Dokter Tengil Itu Jodohku

Razher segera menyambangi Al di ruang keluarga. Terlihat Al duduk anteng sembari menikmati jus mangga buatan Bibik.

"Kenapa wajahmu kusut begitu?" ujarnya dengan senyum tertahan.

"Nggak usah basa-basi, mau apa kamu kesini?" tanya Razher tothe point.

"Santailah, nggak usah gitu juga wajahmu. Ngeselin banget aku lihatnya," sahut Al tersenyum gemas.

"Aku tahu, kamu pasti punya maksud tertentu kan? Sayangnya aku tidak bisa membantumu," timpal Razher menatap malas.

"Kalau tidak mau aku aduin sama Ayahku."

"Eh, gila kamu ya. Ngapain kamu aduin aku sama ayahmu. Nggak ada urusannya sama Pakde Zaf."

"Tentu saja ada hubungannya, karena ini perintah Ayah."

Seketika Razher terdiam saat Alzikri membawa nama Abang dari Mamanya itu.

"Emangnya perintah apa? Kok Pakde nggak ada bilang sama aku?" tanya Razher bingung.

"Siapa bilang nggak ada. Coba aja kamu buka pesan dari ayahku," sahut Al jahil sekali.

"Hah, masa sih!" Razher segera merogoh kantong celananya mengambil ponsel lalu memeriksa pesan dari Pakde Zaf.

[Raz, nanti tolong temani Al ke kota Xxx untuk jemput pasien ya] pesan Pakde Zafran. Razher menatap Al dengan bingung.

"Apa, masih nggak percaya?" tanya Al dengan gayanya yang santai tanpa dosa.

"Kok Pakde nggak telpon aku ya?" ujar Razher masih wajah bingung. Karena biasanya Pakdenya itu jarang sekali kirim pesan, jika ada hal penting dia akan telpon langsung.

"Aih, lama banget mikirnya. Mungkin saja Ayah tidak sempat telpon, karena lagi nyetir, soalnya Ayah dan Ibuku lagi menghadiri pesta," sanggah Al meyakinkan saudaranya itu.

"Ya, baiklah." Akhirnya Razher membalas pesan dari Pakde setelah itu ia segera bersiap.

"Loh, kalian mau kemana?" tanya Zhera demi melihat penampilan anaknya yang sudah rapi.

"Ah, aku lupa kasih tahu Tante. Aku dan Razher di suruh Ayah untuk jemput pasien yang ada di luar kota, Tan. Aku izin bawa Razher ya, Tan," ujar Al meminta izin.

"Oh gitu. Yaudah, kalian hati-hati di jalan. Jangan ngebut ya!" Zhera mengizinkan dan juga mewanti-wanti.

"Siap, Tante!" seru Al sembari mengangkat tangan memberi salam hormat.

"Berangkat ya, Ma." Razher menyalami tangan sang Mama dengan wajah di tekuk.

"Hati-hati ya, Nak. Jangan lupa kalian kasih kabar kalau sudah sampai. Eh, kok wajah kamu cemberut begitu? Semangat dong!"

"Iya, Tan. Kayaknya dia nggak ikhlas nemani aku."

"Apa sih kamu? Pokoknya aku tidak mau nyetir. Aku mau tidur!" sahut Razher menatap kesal.

"Sudah-sudah, ayo kalian berangkat sekarang. Nanti keburu sore nyampe disana!"

Akhirnya kedua lelaki itu meninggalkan kediaman Kapolda Rayyan. Razher menduduki kursi yang ada di samping driver. Sementara itu Alzikri yang mengemudi sendiri. Ia tahu bahwa Razher sedang bad mood. Tapi tidak masalah, yang penting ia mempunyai teman.

"Razher!" panggil Al masih fokus mengemudi.

"Hmm?" jawab lelaki itu hanya menggumam.

"Kita jajan dulu ya. Beliin aku minum dulu gih!" titah Al yang telah menepikan kendaraannya di depan minimarket.

"Aku ngantuk, Al. Sana kamu beli sendiri," sahut Razher masih memejamkan matanya.

"Ck, nggak guna banget sih kamu. Kalau begitu kamu yang nyetir."

"Ya Allah, kamu tuh nggak bisa lihat aku tenang barang sebentar aja apa?"

"Aku mau kamu beliin aku minum, Raz. kalau begini mending aku pergi sendiri aja."

"Iya iya! Ish, ribet banget hidup kamu ya, Al. Tinggal keluar dan masuk kedalam lalu pilih minum dan makanan yang kamu suka!" kesal Dokter tampan itu.

"Udah sana, nggak usah banyak protes!"

Razher menatap geram pada saudara sepupunya yang suka sekali mengusik ketenangannya. Dengan hati dongkol Razher hendak membuka pintu mobil, tetapi ada pesan masuk di ponselnya.

Razher memeriksa pesan masuk yang ternyata dari Pakde Zaf.

[apa maksud kamu, Raz?] tanya Pakde bingung. karena anak keponakannya mengirimkan pesan yang menyetujui sesuatu.

Razher menatap Al dengan tatapan tajam. "Jadi ini semua hanya akal-akalan kamu saja?" ujarnya menyorot tajam.

Tetapi yang di tatap hanya berwajah santai tanpa dosa. "Oh, jadi kamu udah tahu. Ya baguslah," jawabnya acuh.

"Kalau begitu fix aku tidak jadi pergi!" Razher seketika membuka pintu mobil untuk keluar, tetapi dengan cepat pula Al mengunci secara otomatis.

"Boleh nggak sih aku hajar kamu sekali aja?" tanya Razher begitu geram..

"Hahaha... Mana boleh. Kena pasal penganiayaan kamu," celetuk lelaki itu seraya menjalankan mobilnya kembali.

"Awas kamu ya, Al. Aku akan balas kecuranganmu!" kesal Razher.

"Weh, menyala Abangku!" sahutnya masih mengguraui Dokter kandungan itu.

"Lihat saja kamu. Dimanapun kamu berhenti, maka aku akan kabur," ujar Razher.

"Kalau aku tidak mau berhenti, kamu mau apa?"

"Hng! Emangnya kamu sanggup tidak akan minum?"

"Kalau begitu aku berhenti di tol saja."

"Terus, kamu kira aku tidak bisa keluar dari tol?"

"Eh, jangan dong, Raz. Benaran aku haus nih. Janji aku tidak akan membohongi kamu lagi!" ujar Al memohon.

Bersambung.....