadi?" tanya Misel, matanya menatap lantai ubin seolah bisa menemukan jawabannya di sana. "Kau di mana sebenarnya?"
“Aku di luar kota. Di tempat aman… untuk sementara. Ada laboratorium kecil, tersembunyi. Peninggalan Profesor Carlos. Aku tinggal di sini, sampai situasi aman.”
“Jauh dari kota ini?” tanya Misel
“Lebih sehari dari kota kalau naik mobil. Seperti yang kujelaskan, ada orang jahat yang berencana mau merebut hasil penelitianku untuk sesuatu yang jahat,” jawab Robert.
Suara Misel agak lirih, “Jujur aku sedih dengan kejadian ini. Membuat kita sementara waktu terpisah. Aku kangen kamu, Robert.”
“Aku juga kangen kamu, sayang. Misel, aku harus tahu… apakah kau berhasil? Kode yang kutinggalkan mulai dari di kamarku. Apakah sudah kau pecahkan? Apakah flashdisk berisi data-data formulaku sudah di tangan kalian?”
Suara Misel terdengar tenang, tapi Robert bisa menangkap nada lega di baliknya.
“Sudah. Butuh waktu, dan... beberapa pengalihan perhatian. Tapi kami berhasil memecahkannya. Aku dan ayahmu bekerja bersama. Kami sudah mengamankan seluruh data ke dalam sistem hukum yang tidak bisa diakses sembarangan.”
Robert menunduk. Antara lega dan khawatir. Ia tahu betul betapa berharganya formula yang ia ciptakan lebih dari sekadar rumus penyembuhan, itu adalah jalan menuju kontrol atas regenerasi sel manusia. Dan seperti semua hal berharga, itu bisa disalahgunakan.
“Misel, kau harus pastikan... jangan sampai satu byte pun jatuh ke tangan yang salah. Formula itu kalau mereka tahu apa yang bisa dilakukannya...”
Ia tak sanggup menyelesaikan kalimatnya. Tapi ia tahu Misel akan mengerti.
“Aku tahu,” kata Misel. “Itulah sebabnya aku bekerja sama dengan ayahmu. Kami tidak hanya mengamankan data, kami juga mencari penyidik kepercayaan ayahmu. Seseorang yang bisa dipercaya. Namanya Pak Baron, mantan penyidik independen yang sekarang mengelola keamanan intelijen pribadi.”
Robert mengerutkan dahi. “Ayah peduli dengan semua ini?”
“Ia bahkan menyuruh dua pengawal pribadi untuk menjaganya selama 24 jam. Dia lebih waspada dari yang pernah aku lihat sebelumnya. Mungkin... karena ini juga menyangkutmu.”
Robert terdiam, terpaku oleh kalimat itu. Ayahnya yang selama ini seolah menjauh, menyibukkan diri dalam hukum dan gengsi keluarga ternyata ikut turun tangan.
“Dia benar-benar membantu?” tanyanya, setengah tak percaya.
“Lebih dari yang kamu kira,” jawab Misel pelan
“Aku tak mau dia terlibat terlalu dalam,” katanya akhirnya. “Kalau sesuatu terjadi padanya karena aku...”
“Bukan karena kamu,” sela Misel. “Kami semua. Ini lebih besar dari kita, Robert. Dan kita harus terus melindunginya.”
Robert mengangguk pelan, meski tahu Misel tak bisa melihatnya.
“Aku percaya padamu,” katanya lembut. “Hanya padamu.”
“Iya, sayangku. Aku menyayangimu dan berjanji akan membantumu saat kamu dalam kesulitan,” ucap Misel lirih.
“Ngomong-ngomong, kamu sekarang ikut tinggal dengan ayahku kan? Tolong jangan sendiri di apartemen. Aku takut tiba-tiba para mafia itu mengetahui kamu dan aku ada hubungan dan mereka menyakitimu, sayang!” Ucap Robert
Misel menggigit bibir. Suara Robert yang biasanya terdengar tenang kini mengandung ketegangan. “Tenang, aku bersama ayahmu tinggal sementara di kantor dan dijaga Satpam dan bodyguard yang ayahmu sewa. Rumah kalian dijaga oleh polisi. Kalau kamu sendiri?”
Sesaat hening. Robert seolah ragu untuk menjawab.
“Aku bersama Jesika. Keponakannya Profesor Carlos yang juga sesama ilmuwan. Dia membantuku... cukup banyak.”
Misel menegakkan tubuh. Hatinya tiba-tiba mendidih. Diterpa perasaan marah dan cemburu yang sedikit dia tahan agar tidak membuat mood nya berubah.
“Jesika, ya namanya? Cantik ya dari aku?” katanya perlahan, menahan agar suaranya tetap terdengar datar, walaupun perasaan cemburu membuat geram hatinya. “Bagus kalau ada yang menemanimu. Tapi... tetaplah waspada.”
“Misel, dia cuma rekan. Dia yang ditugaskan Profesor Carlos melindungiku, dan aku butuh bantuannya. Tapi aku tetap memilihmu untuk mendengarkan semua ini. Karena aku tahu, hanya padamu aku bisa percaya.”
Ada jeda. Napas Misel sedikit bergetar. Ia tahu Robert tidak sedang berbohong, tapi rasa itu cemburu yang tidak ia kehendaki telanjur muncul.
“Aku percaya padamu, Robert," ucapnya pelan. “Tapi aku juga manusia. Mendengarmu di sana, dengan orang lain, di tempat yang tak bisa aku jangkau... itu tidak mudah.”
Robert tidak langsung menjawab. Tapi Misel bisa merasakan kehangatan dari diamnya. Lalu, dengan suara lembut namun tegas, ia berkata, “Aku di sini bukan untuk menjauh darimu. Justru karena aku mencintaimu, aku harus menyelesaikan ini. Dunia mungkin tak akan tahu siapa aku, tapi aku ingin kamu tetap tahu. Tetap percaya.”
Misel memejamkan mata. “Kalau begitu, berjanjilah. Apa pun yang terjadi, kau akan tetap jadi dirimu yang dulu. Dan kau akan kembali. Untuk kita.”
“Janji,” jawab Robert, suaranya nyaris seperti bisikan.
Hening sejenak menyelimuti keduanya. Lalu suara pintu toilet terbuka dari luar, dan Misel tahu waktunya habis.
“Aku harus pergi. Tapi aku akan tunggu pesanmu. Kapan pun. Jangan ragu.”
“Aku akan kirim kabar lagi secepatnya,” jawab Robert. “Dan Misel…?”
“Ya?”
“Aku merindukanmu. Setiap hari.”
Misel tersenyum samar, meski matanya mulai berkaca. “Aku juga, Robert. Selalu.”
Lalu panggilan berakhir. Ia menyandarkan kepala ke dinding dingin bilik toilet, mencoba menenangkan denyut jantungnya yang berpacu. Di luar sana, dunia terus berjalan, seolah tak ada yang berubah. Tapi jauh di balik hutan dan rahasia, seseorang sedang mempertaruhkan segalanya—untuk cinta, dan untuk kebenaran yang mungkin akan mengubah segalanya.