Jika menurut banyak orang pernikahan yang sudah berjalan di atas lima tahun telah berhasil secara finansial, itu tidak berlaku untuk rumah tangga Rania Salsabila dan Alif Darmawangsa. Usia pernikahan mereka sudah 11 tahun, di karuniai seorang putri berusia 10 tahun dan seorang putra berusia 3 tahun. Dari luar hubungan mereka terlihat harmonis, kehidupan mereka juga terlihat cukup padahal kenyataannya hutang mereka menumpuk. Rania jarang sekali di beri nafkah suaminya dengan alasan uang gajinya sudah habis untuk cicilan motor dan kebutuhannya yang lain.
Rania bukanlah tipe gadis yang berpangku tangan, sejak awal menikah ia adalah wanita karier. Ia tidak pernah menganggur walaupun sudah memiliki anak, semua usaha rela ia lakoni untuk membantu suaminya walau kadang tidak pernah di hargai. Setiap kekecewaan ia telan sendiri, ia tidak ingin keluarganya bersedih jika tahu keadaannya. Keluarga suaminya juga tidak menyukainya karena dia anak orang miskin.
Akankah Rania dapat bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sadewi Ravita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 Status Whatsapp
Keesokan harinya.
Seperti biasa mereka bangun subuh, setelah mandi dan shalat Alif kembali tidur, sedangkan Rania segera melanjutkan aktivitas rutinnya.
"Mas bangun, hari ini apa kamu libur lagi?" tanya Rania.
Suaminya tetap tidur nyenyak walaupun sudah beberapa kali ia mencoba membangunkan, tampaknya pertempuran panas semalam benar-benar menguras energinya. Rania pun beralih membangunkan putrinya.
"Alisa Sayang, ayo cepat bangun sudah waktunya sekolah,"
Cukup satu kali membangunkannya, gadis itu langsung bergegas ke kamar mandi dan segera bersiap ke sekolah. Alisa memang anak yang baik, dia termasuk anak yang di siplin, semua itu adalah hasil didikan tegas ibunya. Dia tidak pernah absen sekolah atau mengaji jika tidak ada hal mendesak, namun berbeda dengan ayahnya yang kerap menyuruh anaknya bolos hanya untuk berkunjung ke rumah neneknya dengan alasan tidak penting. Pun begitu Rania tidak melarangnya karena malas ribut.
Setelah mengantar Alisa sekolah, Rania kembali membangunkan suaminya.
"Mas bangun, ini sudah hampir jam 7. Apa Mas Alif hari ini tidak berangkat kerja?" tanya Rania.
"Hah, jam tujuh? Kenapa tidak membangunkan sejak tadi, aku bisa terlambat, Nia,"
Matanya membulat menatap istrinya, ia segera mengambil handuk dan masuk ke kamar mandi. Dia terus mengguman tidak jelas, membuat Rania angkat bicara.
"Aku sudah membangunkan kamu berkali-kali Mas, kamunya saja yang betah ngorok. Aku mengantar Alisa saja kamu tidak tahu," ucap Rania kesal.
"Harusnya kamu terus mencoba sampai aku benar-benar bangun,"
"Jadi aku lagi yang salah, Mas?"
"Ah sudahlah, aku mau berangkat kerja,"
Alif berlalu begitu saja tanpa sarapan dan pamit kepada istrinya, sedang Rania yang sudah terbiasa dengan sikap suaminya memilih acuh dan tetap melanjutkan pekerjaannya. Setelah menggelar dagangannya ia lanjut menggoreng berbagai macam gorengan, karena Bintang juga belum bangun dari tidurnya.
Tanpa perlu menunggu lama, gorengannya ludes di serbu pembeli. Rasa bahagia menyelusup di dadanya, kerja keras memang tidak pernah mengkhianati hasil. Ia mulai menggoreng kembali, tepat setelah semuanya selesai Bintang pun mulai bangun.
Rania mengajak putranya berbicara hal-hal ringan, ia mulai mengajaknya bercanda. Menggelitiki ketiaknya, membuat derai tawa tanpa kepura-puraan bergema memenuhi ruangan. Begitulah cara Rania membangunkan buah hatinya, membangun energi positif sejak bangun tidur akan membuat sepanjang hari terasa bahagia, begitu menurut Rania.
"Mbak, beli gorengannya," panggil seorang pembeli.
"Iya, sebentar," jawab Rania.
"Tunggu di sini sebentar ya Sayang, setelah ini kita main air di kamar mandi,"
Rania meninggalkan Bintang untuk melayani pembeli. Setelah pembeli sepi ia segera memandikan Bintang, lalu memberinya sarapan. Saat tengah santai sembari menemani Bintang main, ia mulai memainkan gadgetnya. Sebuah status wa menarik perhatiannya, ibu mertuanya membuat status.
"Punya menantu ratu drama, seperti hidup dalam sinetron tapi tidak menghasilkan 😡😡"
"Jangan mimpi terlalu tinggi, kerikil tetaplah kerikil walau bersanding dengan permata 😡😡"
Dua status lengkap dengan emoji marah ini sangat yakin diperuntukkan kepada Rania, sebenci itukah mertuanya kepadanya? Emosi yang semalam mereda membuatnya kembali naik pitam. Ia benar-benar tidak habis pikir dengan mertuanya yang selalu memusuhinya, apa sebenarnya salahnya sehingga ibu suaminya itu begitu membencinya? Pertanyaan yang tidak pernah ia tahu jawabannya hingga saat ini.
"Halo, Kak tiara ada di rumah tidak, aku ingin main?" tanya Rania di telepon.
"Aku di rumah, Nia. Kesini saja, mumpung aku lagi sendirian nih," jawab Tiara.
"Ok Kak, setelah menjemput Alisa aku kesana ya,"
Setelah selesai menelepon ia langsung membereskan dagangannya, gorengannya yang masih ada ia bawa untuk oleh-oleh kakaknya. Setelah menunggu Alisa berganti pakaian ia bergegas ke rumah kakaknya.
"Wah kenapa repot-repot bawa oleh-oleh sih Nia, kamu datang kesini saja kakak sudah sangat senang sekali," ucap Tiara.
"Ini buatan ku sendiri, biar Kakak bisa mencobanya,"
"Wah jadi ini jualan mu ya, harus aku coba kalau begitu,"
Tiara memakan gorengan dengan lahap, beberapa menit saja dia sudah menghabiskan 3 biji gorengan. Sementara Alisa dan Bintang bermain dengan anak ipar dari kakaknya, Rania asyik mengobrol dengan kakaknya.
"Maaf ya Kak, aku masih belum bisa menyicil utang ku. Aku harus membayar spp dan uang buku Alisa," ucap Rania.
"Tidak masalah, aku masih ada simpanan. Seharusnya semua itu tugas suami mu, kamu terlalu bekerja keras untuk keluarga mu. Bahkan penampilan kamu terlihat seperti... Maaf ya, pembantu,"
Dia tidak merasa tersinggung dengan ucapan Tiara, karena kenyataannya memang demikian. Mata yang dulu indah kini tampak sayu dengan lingkaran hitam, kulit yang dulu halus kini penuh guratan-guratan kelelahan, dekil dan tidak terurus. Dulu ia menjadi incaran tiap pria, namun kini hanya mampu berkutat dengan panci dan wajan setiap harinya.
"Kamu jangan tersinggung ya Nia, aku hanya berbicara jujur," imbuh Tiara.
"Tidak apa-apa Kak, semua juga berkata begitu,"
"Oh ya Nia, kamu ada masalah apa dengan mertua mu?"
Rania bingung menjawabnya, karena ia merasa tidak ada masalah. Kejadian semalam menurutnya hal yang biasa, karena setiap berkunjung ke rumah mertuanya memang wanita itu selalu mencari gara-gara, namun tidak pernah ditanggapinya dengan serius. Rania hanya menggelengkan kepala.
"Aku tadi iseng tanya tentang status wa mertua mu, dia curhat banyak sekali. Katanya kamu tidak menyukainya, sudah menjauhkan Alif darinya, kamu sudah menghabiskan uang Alif dan banyak keluhan yang lainnya. Tapi aku hanya menjawab agar dia lebih sabar, karena tidak ingin terlalu ikut campur,"
Apa telinganya tidak salah dengar, ia menjelekkan dirinya kepada kakak kandungnya? Ibu mertuanya benar-benar keterlaluan, selama ini dia selalu diam saat di hina dan di sindir habis-habisan, seolah ia menghabiskan harta anaknya sebanyak milyaran rupiah. Padahal kenyataannya dialah yang selalu di manfaatkan.
"Lalu kakak percaya?" tanyanya.
"Tentu saja tidak, aku tahu bagaimana kehidupan kalian. Mertua mu tipe orang yang selalu merasa benar, jadi lebih baik tidak perlu di ladeni agar tidak semakin panjang," jawab Tiara.
"Tapi aku lelah, mereka bukan hanya tidak menghargai tapi juga terang-terangan menghina ku. Memang aku terlahir dari keluarga kurang mampu, tapi sekalipun aku tidak pernah meminta uang mereka untuk hidup keluarga ku. Aku berusaha keras walau harus kepala jadi kaki dan kaki jadi kepala," ucap Rania sedih.
"Susah jika orang tua terlalu ikut campur urusan anak, itu boomerang untuk keutuhan pernikahan kalian,"
Mereka terus mengobrol hingga sore menjelang, Rania segera pamit karena Alisa harus mengaji.
"Semoga lelah ku mendapat ridhanya, semangat untuk diri sendiri"
Rania membuat story untuk menyemangati diri sendiri. Baru saja hendak memandikan Bintang, notifikasi wa beberapa kali berbunyi.
[Tidak perlu sok banting tulang, lelah itu kamu sendiri yang mau, jangan seolah-olah putra ku yang menyuruh!]
[Siapa suruh tidak mau bekerja kantoran, tinggal menghabiskan uang putra ku saja sok merasa lelah. Tidak perlu mencari simpati orang.]
Dua pesan wa dari ibu mertuanya, mengomentari status yang baru dia buat.