NovelToon NovelToon
Terpaksa Menjebaknya Karena Cinta

Terpaksa Menjebaknya Karena Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / CEO / Pernikahan Kilat / Cinta Paksa / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:4k
Nilai: 5
Nama Author: Cengzz

"Aku nggak punya pilihan lain." ucap adel
"Jadi kamu memang sengaja menjebakku?" tanya bima dengan nada meninggi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cengzz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

6

2 hari berselang, tepatnya kini hari Senin, Hari dimana orang-orang sibuk beraktivitas kembali. Setelah dua hari menikmati akhir pekan, kini rutinitas kembali menanti. Jalanan mulai ramai, orang-orang bergegas menuju tempat kerja, sekolah, atau aktivitas masing-masing.

Begitu juga dengan Adel dan bima. Sepasang manusia itu sedang menyantap makanan dimeja makan, mengisi energi sebelum memulai aktivitas dipagi ini.

Dimeja makan tidak ada obrolan sama sekali, hanya ada dentingan piring dan sendok yang sangat nyaring ditelinga. Makan tidak mengobrol adalah sebagai bentuk adab disaat sedang makan.

"Kenyang juga! Enak banget masakan kamu del! Ayah jadi betah dirumah kalo kamu yang masak terus!" Ujar bima, memujinya lalu menengak minuman digelas.

Adel tersenyum dengan pipi yang memerah. "Makasih ayah! Ini semua aku lakukan demi ayah seorang!" Ucap Adel, nada pelan yang tak bisa didengar oleh bima.

Bima beranjak dari kursi, menuju wastafel hendak mengambil piring bekas makannya, namun Adel segera menepis tangan bima.

"Jangan! Biar aku aja yah!" Kata Adel.

"Gak usah! Biar ayah aja sekali! Sekali! Masa cuci piring aja harus kamu terus, sayang!" Tolak bima halus.

"Ishhhh! Ayah apa-apa sih, manggil-manggil sayang!" Kata Adel menundukkan kepalanya, menyembunyikan pipinya yang memerah bak kepiting rebus.

Bima mengerutkan keningnya." Aneh nih anak!" Gumam bima pelan, segera mengambil piring dan bergegas mencucinya di wastafel. Tak memperdulikan sikap Adel yang tambah hari tambah aneh saja menurutnya.

'ada apa sih sama Adel? Kenapa dia semakin gede, tambah manja, gampang ngambekan, posesifnya gak ketolongan? Perasaan dulu gak gini dah kelakuannya? Apa yang sebenarnya terjadi?' tanya bima dalam hati, menggosok piring menggunakan spons.

Buk!

Disaat bima sedang mencuci piringnya, Adel tiba-tiba memeluknya dari belakang. Sontak bima terperanjat dengan jantung yang hampir copot dari dadanya. Pandangannya turun, melirik tangan Adel yang melingkar diperutnya, perlahan-lahan kedua tangan anaknya naik kedadanya. Mengelus-elusnya lembut, nafas bima tertahan. Keringat dingin mengucur dari pelipisnya, tubuhnya mendadak panas dingin. Bibirnya terbuka hendak mengatakan sesuatu, tetapi, Adel memotongnya terlebih dahulu.

"Ayah! Aku kan udah bilang sama ayah! Jangan cuci piring! Biar aku aja yang ngerjain! Ini tugas aku sebagai seorang wanita!" Kata Adel mengesekan pipinya dipunggung bima, mengendus-endus wangi tubuh sang ayah yang selalu membuatnya nyaman dan candu.

"Del, le-lepasin! A-ayah sesak!" Pinta bima gugup setengah mati.

"Ga-gak mau ayah! Biar aku, eh, i-ini apaan yah yang berdiri!" Pekik Adel terkejut saat tangannya tak sengaja menyentuh tongk4t s*kti milik bima yang men*gang tiba-tiba.

Reflek bima melirik bawahnya, benar saja, pus*kanya sudah menegak bak keadilan, bima memejamkan matanya dengan nafas ngos-ngosan. Tangan Adel belum saja terlepas dari sana. Celananya terasa sesak, seolah meminta untuk dilepaskan. Piring yang dipegang, diletakkan.

"Ma-maaf ayah!" Kata Adel menarik tangannya, pipinya memanas. Wanita itu tersenyum salah tingkah.

"Ga-gak...." Tenggorokan bima tercekat. Seakan ada duri yang menyangkut didalam sana.

'ge-gede juga ya punya dia!' batin Adel.

"Yah! Ayah mau kemana?" Tanya Adel heran dengan bima yang grasak-grusuk tidak jelas.

Bima tak menjawab, apalagi menoleh kearahnya. Pria itu terus berjalan hingga masuk kedalam kamar mandi.

Huft!

Bima menghembuskan nafas lega.

"Si Adel ini kenapa ya? Kok bisa-bisanya dia megang ini gue tanpa sengaja! Kampret! Kampret! Malu banget gue, pake bangun segala nih benda j4lang! Sialan!" Gerutu bima didalam kamar mandi, melirik sinis si Joni yang masih menegang sempurna.

Tak punya pilihan lain, bima menarik resletingnya. Bermain sendiri dikamar mandi menuntaskan h*sratnya yang tadi melonjak.

*

*

Didalam mobil, bima dan Adel terdiam, tanpa ada obrolan sama sekali, hanya terdengar suara deru kendaraan disepanjang perjalanan. Sejak momen tadi bima menjadi canggung, sama halnya seperti Adel yang canggung, diam membisu, tetapi pikirannya tidak diam saja, gadis itu mulai berpikiran nakal, membayangkan beran pusaka bima yang, ah! Gadis itu menggelengkan kepalanya. Menghapus pikiran-pikiran jor*k yang sempat melintas.

'mikir apa sih del! Jangan aneh-aneh deh!' batin Adel menegur dirinya sendiri.

Setibanya diparkiran sekolah, Adel mencium tangan bima, beralih ke pipi bagian kanan dan kiri, kemudian Adel mengecup bibir bima dengan keberaniannya. Itu udah hal lumrah bagi Adel. Bima juga tak mempermasalahkannya, namun sejak 3 hari kemarin. Hal-hal seperti ini terasa berbeda dari pada sebelum-sebelumnya. Ada desiran aneh yang bima rasakan. Entah apa maksudnya ini.

"Ayah! Dikantor jangan genit-genit ya!" Kata adel menatap intens.

Bima mendengus kesal. "Udahlah del, biarin ayah deket-deket sama perempuan lain! Jangan terlalu ngekang ayah terus dong! Ayah juga kan pengen hidup layaknya seperti orang lain yang punya pasangan!"

Adel tak suka, tatapannya tajam. Mencubit perut bima kencang, bima mengaduh kesakitan. Melihat bima yang kesakitan, Adel melepaskan cubitannya.

"Awas aja kalo ayah berani ngedeketin cewek lain!"

Bima mengusap-usap perutnya. "Emang kenapa sih, del! Apa salahnya ayah pdkt sama cewek lain?"

"Aku gak mau ayah! Pokoknya ayah gak boleh dekat sama siapapun selain aku!" Balas Adel suaranya meninggi.

"Del! Stop! Jangan marah-marahin ayah disini!" Bima menatap tajam Adel. "Kamu kenapa egois banget sih jadi anak. Jangan mikirin diri kamu sendiri del, ayah juga pengen bahagia dengan wanita pilihan ayah! Masa ayah hidup berduaan terus sama kamu."

"Apa maksud ayah ngomong gitu? Hah? Ayah udah gak sayang lagi sama Adel?" Tanya Adel dengan bibir bergetar, matanya berkaca-kaca.

Bima mengalihkan pandangannya kedepan. "Ayah masih sayang sama kamu Del, kamu itu anak ayah satu-satunya! Tapi, tolong, ngertiin ayah dong! Jangan terlalu posesif banget jadi anak! Keposesifan kamu itu kayak pasangan. Ayah gak suka sama sifat posesif kamu itu! Ayah gak suka!"

Adel tersenyum getir dengan air mata yang menetes. "Oke, kalo itu mau ayah! Mulai detik ini, urus saja hidup kita masing-masing!" Teriak Adel turun dari mobil,

Bima terus mengamatinya. Menatap punggung Adel hingga menghilang dibalik gerbang.

"Bodo amat lah! Lama-lama jengkel juga gue ngadepin tingkah laku dia yang makin hari, makin menjadi-jadi!" Gerutu bima mengusap wajahnya kasar. Tampak sekali wajahnya marah, karena Adel selalu saja melarang-larangnya.

Bima menjalankan mobilnya, meninggalkan perkarangan sekolah.

Disekolah.

Adel mengayunkan langkahnya menuju toilet, didalamnya ia terisak kecil. Hatinya sangat sesak sekali, mengingat bima tadi yang memarahinya.

"Ayah jahat! Ayah jahat! Aku benci sama ayah!" Kata Adel dengan kasar menyeka air matanya.

Setelah puas menangis dikamar mandi, ia keluar, celingak-celinguk kekanan dan kekiri, tidak didapati ada orang disini, ia melangkah kembali,

Disepanjang ia melangkah ke kelas, banyak pasang mata dari para laki-laki tertuju padanya, memuji kecantikan Adel, namun, Adel tak peduli, hatinya sakit, pikirannya masih terngiang-ngiang kejadian tadi.

"Del! Del!" Panggil dua orang, Adel menghentikan langkahnya.

Wanita itu menoleh kebelakang, Sinta dan Novi tersenyum dan memeluknya erat, Adel menghela nafas,

"Del! Mata Lo kenapa sembab banget? Lo abis nangis?" Tanya Novi khawatir.

Adel tersenyum. "Ga-gak gue cuman kelilipan doang!" Dustanya.

Kedua sahabatnya itu menghela nafas lega. Ternyata cuman kelilipan,

"Del! Del!" Panggil seseorang yang tidak asing lagi ditelinganya.

Kedua sahabatnya menoleh, disana ada seorang laki-laki tampan, berjalan mendekati mereka dengan senyum yang terus mengukir diwajah tampannya.

"Del! Sandi manggil kamu tuh! Arggggh! Kok gue yang baper ya!" Heboh novi.

"Gila Del! Dia kesini, nyamperin Lo tuh! Coba lihat geh!" Kata Sinta mesem-mesem sendiri.

"Ah, gak penting! Mending kita jalan aja!" Kata Adel hendak meninggalkan kedua sahabatnya.

Sandi berlari dan mencekal pergelangan tangan Adel.

"Lepas sandi! Lo jadi orang Jangan kurang ajar ya!" Teriak Adel memberontak.

Sandi melepaskannya. "Del, kamu kenapa marah-marah terus sih, setiap aku deketin? A-aku seb-"

"Sebenarnya suka sama kamu? Gitu kan? Lo kira gua gak tau kalo Lo suka sama gue?" Potong Adel cepat.

Sandi terkekeh. "Lo mau gak jadi pacar gue?"

"Gak mau!"

"Kenapa? Banyak loh cewek-cewek yang mau Deket sama gue! Bahkan mereka ngarepin jadi cewek gue! Keknya cuman Lo doang yang berani nolak gue!" Kata sandi bergurau.

Adel mendelik sinis. Ia tahu sandi banyak yang menyukai. "Lo bukan tipe gue!" Ketus Adel melonggos pergi meninggalkan sandi yang mematung ditempat.

"Lo harus jadi milik gue del. Gue udah suka sama Lo sejak lama!" Gumam sandi mengepalkan satu tangannya. Menatap punggung Adel dengan tatapan kesal.

"Sandi! Dari pada Lo ngejar-ngejar Adel yang gak pasti! Lebih baik Lo ngejar gue aja!" Suara wanita yang sangat ia kenali terdengar nyaring,

Sandi menoleh kearah wanita cantik dengan rambut yang dikuncir keatas, disampingnya ada 4 kawan-kawan dari gengnya.

"Bener tuh san, buat apa sih Lo ngarepin cewek modelan kayak dia. Sok kecakepan gitu juga!" Kata temannya.

"Dia emang cakep!" Ketus sandi.

"Sandi gue juga cakep! Bahkan gue lebih cakep dari adel" Kata wanita itu yang bernama Jesicca. Dengan pedenya.

"Dih, Lo terlalu pede! Lo sama Adel juga, kalo disanding-sandingin! Lebih cakepan Adel kemana-mana!" Ketus sandi memutar bola matanya.

Jesicca mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat, mendadak kesal dengan Adel yang selalu menghalanginya untuk mendapatkan hati sandi.

"Kamu boleh ngomong gitu! Tapi suatu saat nanti, kamu bakalan ngejar aku dan muji-muji aku!" Kata Jesicca mengibaskan rambutnya.

"Najis!" Sungut sandi melenggang pergi, lama-lama ia muak dengan Jesicca yang tak punya harga diri.

Sesampainya dikelas, Adel, Novi dan Sinta duduk dikursi paling belakang. Baru saja ketiga orang itu ingin duduk, suara sandi terdengar lagi, pria itu masuk kedalam kelas, menyapa Adel dengan senyum khasnya. Adel bergidik jijik dengan sandi yang terus mengincarnya tanpa menyerah sama sekali. Berbagai cara sudah Adel lakukan untuk menolaknya, tetapi, sandi tak menyerah begitu saja walaupun ditolak 20x oleh Adel.

Sandi duduk didepan, mengobrol-ngobrol bersama teman-temannya, sesekali ia mencuri-curi pandang kearah Adel. Wanita yang telah lama ia cintai itu selalu saja membuatnya terpesona.

"Del! Itu si sandi ngeliatin lu terus tuh! Kebelet banget kayak orang yang pengen nikahin Lo!" Bisik Novi menggoda Adel.

"Stttt! Diemlah! Gue males sama tuh orang!" Ketus Adel tak mood ngapa-ngapain.

"Jangan nolak Del! Sandi itu orang kaya loh! Bokapnya pengusaha gila!" Goda novi dengan suara pelan.

"Vi, Lo tau gak disandi itu anaknya siapa?" Tanya Sinta pelan.

"Pak Indra kalo gak salah!" Jawab Novi.

"Pak Indra yang itu tuh?" Tanya Sinta tak percaya.

"Yang mana?" Tanya Novi balik, setahunya indra didunia ini banyak.

"Suaminya Bu silvi bukan? Adeknya siapa ya, gue lupa...." Sinta tampak berpikir.

"Adeknya kak Zahra, sin!" Kata Novi.

"Nah itu dia! Berarti sandi beneran orang kaya dong!" Kata Sinta pelan.

"Iya lah, masa orang kismin!" Novi memutar bola matanya.

"Pak Indra pengusaha nomor 7 dinegara ini bukan sih?" Tanya Sinta lagi masih ragu.

Novi mengganguk. "Ah, masih nomor 7 doang!" Kata Adel menyeletuk.

"Del!" Tegur Novi.

"Bener sih! Masih nomor 7, lagian si sandi kaya juga, dari harta bokapnya!" Kata Sinta.

Novi geleng-geleng kepala dengan sikap kedua temannya.

"Mendingan milih tuan Adrian gue, dibanding milih si sandi-sandi itu!" Kata Sinta, Adel terkekeh dan mengganguk.

"Pesona pria matang bener gak, del?" Tanya Sinta menaik turunkan alisnya. Adel mengedikkan bahunya sambil tersenyum.

"Ah, gue mah mendingan tuan Leon, dia mah pengusaha hebat nomor 1 dinegara ini, masih muda. Tampan lagi!" Kata Novi yang menggangumi Leon.

Ketiga orang itu mengobrol-ngobrol tak penting, bel masuk berbunyi, jam pertama diajar oleh pak Hamdan,  guru killer dengan style rambut botak tengah dengan kumis lele yang terpampang jelas dibawah hidungnya.

Adel, Novi, dan Sinta tak banyak ngobrol, memilih untuk serius, karena, tahu bahwa pak Hamdan ini tidak akan segan-segan menghukum siapapun.

"Sandi kamu ngapain ngobrol-ngobrol!" Kata pak Hamdan terusik dengan sandi yang ngobrol bersama teman sebangkunya.

"Sa-saya cuman nanya tugas pembelajaran doang, pak!" Elak sandi dengan pipi mengembung, menyembunyikan makanan didalam mulutnya.

"Alasan aja kamu!" Pak Hamdan mendekatinya. Sorot matanya setajam kilat.

"Kamu lagi makan?" Tanyanya, sandi menggeleng.

"Sandi laper pak!" Celetuk teman sebangkunya, menahan tawa.

Sandi mendelik tajam, "ja-jangan percaya pak, di." Permen karet keluar dari mulut sandi, sontak sandi terbelalak,

Pak Hamdan melirik permen karet tersebut. Wajahnya merah padam. "Kamu saya hukum sandi."

"Tapi pak!"

"Sini kamu!" Kata pak Hamdan mengayunkan tangannya, sandi menghela nafas dan bangkit dari duduknya. Tatapannya menajam menatap teman sebangkunya yang tukang aduan.

Pak Hamdan memarahi sandi, didepan para murid-murid. Novi, Sinta kompak menahan tawa. Termasuk para murid lain, sementara Adel menatap jendela, memikirkan sesuatu yang terus mengusik hatinya.

'ayah! Kenapa ayah gak pernah.....' batin Adel tak sanggup meneruskan.

Sandi menunduk pasrah, ia menahan malu disaat pak Hamdan terus mengoceh, dalam lubuk hatinya yang paling dalam, sandi ingin sekali menempeleng pak Hamdan.

'banyak bacot banget nih si aki-aki!' gerutu sandi dalam hati, sorot mata kesalnya mengarah pada pak hamdan. muak dengan pak Hamdan yang terus menceramhinya setiap pelajaran.

"Kamu kenapa natap saya kayak gitu? Kamu kesel sama saya, sandi?" Tanya pak Hamdan sensi.

"E-engg-"

"Sebagai bentuk hukuman kamu yang kesekian kali ini, kamu harus hormat tiang bendera selama setengah jam! Buruan!" Kata pak Hamdan tegas.

"Apa? Hormat bendera?" Pekik sandi.

"Tidak usah meneriaki saya!" Kata pak Hamdan,

Pria paruh baya itu menyuruh sandi untuk keluar dari kelas, menjalani hukumnya, sandi terus berjalan sambil terus mengumpat dalam hati. Pak Hamdan terus mengamati, memastikan sandi menjalani hukumannya.

Sedangkan, Adel yang mendapatkan kesempatan emas, membuka ponselnya. Mengecek aplikasi sejuta umatnya, bima mengirimkan pesan kepadanya.

"Del, maafin ayah ya!" pesan bima.

Adel hanya membacanya tanpa membalas pesan tersebut, hatinya masih sakit dengan sikap bima tadi.

1
kalea rizuky
lanjut nanti Q kasih hadiah
kalea rizuky
pergi aja del kayaknya alex keluarga mu
Rana Syifa
/Heart/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!