Siapa sangka, kematian konyol karena mesin penjual minuman bisa menjadi awal petualangan terbesar dalam hidup… atau tepatnya, setelah hidup.
Ketika bangun, ia bukan lagi manusia, melainkan seekor bebek rawa level 1 yang lemah, basah, dan jadi incaran santapan semua makhluk di sekitarnya.
Namun, dunia ini bukan dunia biasa. Ada sistem, evolusi, guild, perang antarspesies, bahkan campur tangan Dewa RNG yang senang mengacak nasib semua makhluk.
Dengan kecerdikan, sedikit keberuntungan, dan banyak teriakan kwek yang tidak selalu berguna, ia membentuk Guild Featherstorm dan mulai menantang hukum alam, serta hukum para dewa.
Dari seekor bebek yang hanya ingin bertahan hidup, ia perlahan menjadi penguasa rawa, memimpin pasukan unggas, dan… mungkin saja, ancaman terbesar bagi seluruh dunia.
Karena kadang, yang paling berbahaya bukan naga, bukan iblis… tapi bebek yang punya dendam..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yuyuka manawari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 7: Ketika Petani Menjadi Boss
Sore itu, udara di sekitar rawa terasa lembap dan berat. Sisa kabut tipis dari dungeon tadi masih menggantung di permukaan air, menempel di bulu-buluku hingga terasa dingin. Bau lumpur bercampur jerami basah menusuk hidung, dan suara serangga mulai terdengar lebih keras seiring matahari merosot ke barat.
Aku belum benar-benar pulih dari kejutan angsa liar tadi, tapi sistem tiba-tiba memberi notifikasi yang membuat buluku langsung merinding.
[Perhatian! Petani Tegar Melihat Anda]
“Kwek!?” aku terlonjak, sayap mengepak kecil tanpa sadar. “Kenapa nggak kasih warning kalau ada manusia dekat sini?! Apa yang harus aku lakukan, Sistem?!”
[Anda dapat memilih: Kabur / Lawan]
Aku menatap layar biru yang mengambang di hadapanku dengan mata membelalak. “Apa cuma itu pilihannya?!” suaraku pecah, nyaris seperti teriakan.
Begitu pandanganku turun ke arah jalan setapak, aku langsung membeku. Sosok seorang pria berperawakan kekar berjalan mendekat dengan langkah berat. Di tangannya tergenggam erat sebuah cangkul berkarat, namun terlihat tajam karena sering diasah. Saat fokusku menempel pada kepalanya, tulisan lain muncul:
[Mini Boss – Petani Tegar Lv.12]
Petani itu maju selangkah lagi. Wajahnya merah padam, urat di leher menonjol jelas. “Gudangku… semua persediaanku… HANCUR! Dan sekarang angsaku—“ Tatapannya menajam, berhenti tepat padaku. “…Seekor bebek? Jangan bercanda. Kau yang melakukan semua ini?!”
Bulu di leherku berdiri. Aku reflek mendongak dengan panik.
“Kwek!? Jangan salah paham! Aku cuma lewat—“
Namun, sistem dingin seperti biasa.
[Lawan anda tidak bisa mengerti apa yang anda bicarakan]
“Hah!? Maksudnya gimana, Sistem!?” aku hampir melompat saking frustasinya.
Petani Tegar menyeringai marah. “Kenapa sekarang dirimu kwek-kwek kepadaku, hah? Berani-beraninya unggas kotor menghancurkan simpananku. Kau pikir aku tinggal diam?!”
Aku mundur dua langkah kecil, kaki webbed-ku berdecup di tanah becek. Jantung berdegup makin kencang.
“Sistem! Sistem! Cepat kasih aku jalan keluar! Aku nggak mau duel dengan manusia level boss begini!”
“Diam! Dari tadi kwek-kwek terus,” Petani Tegar menggeram, suaranya penuh kebencian. “Bebek sialan… kau akan kubuat jadi lauk malam ini!”
Aku menegakkan tubuh, berusaha terlihat berani walau paruhku sedikit gemetar. “Hei, jangan emosi dulu. Kalau dipikir-pikir, gudangmu memang reot. Bukan salahku kalau gampang jebol, kan?”
Tiba-tiba—
Cangkulnya menebas udara! Suara angin tajam menghantam telingaku, bilah besi itu melesat hanya beberapa jengkal dari sayapku.
“Kwek!!! Aku bercanda, aku bercanda!!” Aku langsung merunduk, sayap terangkat spontan menutup kepala.
[Lawan anda tidak bisa mengerti apa yang anda bicarakan]
“KWEEEKK!! Jadi semua ocehanku sia-sia!? Sistem, kau niat nolong nggak sih!?”
Petani itu makin beringas. “Dasar unggas busuk! Diam kau!!”
Melihat cangkulnya terangkat lagi, aku tak punya pilihan lain. Segera kukerahkan Duck Dash. Tubuhku melesat ke samping, cipratan lumpur muncrat mengikuti gerakanku. Nafasku tersengal.
“KWEEK!! Astaga! Manusia ini bukan main!! Hei sistem, kasih skill ‘Bahasa Manusia’ dong!!”
[Syarat skill tidak terpenuhi]
“APA LAGI INI!? Aku mau mati malah ditolak upgrade!!” Aku hampir menjerit.
Dengan kecepatan yang tak kusangka, Petani Tegar mencondongkan tubuh ke arah tumpukan singkong di samping gudang yang porak-poranda. Tangannya terulur kasar, meraih sebuah karung besar yang tampak kotor terkena tanah lembap. Ia mengangkatnya seolah karung itu tidak ada bobotnya sama sekali.
“Oh tidak… aku harus segera kabur!” Suaraku gemetar.
Aku menggerakkan kaki, mencoba melompat ke celah di antara pagar bambu. Tapi gerakan Petani Tegar lebih cepat. Dalam satu ayunan, karung itu melayang di udara, menebas jalur pelarianku, dan—
BRUK!
Karung singkong menghantam tubuhku dengan keras.
“Kwek!!” Suaraku pecah.
“Rasakan itu, sialan!” teriak Petani Tegar dengan napas terengah, namun wajahnya tampak lega karena serangannya mengenai sasaran.
Tubuhku terhuyung. Pinggulku terbanting ke belakang, punggung membentur pagar kayu yang keras hingga terdengar bunyi retak kecil. Rasa nyeri menjalar cepat di sisi tubuh, membuat bulu-bulu di leherku berdiri. Bobot karung menekan dada dan salah satu sayapku, membuat paru-paruku terasa sesak.
“Ah… sial!” aku mengerang, paruhku terbuka lebar. “Aku… nggak bisa bergerak!”
Di kepalaku melintas bayangan tentang statistikku kemarin. STR-ku yang rendah. Tubuhku rapuh. Bahkan seekor bebek biasa mungkin bisa menolak lebih kuat daripada aku sekarang.
“Aku lemah sekali…” ucapku lirih, hampir tanpa tenaga.
Hidungku dipenuhi bau singkong mentah yang menusuk, bercampur debu karung yang membuat tenggorokanku gatal. Napasku terputus-putus, seperti dicekik dari dalam.
“Berat sekali! Tolong minggir!!” Aku mencoba mendorong karung itu dengan paruh, lalu kukerahkan kaki webbed-ku untuk menendang. Tapi karung itu sama sekali tidak bergeser. Bobotnya seolah melumat tubuhku ke tanah.
Nafasku makin tersengal. Pikiranku mulai kacau. “Kalau begini terus… aku bisa mati beneran…”
Saat itu, notifikasi melayang di depan mataku. Panel biru muncul begitu saja, huruf-hurufnya jelas terbaca meski pandanganku berkunang.
[Skill Darurat Tersedia: Fake Death Waddle]
[Deskripsi: Berpura-pura mati sambil menggerakkan tubuh sedikit untuk meyakinkan lawan. Efektif terhadap musuh dengan tingkat kewaspadaan rendah hingga menengah]
[Cooldown: 24 jam]
Aku menatap layar itu tak percaya. “Berpura-pura mati!? Kenapa malah skill itu?! Aku butuh skill buat nambah STR, bukan begini!!” Suaraku tercekat, antara marah dan panik.
Langkah cepat terdengar dari belakang. Suara sepatu karet Petani Tegar menghantam tanah becek, makin dekat. Ia berlari menghampiri, memastikan serangannya tadi berhasil.
Tidak ada waktu untuk protes lebih jauh. Nafasku pendek, dadaku tertekan. Satu-satunya pilihan hanya itu.
Aku segera mengendurkan semua otot. Lidahku kujulurkan sedikit dari paruh, kelopak mataku setengah menutup. Tubuhku kubiarkan rebah lemas di tanah, tanpa perlawanan. Dari tenggorokanku keluar suara lirih, “kwek…” pelan, seolah itu napas terakhir seekor bebek kehabisan tenaga.
[Skill: Fake Death Waddle Berhasil Diaktifkan]
Langkah berat berhenti tepat di sampingku. Bayangan besar Petani Tegar menutupi tubuhku. Ia menunduk, wajahnya masih merah karena amarah bercampur keringat. Alisnya mengerut saat menatapku.
“Hmm… mati?” gumamnya ragu.
Ujung cangkulnya menekan sisi tubuhku. Dorongan itu tidak kuat, hanya untuk menguji. Namun cukup membuat bulu di perutku tertekan dingin oleh besi karatan. Aku menahan napas sekuat tenaga, memastikan tubuhku tetap lemas.
“Cepet amat matinya?” suaranya pelan, datar, tapi aku bisa menangkap nada curiga di ujungnya.
“Jangan gerak… jangan gerak…” Aku bergumam pelan dalam hati, berusaha menahan seluruh otot tetap kaku. “Sistem, jangan bikin aku bersin atau cegukan sekarang.”
Petani Tegar berjongkok. Lutut celananya yang kotor oleh lumpur menempel pada tanah becek. Ia memiringkan kepala, matanya menatapku tajam dari jarak yang sangat dekat. Wajahnya hanya beberapa sentimeter dari paruhku. Aku bisa merasakan hembusan napasnya yang panas, bercampur bau tanah kering dan keringat.
“Hmph. Bebek tolol,” ucapnya pelan tapi penuh amarah. “Sudah bikin kacau gudangku, ujung-ujungnya mati konyol juga. Malam ini aku akan mukbang bersama keluargaku.”
[Lawan anda tidak mengerti dengan apa yang anda katakan]
Aku ingin teriak frustasi. “Ya jelas dia nggak ngerti, aku lagi pura-pura mati! Dasar sistem bego! Jangan munculin notif aneh-aneh sekarang!”
Aku menahan napas lebih keras. Paru-paruku panas, seperti terbakar dari dalam. Setiap detik yang lewat terasa lambat, dan bulu-buluku mulai lembap oleh keringat dingin.
Wajah Petani Tegar makin dekat. Aku tahu jika hanya diam, aku bisa benar-benar mati di sini. Begitu jaraknya cukup dekat, aku langsung menghentakkan paruh ke arah lehernya.
“ARGHH!”
Benturan keras terdengar, diikuti pekikan pendek. Aku merasakan ujung paruhku menembus kulit. Sekilas, darah segar menyembur keluar, menodai bajunya yang sudah kusam.
“Kwek!!” Suaraku pecah, antara kaget dan lega.
Tubuhnya terhuyung ke belakang, tangannya refleks menekan leher yang terluka. Namun matanya masih menyala penuh dendam.
“Belum… selesai… dasar… bebek…!” katanya terengah, napas berat keluar dari mulutnya.
Cangkul di tangannya kembali terangkat meski goyah. Aku tak memberi kesempatan.
[Skill: Sword Peck – Aktif]
“KWEKKK!!” Aku menjerit keras, lalu menusuk dengan paruh sekuat tenaga ke arah dadanya.
Tusukan itu menghantam telak. Tubuhnya tersentak, mundur beberapa langkah dengan mata membelalak. Suara “Ughh!” lolos dari mulutnya, sebelum cangkul akhirnya terlepas dari genggaman dan jatuh menghantam tanah dengan suara berat.
Kakinya goyah, lututnya tertekuk. Seluruh tubuhnya terhempas menyamping, ambruk di tanah berlumur lumpur.
Hening.
Aku berdiri terpaku. Dadaku naik turun cepat. Bulu-bulu di leherku sebagian rontok akibat gesekan dan tekanan. Mataku menatap tubuh itu. Dada Petani Tegar masih naik turun… pelan… makin pelan… lalu berhenti sama sekali.
Sistem segera muncul dengan notifikasi.
[Mini Boss Dikalahkan]
[210 XP]
[Status Baru: Pembunuh Petani]
[Efek: +10% intimidasi terhadap NPC manusia, -20% reputasi di kalangan manusia]
Suara dentingan sistem membuatku lega sejenak, tapi dadaku terasa sesak. Ada rasa berat yang menusuk dari dalam.
[Selamat! Level Anda meningkat]
Aku memandangi tanganku sendiri, paruhku masih berlumur darah. “Aku… membunuh manusia.”
[Level 2 → Level 3]
Bayangan kalimat terakhirnya terngiang lagi di kepalaku. Keluarga… dia punya keluarga.
[Level 3 → Level 4]
Aku bergumam lirih. “Walaupun aku dulunya bajingan… tapi kalau soal keluarga…”
[Level 4 → Level 5]
Napas tercekat. “Aku tidak bisa…”
[Stat dasar meningkat secara otomatis sesuai dengan yang anda lakukan]
Aku menghela napas panjang, tubuhku terasa lemas. “Hei, Sistem…” suaraku bergetar. “Perlihatkan statistikku sekarang.”
[Statistik Bebek lv 5/ Nama: XXXX]
[Jenis: Bebek Semi-Ksatria]
STR: 11
AGI: 16
INT: 4
LUCK: 6
[Skill: Duck Dash, Teriakan Resah, Intimidasi Palsu, Sword Peck]
Aku menatap panel itu sambil menarik napas pendek. Dari paruhku keluar suara kecil seperti tawa tercekik.
“Keberuntunganku sepertinya menolongku… Kalau saja dia memastikan aku mati tadi… mungkin aku sudah tidak berdiri di sini sekarang.”
Kakiku masih menancap kuat di tanah berlumpur. Nafasku berat, keluar masuk dengan cepat, dada naik-turun seperti dipaksa. Otot-otot di kedua kaki menegang kaku, siap meloncat bila ada suara sekecil apa pun. Pandanganku terus tertuju pada tubuh Petani Tegar yang tergeletak tidak jauh dariku.
Tidak ada gerakan.
Tidak ada suara.
Hanya tubuh kaku dengan darah yang meresap ke tanah. Napas patah-patah yang sempat kudengar sebelumnya sudah hilang sepenuhnya.
Dadaku terasa sesak. Ini berbeda. Sangat berbeda. Selama ini lawanku hanyalah hewan liar, makhluk rawa yang bertarung demi bertahan hidup. Tapi kali ini, aku menjatuhkan manusia. Ada rasa dingin menjalar dari ujung sayap ke leher, seolah merayap perlahan, menyatu dengan tekanan berat di dalam dada.
Aku menunduk sedikit. Bulu-buluku terasa lembap, sebagian basah oleh keringat, sebagian lagi lengket karena darah. Bau anyir menusuk hidung, menusuk hingga ke dalam pikiran.
Lalu, sebuah notifikasi muncul di hadapanku.
Suara notifikasi baru muncul lagi:
[Quest Baru Terbuka]
Judul: “Buruan Hidup-Hidup”
Deskripsi: Penduduk desa telah diberitahu tentang pembunuhan Tegar. Bertahanlah selama 3 hari untuk menghindari penangkapan.
Reward: XP besar, item random.
Fail Condition: Ditangkap atau dibunuh.
Aku menelan ludah. Jadi sekarang… semua manusia di sekitar akan memburuku?
Langkah kaki dari kejauhan mulai terdengar, lebih banyak kali ini. Teriakan samar terdengar:
“Cari! Binatang itu masih di sekitar sini!”
Aku segera menunduk, berlari menyusuri rawa. Setiap percikan air membuat jantungku makin kencang. Aku harus menemukan tempat aman sebelum malam… atau sebelum mereka menemukan aku.
“Aku harus bersembunyi untuk sementara.”