Naifa, gadis berusia 18 tahun terjebak di sebuah pernikahan yang seharusnya diatur untuk sang kakak. Namun, ternyata sang suami adalah orang yang pernah menolongnya. Apakah Naifa bisa melewati kehidupan pernikahan di usia mudanya dan menjadi istri yang baik?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Widia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sentuhan Asing
Warning! Mengandung adegan tak ramah anak!
Bian segera turun dari mobilnya, menghampiri sang istri yang sedang bercengkerama dengan Ryan. Pemuda yang di ingatnya bertemu di bioskop itu, menjadi entitas ancaman terbesarnya. Apalagi mengingat perkataan Naifa, jika pemuda itu memintanya menunggu tiga tahun lagi.
"Naifa!"
Panggilan Bian membuat ketiga orang itu menoleh ke arahnya. Naifa terperanjat kaget, seketika wajahnya merah padam. Walau dia tak melakukan kesalahan apapun, dirinya seperti di pergoki oleh sang suami.
"Eh, jodohku. Maksudku Kak Bian, mau jemput Naifa yah?" Tanya Hanni sembari memasang wajah imutnya.
"Iya, karena umi sama abinya menyuruh saya menjemput Naifa tepat waktu. Ayo Naifa kita pulang."
Naifa pun berpamitan pada dua orang itu, Hanni melambaikan tangan sambil memberi kiss bye pada sahabatnya. Sementara Ryan menatap sendu gadis yang dia taksir selama dua tahun itu pergi di hadapannya bersama pria yang diketahui sebagai kakak sepupunya.
"Han, apa kamu gak merasa curiga sama perlakuan kakak sepupu Naifa. Aku merasa jika hubungan mereka lebih dari sekedar saudara?" Ryan nampak gelisah, entah kenapa perasaan tak enak membelenggu di hatinya kala melihat Naifa bersama kakak sepupunya.
"Itu sih perasaan Kak Ryan aja, di mana-mana yah kalau abang itu pasti protektif sama saudara perempuannya. Kak Ryan sendiri punya adik perempuan ga?"
Ryan menganggukan kepalanya, dan Hanni pun menjelaskan kembali seperti seorang pakar.
"Kalau misalkan posisi adik Kak Ryan nih ada pria yang deketin, pasti Kak Ryan jadi khawatir juga kan?"
Perkataan Hanni membuat pemuda itu tersenyum. Dirinya yang overthinking merasa tenang setelah mendengarkan kalimat yang masuk akal dari Hanni.
Sementara, Naifa dan Bian saling berdiam diri di mobil. Hawa panas menyelimuti hati pria itu, bahkan ubun-ubunnya seolah mendidih. Di ambilnya paper bag yang sedari tadi di pegang Naifa, yang berisikan cemilan favoritnya.
"Jadi pria itu pun tahu cemilan favoritmu?"
Naifa menganggukan kepalanya, membuat kepala Bian semakin sakit.
"Aku boleh pinjam handphone kamu?"
"Buat apa Kak?" Tanya Naifa curiga.
Bian menghentikan mobilnya dekat taman belakang kantornya. Lalu dengan lembut meminta kembali handphone sang istri.
"Naifa, sayang, tolong pinjam handphone nya. Sebentar saja," pinta Bian pada istrinya. Dengan wajah bete Naifa memberikan handphone nya pada sang suami. Bian pun melihat kontak dan juga aplikasi chat, menghapus beberapa kontak mencurigakan termasuk Ryan dan Wisnu.
Bian memasukkan handphone Naifa ke dalam sakunya, dan membawa sang istri ke toko handphone terdekat.
Sampai disana, Bian pun turun dan mengajak sang istri untuk memilih handphone baru. Naifa merasa aneh dengan sikap sang suami, karena miliknya masih bagus untuk di pakai.
"Aku gak butuh handphone baru, punyaku masih bagus Kak."
Tak menjawab ucapan Naifa, Bian meminta pemilik toko untuk membungkus handphone keluaran terbaru yang berasal dari brand negara Korea. Harganya yang sangat mahal membuat Naifa sungkan, dia tak mau Bian mengeluarkan uang banyak untuk kebutuhannya.
"Mulai besok, ini handphone kamu. Kamu hanya boleh menyimpan kontak saya, keluarga, teman dan juga guru kecuali si Wisnu itu. Dan si Ryan juga."
Naifa merasa kesal dengan persyaratan yang di berikan suaminya, dia merasa jika suaminya tak percaya padanya.
"Jadi Kak Bian anggap aku perempuan yang mudah dekat dengan pria manapun?"
"Maksud istri apa?"
"Dengan aturan yang Kak Bian berikan, bahkan dua orang yang di kecuali kan itu sudah ada di kontak handphone lamaku. Apa aku terlihat seperti perempuan yang mudah terkena rayuan pria hanya karena bertukar pesan dengan mereka?"
Bian kembali menghentikan mobilnya, tindakannya membuat salah paham sang istri.
"Saya hanya mencegah hal yang tidak di inginkan terjadi, kedua pria itu tidak tahu kalau kamu sudah menikah. Mereka menganggap kamu perempuan lajang yang pastinya kesempatan untuk mendekati kamu terbuka lebar."
Naifa menggelengkan kepalanya, dia kesal dengan tindakan Bian. Dia menganggap jika Bian terlalu ikut campur, bahkan mengatur dirinya berteman dengan siapapun. Pria yang baru menjadi suaminya selama sebulan itu, berubah sikap seolah mereka sudah bersama sejak lama. Namun tak dapat di pungkiri, Naifa tak ingin sampai kehilangan interaksi dengan Ryan.
"Maaf yah, saya hanya takut jika kamu akan tergoda oleh pemuda yang lebih muda dari saya. Apalagi mereka yang mendekati kamu bisa dibilang cukup tampan. Tapi kalau kamu menyesal telah menikah dengan saya, saya akan menerima jika kamu memang mau berpisah dengan saya."
Deg!
Hati Naifa terasa sakit saat mendengar kata pisah, walaupun Naifa tak kerugian apapun karena kesuciannya masih terjaga. Gadis itu mulai menampakkan sifat egoisnya. Tak ingin mengakhiri pernikahannya, namun dia masih ingin berinteraksi dengan Ryan.
***
Hari Minggu pun Naifa isi dengan belajar untuk tes SBMPTN besok hari. Dia begitu bersemangat karena tak ingin menyiakan kesempatan untuk kuliah di kampus pilihannya.
Bian pun membantu sang istri dengan membelikan buku panduannya. Melihat semangat Naifa, membuatnya teringat perjuangan 10 tahun lalu untuk meraih beasiswa di Jepang.
"Besok saya gak akan ke kantor, saya antar kamu melaksanakan SBMPTN. Dan juga melihat bagaimana kampus yang kamu pilih untuk berkuliah."
Naifa hanya menganggukan kepalanya, dia masih kesal dengan sikap Bian kemarin. Bian yang mengerti dengan kekesalan Naifa merasa bersalah. Dia pun berlutut di hadapan Naifa yang sedang duduk di meja kerja miliknya.
"Maaf, saya sudah melukai kamu dengan tak percaya sama kamu. Bagaimana caranya supaya Naifa yang manis ini senyum kembali. "
Sikap Bian membuat Naifa salah tingkah, dia tahu jika sifat kekanakannya sedikit menyebalkan. Namun tak ada salahnya untuk memberi pelajaran pada suaminya si tukang curiga.
"Aku mau beli ayunan untuk di simpan di taman belakang. Rasanya sayang banget kalau taman belakang ga bisa di nikmati. Berdiri terus bikin pegal kaki."
Bian tersenyum dan mengusap kepala istrinya. Dia segera melihat beberapa toko di e-commerce sambil menunjukkan beberapa ayunan pada siang istri.
"Yang ini bagus, tapi harganya mahal."
Tanpa pikir panjang, Bian segera memesan yang menurut Naifa bagus. Naifa masih saja terkejut dengan suaminya yang tak pernah melihat harga untuk membeli barang.
"Kak Bian kenapa sih gak pernah lihat harga dulu, main beli aja cuma karena aku bilang bagus." Ucap Naifa dengan wajah sedikit cemberut
"Gak apa-apa, lagipula ayunan yang kamu pilih ratingnya bagus dan tokonya memang sudah terkenal. Jadi kalaupun mahal gak akan menyesal."
Naifa memandang wajah suaminya begitu lekat, semakin di pandang pria di hadapannya semakin tampan. Wajah gadis itu memerah, dan segera memalingkannya pada buku di meja belajarnya. Bian yang merasa aneh dengan tingkah sang istri mengambil sebuah kursi dan duduk di samping istrinya.
"Naifa?"
Naifa menoleh pada Bian yang memanggil namanya. Dia melihat suaminya yang terus memandangnya, pelan-pelan Bian menyentuh pipi istrinya. Pria itu menyingkapkan rambut wanita itu ke bahu kiri Naifa.
Tak di sangka, Bian yang sudah tak tahan mencium pipi kanan sang istri. Deru nafasnya menggelitik kulit wajah Naifa. Apalagi suara kecupan yang begitu keras seolah Bian begitu menikmati kulit wajah istrinya. Naifa pun hanya diam, menikmati sentuhan dari bibir suaminya.
Pria itu tak berhenti mengecup istrinya, kini leher jenjang gadis itu menjadi santapan Bian. Aroma tubuh Naifa yang manis membuat Bian terus menerus meninggalkan tanda bibirnya. Sensasi aneh, bercampur geli membuat Naifa tak bisa berkonsentrasi belajar.
Apalagi saat bibir suaminya mengecup bahunya, pria itu sedikit menggigit bahu sang istri sambil merangkul pinggang indah gadis itu. Naifa sedikit mengerang, membuat Bian berhenti melakukan aktivitasnya. Suami istri itu saling bertatapan, pandangan mereka berubah seperti pasangan yang sedang kehausan.
Tanpa menunggu lama, Bian langsung melumat bibir indah milik istrinya. Manis, basah bersatu padu kala lidah mereka saling bertaut. Semakin intens, membuat tangan Bian tak tenang. Dia terus menyentuh tubuh Naifa dari atas ke bawah. Suara kecupan mereka memenuhi seisi kamar, membuat keduanya tak bisa berhenti. Namun, Naifa yang semakin sesak membuat keduanya berhenti melakukan aktivitas itu.
"Ini, apa kita boleh melakukannya? Aku tak bisa mengontrol diri aku. Ini pertama kalinya aku mendapat sentuhan asing seperti ini."
Perkataan Naifa membuat Bian tersenyum, lalu pria itu pun berbisik di telinga istrinya.
"That was first time for me too."
Bina gelisa karna 2 buaya ganguin Naifa
sedangkan Naifa gelisah karna sofia belum tau kalo Naif sudah memikah sama Bian...
piye iki... makin seru
kira2 apa yang akn di lakukan sofia ya kalo tau Naifa yang menggnatikan posisi dia jadi istrinya Bian....
masa pelakornya kaka kandung sediri
gimana jadinya yah...
maklum sih masih bocil....