Tidak ada tanggal sial di kalender tetapi yang namanya ujian pasti akan dialami oleh setiap manusia.
Begitupun juga dengan yang dialami oleh Rara,gadis berusia 21 tahun itu harus menerima kenyataan dihari dimana kekasihnya ketahuan berselingkuh dengan sahabatnya sendiri dan di malam itu pula kesucian dan kehormatannya harus terenggut paksa oleh pria yang sama sekali tidak dikenalnya. Kehidupan Rara dalam sehari berubah 180 derajat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fania Mikaila AzZahrah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 6. Bertemu
Kabar kepindahan Rara dan anggota keluarganya sampai di telinganya Dewangga dan juga Hani.
Pertemuan keduanya semakin intens sejak mereka kepergok sedang bercumbu. Mereka bahkan tak ragu lagi untuk go publik meskipun Dewa dan Rara belum resmi putus hubungan.
Sore itu dikala gerimis mengundang membasahi sebagian besar ibu kota Makassar. Dua sejoli kembali memadu kasih hingga suara gaib dan aneh bin ajaib terdengar dari dalam kamar bernuansa maskulin.
“Ahhh sayang, aahhhh oh baby yes auahhh!” racau kedua pasangan non halal itu.
Hingga teriakan yang sedikit tertahan dari kedua pasangan kekasih itu pertanda jikalau pergulatan mereka sore itu akhirnya mencapai puncak klimaksnya.
Dewa mengecup sekilas bibirnya Hani yang sedikit bengkak dan memerah karena ulahnya sendiri.
“Makasih banyak sayangku, Lo selalu membuat si Joni kalang kabut oleh permainan lidah dan jemarimu,” pujinya Dewa yang masih dalam keadaan bu*gil tanpa sehelai benangpun yang menutupi tubuhnya.
Hani membalas senyuman kekasihnya lebih manja dan terkesan seksi dan sensual.
“Gie juga bahagia karena kak Dewa menyukai dan puas dengan apa yang telah kulakukan,” Hani malah kembali memainkan si Joni yang sudah terkapar kelelahan.
Keduanya baru saja selesai beradu peluh keringat di sore itu. Hani masih memeluk tubuh polos kekasihnya itu.
“Sayang, gua dengar katanya Rara pindah ke daerah Gowa yah?” Tanyanya Dewangga sambil membalas memainkan aset terpentingnya Hani yang biasanya tertutup cup.
“Kenapa sih perempuan kampung itu disebut-sebut dalam saat kayak gini. Gue kan jadi ilfeel,” batinnya Hani.
Hani sedikit kesal mendengar kekasihnya menyebut namanya Rara di depannya langsung.
Dewa melirik ke arah Hani yang tidak menjawab pertanyaannya,” kenapa honey? Lo baik-baik saja kan?”
Tetapi, dia harus pintar-pintar menyembunyikan kekesalannya itu di depan kekasihnya. Kekasih yang direbut dari sahabatnya sendiri.
Hani cepat-cepat mengubah mimik wajahnya jadi santai agar tidak ketahuan oleh Dewa, “Gue denger juga dari orang kampung. Mereka menjual semua aset terpentingnya dan memilih untuk meninggalkan kampung. Entah apa alasannya dibalik kepindahan mereka. Karena bapaknya menyembunyikan dan merahasiakan alamat barunya,” imbuhnya Hani.
Dewa terdiam sejenak memikirkan Rara perempuan yang dicintainya, tapi suatu alasan yang cukup dia saja yang mengetahuinya kenapa dia memilih selingkuh dengan Hani.
Padahal hati dan perasaannya sampai detik ini masih gadis yang bernama Azzahra Elara Sofia yang masih bertahta di dalam sanubarinya.
“Ini memang yang harus terjadi, maafkanlah Gue Ra. Cinta kita tidak boleh dipertahankan dan harus diakhiri secepatnya karena kita tidak mungkin bisa bersatu apapun yang terjadi,” batinnya Dewangga.
Aditya Dewangga Nugraha pemuda 22 tahun yang orang tuanya asli dari daerah Jawa, tapi lebih memilih tinggal di kota yang berjuluk angin mamiri itu.
Hani yang melihat Dewa terdiam seperti orang yang sedang memikirkan banyak hal itu gegas mengusap si Joni agar tidak terbengong-bengong.
“Sayang, apa yang terjadi kepadamu? Hey! Lo baik-baik saja kan?” Tanyanya Hani sambil tangan satunya menggoyangkan tangannya Dewa.
Dewa terkesiap ketika mendengar suaranya Hani yang cukup cempreng dan nyaring di indera pendengarannya.
“Maaf sayangku, kayaknya gue harus ke kampus masih ada yang ingin gue selesaikan dulu. Lo nggak apa-apa kan kalau pulang ke kosan Lo?” Tanyanya pelan-pelan Dewangga karena tidak ingin membuat kekasihnya curiga dan marah karena dia hanya mencari alasan saja agar Hani bisa pulang ke kosannya.
Awalnya Hani sedikit keberatan, tapi dia mau tidak mau menuruti perintah dari kekasihnya itu.
“Nggak apa-apa kok sayangku lagian besok pagi gue juga harus balik ke kampung sudah dua mingguan gue selalu menunda kepulanganku,” Hani mencium bibirnya Dewangga kemudian memunguti pakaiannya yang berserakan di atas lantai tanpa membersihkan tubuhnya sisa percintaan mereka.
Dewa menatap kepergian Hani dari dalam kamarnya,” Brengsek! Kenapa gue malah harus terjebak dengan perempuan itu!? Kenapa!? Gue sangat membenci diriku ini yang sudah sangat kotor. Gue berselingkuh dari Rara karena ingin berpisah dengannya tapi kenapa Hani malah menawarkan kepadaku tubuhnya. Memang Hani selalu mampu membuatku bahagia dan memanjakan juniorku tapi, gue nggak cinta!”
Dewangga meninju kasur yang ditempatinya saat ini. Air matanya menetes membasahi pipinya. Dia sangat marah dengan takdir yang tidak boleh mempersatukannya dengan gadis cantik yang dicintainya.
“Ya Allah takdir apa yang terjadi padaku dan telah Engkau gariskan kepadaku!? Gue sangat menyayangi Rara tapi kami nggak mungkin bisa bersatu apapun yang terjadi dan sampai kiamat pun nggak akan bisa?” Teriaknya Dewangga disertai air matanya.
Hani menolehkan kepalanya ke arah kamarnya Dewa,” gue akan melakukan apapun agar Dewa melupakan Rara dan buktinya gue sanggup menggantikan posisinya Rara meskipun harus menumbalkan dan menyerahkan kesucianku.”
Dua bulan kemudian…
Hari-hari Rara dijalaninya dengan sabar dan ikhlas. Dia tidak lagi menempati rumah kosannya bersama dengan Hani. Dia memutuskan untuk keluar dari rumah kos itu meski masih ada beberapa hari waktu yang tersisa karena Rara sudah ujian skripsi.
Rara memilih bolak balik ke rumahnya lagian jarak dari rumahnya dengan kampusnya hanya butuh kurang lebih satu jam perjalanan, apabila memilih naik angkutan umum yang dikenal dengan pete-pete. Dia akan naik mobil sebanyak dua kali angkutan umum untuk sampai dari rumah barunya dengan ke kampusnya.
Jika memakai motor tidak sampai memakan waktu lebih dari satu jam, kurang lebih setengah jam saja kalau kondisi jalanan yang dilaluinya cukup aman dan lancar dari kemacetan. Rumah pribadinya Pak Rijal berada di jalan Pallangga.
Rara memutuskan memakai hijab untuk menutupi auratnya, dia menganggap dirinya mendapatkan cobaan yang berat karena dia tidak menjalankan perintah untuk menutup auratnya.
“Bismillahirrahmanirrahim semoga ini adalah awal dari masa depan yang lebih baik lagi,” gumamnya Rara sambil memakai hijab berwarna pastelnya.
Pintu kamarnya berderit yang ada di lantai dua bersamaan dengan ketika ia mengambil tas selempangnya di dalam lemarinya.
“Ra, sudah mau berangkat Nak?” Tanyanya Bu Hartati yang membawa beberapa pakaian yang sudah disetrikanya.
Rara tersenyum simpul melihat kedatangan ibunya,” Iye, insha Allah sudah mau berangkat. Kenapa ibu harus repot-repot setrikakan pakaianku?” Rara mengambil alih lipatan pakaian tersebut dari dalam tangan ibunya.
Rara tersenyum simpul,” Aku masih sanggup mengerjakannya sendiri, perbanyak saja waktu istirahatnya ibu sebelum ketiga toko sembakonya Bapak selesai dikerjakan.”
“Tidak apa-apaji Nak, ibu masih sanggup melakukannya. Kalau memang ibu tidak sanggup pasti akan meminta tolong sama kamu.
Rara menyimpan pakaiannya tersebut yang menguar wangi pengharumnya ke dalam lemari. Bu Hartati membantu Rara menyimpan semua pakaian itu ke dalam lemari pakaian anak sulungnya.
Bu Hartati merogoh saku dasternya,” Ini ada uang sedikit untuk beli hp baru. Bapak marah-marah kalau Kamu pake hp yang sudah layak diganti tapi masih saja dipakai,” ucapnya Bu Hartati sambil menyerahkan sebuah amplop putih ke dalam genggaman tangannya Rara.
“Ibu, hpnya Rara masih bagus dan bisa dipakai. Uang ini bisa ditabung untuk biaya lain saja. Aku nggak apa-apaji kalau pake hp jadul,” tolaknya Rara secara halus.
Rara memang tipe gadis yang tidak suka terlalu berlebih-lebihan dalam bergaya layaknya anak muda seumurannya yang lebih suka gonta-ganti hp. Dia lebih menyukai tampil bergaya sederhana dan hal itu menurun kepada kedua adik kembarnya.
Walaupun kedua orang tuanya terbilang cukup mampu memberikan fasilitas yang lebih bagus daripada apa yang dipakainya saat ini.
“Ibu sama Bapak tidak menyukai kalau anak-anaknya kami kayak orang melarat saja. Memang berlebih-lebihan itu tidak baik dan tidak dianjurkan oleh agama, tapi janganmi juga mau diremehkan oleh orang lain kalau mampu melakukannya kecuali kalau tidak mampu baru memaksakan diri itu yang tidak baik putriku,” ujarnya Bu Hartati meyakinkan anaknya untuk menuruti perintah dan keinginannya.
Rara menghela nafasnya dengan perlahan,” baiklah kalau begitu Rara akan mengambil uang ini dan akan mampir ke toko ponsel. Percuma juga menolak pasti ibu akan memaksa dan berujung akan ngomel kalau Rara nggak turutin keinginannya ibu.”
Rara tersenyum sambil memeluk tubuh wanita paruh baya yang masih kelihatan cantik diusianya yang hampir 50 tahun.
Bu Hartati mengecup kening putrinya dengan penuh kasih sayang,” begitu dong baru anaknya Ibu Hartati Usman dan Bapak Rijal Usman.”
“Syukur Alhamdulillah, makasih banyak ya Allah Engkau melahirkanku di dalam keluarga yang sangat baik dan mengerti kondisiku dan mereka selalu ada untukku dan tidak pernah menghakimi diriku yang sudah banyak salah dan dosa,” batinnya Rara.
“Semoga Istiqomah yah Nak, jadilah perempuan yang kuat dan bijaksana. Jangan selalu menolehkan kepalamu ke masa lalu yang kelam itu. Allah selalu memberikan yang terbaik kepada setiap hamba dan umatNya yang sungguh-sungguh bertaubat untuk memperbaiki dirinya,” nasehat Bu Hartati.
“Amin ya rabbal alamin, makasih banyak Bu. Rara pamit dulu assalamualaikum,” Rara mengecup punggung tangan ibunya kemudian berjalan ke arah lantai bawa.
“Sama-sama sayang-sayangnya ibu. Hati-hati di jalan, waalaikum salam,” balasnya Bu Hartati yang tersenyum mengantar kepergian anak sulungnya.
Rara ingin ke rumah kosannya untuk berpamitan dengan Bu Marni selaku ibu kosannya yang sudah sangat baik menerimanya mengontrak di rumahnya. Bu Marni sudah dianggapnya sebagai ibunya sendiri.
“Sudah mauki ke kampus, Nak?” tanyanya Pak Rizal.
Rara mengangguk,” iye, Pak. Ada yang ingin Rara urus sekalian mau mampir ke kosan mau ambil barang-barang yang belum sempat Rara pindahin ke sini.”
“Bapak sudah TF uang ke nomor rekening kamu. Itu uang jajan kamu jangan sampai ada yang tiba-tiba kamu mau bayar malah tidak punya uang lagi,” ucapnya Pak Rijal.
“Masya Allah, Bapak kenapa meski harus TF segala. Rara kan bisa minta langsung sama bapak kalau butuh. Apa bapak lupa kalau kita sudah di kota bukan di desa lagi,” Rara terkekeh melihat tingkah bapaknya yang masih terkadang melupakan kalau mereka sudah pindah dan tidak terpisah lagi.
“Haha! Bapak lupa loh Nak. Mungkin sudah faktor U makanya bapak sudah pikun,” ujarnya Pak Rijal.
“Kalau begitu Rara pamit, asalamualaikum,” Rara berpamitan kepada bapaknya sambil mencium punggung tangan bapaknya sang pejuang tangguh di keluarganya.
“Waalaikum salam putrinya bapak yang paling cantik,” balas Pak Rijal seperti kebiasaannya.
Rara menyalakan mesin motor matic barunya ketika bapaknya datang mengendarai mobil pickup berwarna hitam yang baru beberapa hari dibelinya selain mobil Toyota Agya yang terparkir di dalam garasi rumahnya.
Pak Rijal menjual motor lama putrinya karena menganggap motor itu akan menyimpan banyak kenangan pahit untuk anaknya sehingga mau tidak mau memutuskan untuk menjualnya ketika masih di kampung.
Sisa beberapa petak sawah dan lahan kosong untuk bangunan rumah yang belum dijualnya. Karena harta bendanya itu akan dipakai sebagai deposito dan aset penting dihari tuanya kelak dan untuk masa depan kedua putri kembarnya yang baru SMP.
Perjalanan pagi hari itu cukup macet dikarenakan bertepatan dengan hari senin. Dia ke konter tempat dia memperbaiki ponselnya terlebih dahulu dan hendak mengambil hp itu yang sudah diperbaiki.
Dia juga mampir ke toko HP, karena dia akan membeli hp baru keluaran terbaru tentunya.
“Rara yang sederhana yang lugu dan polos sudah tidak ada.” gumamnya sembari memasukkan ponselnya ke dalam tas selempangnya.
Setelah menyelesaikan pembayarannya, dia pulang kembali melajukan motornya ke arah kampusnya. Tetapi, tiba-tiba terdengar suara benda jatuh paling tepatnya suara motor yang tabrakan.
Brak!!
“Argh!!”
semangat authir 💪💪💪💪💪♥️♥️♥️♥️♥️
peringatan yang cukup bagus author!