NovelToon NovelToon
AKU BUKAN AYAHNYA, TAPI DIA ANAKKU

AKU BUKAN AYAHNYA, TAPI DIA ANAKKU

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda
Popularitas:6.1k
Nilai: 5
Nama Author: SOPYAN KAMALGrab

"Mas aku pinta cerai" ucap laras
Jantungku berdetak kencang
Laras melangkah melauiku pergi keluar kosanku dan diluar sudah ada mobil doni mantan pacarnya
"mas jaga melati, doni ga mau ada anak"
aku tertegun melihat kepergian laras
dia pergi tepat di hari ulang tahun pernikahan
pergi meninggalkan anaknya melati
melati adalah anak kandung laras dengan doni
doni saat laras hamil lari dari tanggung jawab
untuk menutupi aib aku menikahi laras
dan sekarang dia pergi meninggalkanku dan melati
melati bukan anakku, bukan darah dagingku
haruskah aku mengurus melati, sedangkan dua manusia itu menghaiantiku

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SOPYAN KAMALGrab, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 24

Setelah selesai mengurus pemakaman Ferdi, Riko kembali ke rumah sakit. Ia langsung menuju ruang perawatan kelas 3. Langkahnya mantap; berbuat baik memang terasa menyegarkan. Kalau tidak percaya, cobalah—asal dilakukan dengan ikhlas.

Riko membuka pintu kamar perawatan Melati. Seketika matanya terbelalak, tubuhnya gemetar, dan bibirnya kelu. Melati tidak ada di dalam ruangan. Perasaan panik langsung menyergap dadanya. Ia memandang sekeliling, berharap sosok kecil itu muncul dari balik tirai.

“Oh Tuhan, ada apa lagi ini?” gumam Riko, napasnya mulai memburu, pikirannya dipenuhi bayangan kemungkinan terburuk.

Mengapa cobaan seolah tak berhenti? Setelah ditabrak, mengalami upaya pembunuhan, kini Melati hilang entah ke mana.

“Melisa…” gumam Riko, pikirannya langsung mengarah buruk pada wanita itu.

“Masa Melisa menculik Melati? Untuk apa? Apa dia terlibat sindikat perdagangan anak? Tapi rasanya tidak mungkin…” pikir Riko. Kepalanya terasa penuh, pikirannya kacau, dan rasa cemas semakin menyesakkan dadanya.

“Pak Riko, Melati dipindahkan ke ruangan VIP,” ucap seorang perawat, membuyarkan lamunan Riko.

Riko tertegun. Pikiran buruknya tadi ternyata salah besar. Ia justru berdiri termenung, menatap bekas tempat tidur Melati yang kini kosong, masih meninggalkan lipatan sprei yang rapih.

“Siapa yang memindahkannya, Bu? Saya sudah tidak punya uang lagi. Tadi uang saya hampir habis untuk mengurus pemakaman mertua saya,” tanya Riko, kaget sekaligus panik. Ia tahu, jika dipindah ke ruang VIP, berarti tidak ditanggung BPJS.

“Tenang saja, Pak Riko. Semua biaya perawatan Melati gratis. Rumah sakit menggratiskan seluruh biayanya,” ucap perawat sambil tersenyum menenangkan.

“Kenapa, Bu? Saya tidak melakukan apa pun untuk rumah sakit ini,” tanya Riko, heran sekaligus lega mendengar penjelasan sebelumnya.

“Ini sebagai permohonan maaf kami, karena hampir saja anak Bapak mengalami hal buruk,” ujar perawat. “Pak Direktur mengetahui seluruh kejadian, termasuk bagaimana Anda dengan ikhlas mengurus jenazah Pak Ferdi tanpa pamrih. Atas ketulusan itu, beliau memberikan apresiasi berupa sejumlah uang.”

Perawat itu kemudian menatap Riko serius. “Bapak tidak boleh menolaknya. Kalau menolak, Pak Direktur akan menagih semua biaya perawatan Melati di kamar VIP. Jadi, terimalah ini sebagai bentuk penghargaan dan rasa terima kasih kami,” ucapnya dengan nada tegas namun tetap ramah.

.

“Pemberian macam apa ini? Kok memaksa sekali… Ya, ini memang harus diterima. Mana ada aku uang untuk membayar biaya perawatan kelas VIP,” pikir Riko.

“Baik, Bu. Terima kasih,” ucapnya.

Kemudian, Riko dibawa ke ruang administrasi untuk menerima hadiah dari Direktur Utama rumah sakit. Ternyata, ia diberi uang sebesar sepuluh juta rupiah.

“Ini terlalu besar, Bu,” ucap Riko.

“Tidak boleh menolak, Pak. Kalau menolak, Bapak bisa jatuh miskin,” canda petugas sambil terkekeh.

“Ya, baiklah. Kalau saya tidak terima, bukan miskin lagi namanya, tapi minus,” jawab Riko sambil tersenyum.

Riko diantar ke ruang VIP oleh seorang perawat dengan hati yang senang. Sepanjang perjalanan, ia tak henti bersyukur atas kebaikan yang diterimanya hari ini.

Ruang VIP memang berbeda. Di dalamnya hanya ada satu pasien, sehingga terasa lebih tenang. Fasilitasnya lengkap—ada sofa empuk dan tempat tidur khusus bagi orang yang menunggu, membuat suasana jauh lebih nyaman dibanding ruang perawatan biasa.

Riko tertegun, hatinya mulai diliputi keraguan.

“Hanya sendirian… kalau aku ada keperluan, bagaimana? Aku tak bisa meninggalkan Melati sendiri. Aku juga tidak mungkin terus-menerus mengandalkan Melisa,” gumamnya dalam hati. Ia mulai bimbang; jika meminta dipindahkan lagi, takut dianggap tidak sopan. Yang lebih parah, ia sama sekali tidak punya uang untuk membayar biaya ruang VIP.

Riko melihat Melati sedang disuapi oleh Melisa. Ia tertegun; biasanya Melati hanya mau disuapi olehnya. Jika Riko tak ada, gadis kecil itu lebih memilih makan sendiri. Namun kini, Melisa berhasil membuat Melati mau disuapi, seolah melisa adalah ibunya sendiri, beberapa kali merengek pengen disuapi oleh laras namun hanya tatapan tajam yang diterima oleh melati..

“Ayahhhh!” teriak Melati girang.

Seharian tak melihat putrinya, tentu saja Riko merindukannya. Ia segera menghampiri Melati dan mencium keningnya.

“Ayah, rame ngojeknya?” tanya Melati polos.

“Rame,” jawab Riko, kembali berbohong. Ia tak ingin memberi tahu bahwa ia baru saja menguburkan kakek kandung Melati—baginya, belum saatnya.

“Syukurlah… Ayah, Melati mau sekolah TK di tempat Kak Melisa,” ucap Melati bersemangat.

Riko mengernyitkan dahi.

“Memang Kak Melisa sekolahnya di mana?” tanya Riko.

“TK Cahaya Ilmu,” jawab Melisa datar.

Riko tertegun. Ia tahu itu sekolah elit, tempat anak-anak kalangan atas bersekolah.

“Yah… mau… ya, Yah,” ucap Melati sambil merajuk.

“Oke, untuk anak Ayah, apa pun akan Ayah lakukan,” jawab Riko mantap.

“Yehhh… Ayah memang hebat!” balas Melati menggemaskan.

Melisa hanya tersenyum menyaksikan keakraban itu.

“Ayah memang hebat… andai kita punya kamar sebagus ini, yah,” ucap Melati sambil mengedarkan pandangan ke sekitar.

“Ya, kita harus banyak berdoa, semoga Allah memberikan rezeki yang melimpah untuk kita,” ujar Riko sambil tersenyum.

Mereka pun mengobrol asyik, dengan Melati sebagai pusat perhatian.

Waktu tak terasa, sore pun menjelang.

“Mas, aku pulang, ya,” ucap Melisa sambil tersenyum.

“Ok, Mel, terima kasih sudah repot-repot,” balas Riko.

“Enggak kok, aku malah senang bisa mengurus Melati,” jawab Melisa.

Setelah Melisa pergi, Riko tertegun. Ia bingung memikirkan bagaimana jika nanti ia harus keluar untuk suatu urusan, sementara di ruang VIP hanya ada Melati seorang diri. Jika mereka berada di ruang kelas tiga, Riko bisa menitipkan Melati pada orang lain karena di sana banyak orang.

Riko melangkah ke ruang perawat.

“Hai, Pak Riko,” sapa perawat yang sudah akrab dengannya.

“Mmm… bisa tidak Melati dipindahkan ke kamar kelas dua atau tiga?” bisik Riko nyaris tak terdengar.

“Tidak bisa, Pak Riko,” balas perawat dengan nada pelan.

“Memangnya kenapa?” tanya perawat.

“Kasihan Melati sendirian,” jawab Riko.

Perawat itu tersenyum. “Tenang saja, Pak. Direktur rumah sakit sudah menugaskan perawat khusus untuk merawat Melati. Tadi kami hanya tidak masuk karena ada Bapak dan pacarnya di kamar.”

Riko menghela napas lega. Ternyata, direktur rumah sakit itu begitu baik hati hingga menyediakan perawat pribadi demi memastikan Melati mendapatkan perawatan terbaik

“Itu bukan pacar saya, Bu. Dia orang yang saya tolong karena hampir dibegal,” jelas Riko.

“Benarkah?” ucap perawat, tersenyum ceria seolah melihat peluang.

“Lalu, siapa perawat khusus Melati, Bu?” tanya Riko penasaran.

Perawat itu tersenyum lebar. “Saya, Pak. Saya orangnya,” jawabnya sambil terkekeh.

Hari-hari terus berganti, tanpa terasa sudah 20 hari Melati dirawat di rumah sakit.

Sejak kabar kecelakaan Melati tersebar, banyak teman ojol yang datang menjenguk, membawa berbagai makanan seadanya. Berkat mereka, Riko hampir tidak perlu mengeluarkan uang sepeser pun untuk makan.

Namun, satu hal yang membuatnya sedikit kecewa—atau mungkin lebih tepat, membuatnya merasa rindu—adalah Melisa yang tak pernah kembali lagi sejak hari itu.

Meski berusaha mengabaikannya, di dalam hati Riko tetap berharap suatu saat Melisa akan muncul di depan pintu kamar Melati.

1
Tismar Khadijah
Banyak riko2 dan melati2 lain di dunia nyata, ttp berjuang dan berharap
Inyos Sape Sengga
Luar biasa
Sri Lestari
thor....aku salut akan crita2mu...n othor hebat ngegrab kog bs sambil nulis....mntabbb/Good/
adelina rossa
astagfirullah laras...belum aja kamu tau aslinya doni ...kalau tau pasti nyesel sampe.nangis darah pun rahim kamu ga bakalan ada lagi...lanjut kak
SOPYAN KAMALGrab
tolong dibantu likekom
🏘⃝Aⁿᵘ𝓪𝓱𝓷𝓰𝓰𝓻𝓮𝓴_𝓶𝓪
menunggu karma utk laras
🏘⃝Aⁿᵘ𝓪𝓱𝓷𝓰𝓰𝓻𝓮𝓴_𝓶𝓪
dari sini harusnya tau donk, kalo gada melati, gakan ada riko
🏘⃝Aⁿᵘ𝓪𝓱𝓷𝓰𝓰𝓻𝓮𝓴_𝓶𝓪
teruslah maklumi dan dukung anakmu yg salah.. sampaii kau pun akan tak dia pedulikan
🏘⃝Aⁿᵘ𝓪𝓱𝓷𝓰𝓰𝓻𝓮𝓴_𝓶𝓪
salahin anakmu yg bikiinyaa buuukkk
🏘⃝Aⁿᵘ𝓪𝓱𝓷𝓰𝓰𝓻𝓮𝓴_𝓶𝓪
ayah
Su Narti
lanjutkan 👍👍👍👍💪💪💪💪💪💪💪
mahira
makasih kk bab banyak banget
Nandi Ni
Bersyukur bukan dari darah para pecundang yg menyelamatkan melati
SOPYAN KAMALGrab
jangan fokuskan energimu pada kecemasan fokus pada keyakinan
🏘⃝Aⁿᵘ𝓪𝓱𝓷𝓰𝓰𝓻𝓮𝓴_𝓶𝓪
alhamdulillah
🏘⃝Aⁿᵘ𝓪𝓱𝓷𝓰𝓰𝓻𝓮𝓴_𝓶𝓪
apa? mau duit ya?
mahira
lanjut
🏘⃝Aⁿᵘ𝓪𝓱𝓷𝓰𝓰𝓻𝓮𝓴_𝓶𝓪
apalagi ini..? mau dijual juga laras?
🏘⃝Aⁿᵘ𝓪𝓱𝓷𝓰𝓰𝓻𝓮𝓴_𝓶𝓪
dirumah doni thoorrrr
🏘⃝Aⁿᵘ𝓪𝓱𝓷𝓰𝓰𝓻𝓮𝓴_𝓶𝓪
untung mood anak cewek gampang berubah 😂
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!