"Selamanya masa lalu adalah pemenang, siapapun pengisi hati hari ini, akan kalah dengan masa lalu yang datang kembali."
Untuk Sheila, itu tidak berlaku, karna masa lalu yang dicintai suaminya setengah mati itu sudah tiada hampir sepuluh tahun yang lalu karna jatuh ke jurang.
Karna itu, suaminya hanya bisa mencintai dirinya yang masih hidup di dunia ini.
Lantas, bagaimana jika masa lalu yang dikatakan telah meninggal dunia, datang kembali seperti keajaiban dengan anak perempuan berusia sepuluh tahun?
Lantas, apakah benar masa lalu akan tetap menjadi pemenang setelah kembali?
Apakah Sheila hanya menjadi istri pengganti?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rini IR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Papa dimana?
...************...
"Papa!! Papa dimana?"
"Halo Papa!!"
"Ma, Papa kok nggak ada di rumah?"
"Kenapa papa belum pulang? Ini udah malem Ma."
"Biasanya juga Papa udah pulang waktu sore."
Kalau begini Shei harus jawab bagaimana? Pertanyaan beruntun itu datang dari putranya yang manis, anak yang masih dalam masa tumbuh kembang, dan sering bertanya. Wajar, karna biasanya menjelang malam begini, pasti Arthur sedang bermain dengan sang ayah.
"Mungkin Papa sibuk Nak, lagi banyak kerjaannya." Hanya itu jawaban yang bisa Shei berikan, setidaknya untuk menenangkan anaknya yang sedang dalam masa tumbuh kembang.
Memang katanya anak seusia Arthur ini, adalah anak dalam masa tumbuh kembang yang cerewet dan banyak tanya, karna itu Shei harus ekstra sabar dan hati-hati. Belum lagi, dia yang sedang memikirkan hal-hal negatif lainnya.
Tepat saat sore tadi Shei masuk ke dalam rumah, dia memang takut kalau Kayna dan Ayren masih ada di rumah ini, tapi syukurlah kekhawatirannya itu tidak terjadi. Tapi meski begitu, yang menjadi masalah setelahnya adalah sang suami yang ikut tidak ada di rumah.
Shei tau bahwasanya jelas Haren mengantar Kayna dan Ayren ke rumah yang lainnya, tapi haruskah sampai jam segini Haren belum kembali.
Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam, pada jam ini harusnya Haren membacakan dongeng untuk Arthur kecil seperti biasanya, tapi sekarang berbeda. Arthur yang biasanya menutup mata dengan ayah dan ibu yang berbaring di sampingnya, dengan menceritakan kisah-kisah menarik, kini bocah enam tahun itu hanya di dampingi oleh ibundanya saja. Entah kemana perginya sang ayah?
Arthur tidak tau kemana sang ayah pergi, tapi sepertinya sang ibu memiliki dugaan sendiri kemana perginya suaminya itu?
Tentu, mungkin sedang bersama Kayna dan Ayren di rumah baru mereka, mungkin saja Haren masih ada disana, sadar waktu yang mereka habiskan hari ini masih kurang.
"Udah Nak, Papa kayaknya lembur, kamu tidur duluan ya, biar mama sendiri aja yang bacain dongengnya." Harusnya itu tugas Shei dan Haren, tapi kini itu menjadi tugas Shei sendiri.
Dan sialnya, terbesit di pikiran Shei, bahwa mungkin disana, di rumah baru mereka, Haren dan Kayna sedang sama-sama menceritakan dongeng untuk putri mereka Ayren.
Mungkin saja kan?
Membayangkannya saja sudah membuat hati Shei begitu sesak, dia harap itu tidak benar, atau jikalau pun itu benar, ia harap baik dirinya ataupun Arthur tidak mendengar dan menyaksikannya sendiri. Entah sekacau apa mereka berdua jika itu terjadi.
"Ma? Ngga ada papa ya? beneran?" Rengek manja sang anak.
"Maafin mama ya, nanti mama bakal marahin Papa, dan buat Papa nggak lembur lagi, nggak pulang telat, biar bisa bacain dongeng lagi buat Arthur."
"Iya, Ma. Sekarang mama aja bacain dongeng si kancil, okee?"
"Okee, sebelum itu ayo baca doa dulu, nanti kalo ketiduran biar ga lupa doa."
Malam itu, berbeda dari biasanya, Shei mendongeng sendiri untuk Arthur. Syukurlah Arthur bisa mengerti dan tidak bertanya lagi, membuat Shei tidak harus berbohong lagi.
......................
Luar biasa!
Bahkan sampai pukul satu malam pun, Haren tidak pulang, membuat Shei tidur sendiri di ranjang yang luas ini.
Shei berbaring di kamarnya, menutup wajahnya dengan bantal, dia ingin menangis lagi sekarang.
Untuk pertama kalinya Shei tidak sendirian setelah menikah, 7 tahun selama pernikahan mereka, Shei tidak pernah tidur sendiri, selalu ada Haren disebelahnya, bahkan jika Haren harus mengerjakan proyek, dia membawa laptopnya dan tetap berada di kasur, yang penting ada di sisi Shei.
Tapi kali ini semuanya berbeda, Shei hanya sendirian, dengan perasaan sesak, sakit yang terus menggebu, pikiran liarnya terus terfokus pada Haren yang sedang bersama dengan Kayna disana.
Shei membuka matanya, untuk mengecek log aktivitas panggilan, tidak ada satupun panggilan dari Haren. Padahal jelas, Haren sudah berbuat salah, jangankan meminta maaf, meminta izin untuk tidur di luar saja Haren tidak memberinya kabar.
Sampai kapan Shei harus terus bersedih?
Apakah ini adalah akhirnya? Haruskah Shei sudah mulai mempersiapkan diri sekarang? Haruskah ia sudah bersiap-siap enyah?
Apakah memang tidak mungkin bagi mereka untuk mempertahankan rumah tangga ini lagi?
Tidak ada! Tidak ada harapan! Satu tahun kemudian, Mas Haren pasti bakal ceraiin aku!
Ah, Shei akhirnya teringat percakapan tadi siang, bahwa keputusan Haren adalah kembali bersama Kayna, dan akan segera menceraikan Shei. Tapi Shei menundanya setidaknya untuk satu tahun, demi kesehatan sang ibu yang tidak semakin memburuk.
Shei menarik napasnya dalam-dalam, sudah tidak ada harapan disini, sudah saatnya dia mulai mencoba mengikhlaskan rumah tangga yang ia jaga selama ini.
"Ayo Shei tidur, dan buka mata dipagi hari besok dengan mood yang baru, prinsip yang baru, dan tujuan hidup yang baru, okay?"
Shei meyakinkan dirinya sendiri, bahwa dia bisa bangkit esok hari, tapi setidaknya biarkan malam ini saja dia menangisi kepergian Haren, pilihan suaminya, dan rumah tangganya yang sudah di ujung tanduk, Shei ingin menangis dengan puas malam ini atas runtuhnya rumah tangga yang ia jaga.
Memangnya apa yang mau diperjuangkan? Tidak ada lagi yang harus diperjuangkan, karna Haren sendiri ingin mengakhirinya, dan kembali kepada cinta masalalunya.
Mulai dari malam ini dan malam-malam berikutnya, setidaknya Shei harus mulai terbiasa untuk tidur sendirian, karna mungkin malam ini adalah awal dari jarak sesungguhnya antara Shei dan Haren.
.....
"Ren? Kamu yakin engga pulang? Pasti istri kamu nunggu, kasihan dia tidur sendirian." Pinta Kayna, yang menggenggam tangan Haren erat.
Saat ini, Kayna, Haren, dan Ayren tidur di satu kasur yang sama, dengan Ayren di tengah-tengahnya yang sedang tertidur pulas. Mereka sudah tidur di rumah lain milik Haren.
"Engga, kenapa kamu kasihan sama Shei? Yang harus kamu kasihani tuh diri kamu sendiri, selama ini juga kan kamu tidur cuma berdua sama Ayren. Mulai hari ini, aku mau memenuhi tanggung jawab aku terhadap kamu dan anak kita Ayren, ngerti? Jadi stop bahas Shei, dan ayo kita tidur sekarang." Jelas Haren lagi, dia menggenggam tangan Kayna erat, dengan satu tangannya membelai wajah putrinya yang cantik, mirip dirinya.
"Terus gimana sama anak kamu? Kamu ngga kasihan sama anak kamu yang disana? Tiap hari dia tidur sama kamu, tiap hari liat kamu, kalo hari ini ngga tidur dan ngga liat kamu gimana?"
"Terus gimana sama Ayren? Aku selalu ada buat Arthur selama enam tahun terakhir, tapi aku ngga pernah ada buat Ayren selama sembilan tahun, selama dia hidup, sejak dia lahir, atau bahkan aku ngga ada disisinya saat dia dikandungan. Aku mau penuhin tanggung jawab aku buat Ayren yang selama ini aku tinggalkan, please Ayna, ngertiin aku okay? biarin aku tidur disini malam ini."
ada kami yg mendukungmu
dia bilang shei murahan tpi dia gak ngaca gitu saat dia ciuman & pelukan didepan istri sahnya dengn wanita lain... meski orang itu org zg prnah dicintainya tpi kn dia dah punya istri jdi dia hrusnya bs tahan kan nafsunya itu.... bahkan dia ceraikan shei krna jalang itu pula, skrg mlah berlagak sok benar dan sok suci ,cuiiihh... jijik liatnya 😤😤😤