NovelToon NovelToon
Senja Di Tapal Batas (Cinta Prajurit)

Senja Di Tapal Batas (Cinta Prajurit)

Status: sedang berlangsung
Genre:Dark Romance / Peran wanita dan peran pria sama-sama hebat / Cintapertama / Mengubah Takdir
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: khalisa_18

Kalea dan Byantara tumbuh bersama di sebuah asrama militer Aceh, bak kakak dan adik yang tidak terpisahkan. Namun di balik kedekatan itu, tersimpan rahasia yang mengubah segalanya. Mereka bukan saudara kandung.

Saat cinta mulai tumbuh, kenyataan pahit memisahkan mereka. Kalea berjuang menjadi perwira muda yang tangguh, sementara Byantara harus menahan luka dan tugas berat di ujung timur negeri.

Ketika Kalea terpilih jadi anggota pasukan Garuda dan di kirim ke Lebanon, perjuangan dan harapan bersatu dalam langkahnya. Tapi takdir berkata lain.

Sebuah kisah tentang cinta, pengorbanan, keberanian, dalam loreng militer.
Apakah cinta mereka akan bertahan di tengah medan perang dan perpisahan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon khalisa_18, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Derap langkah di atas detak

Hari itu, rumah keluarga Aswangga terasa diselimuti selimut dingin. Udara sore yang biasanya membawa kehangatan, kini terasa menusuk, seolah membawa hawa asing. Dari balik jendela ruang tamu, Kalea melihat sebuah mobil berhenti di halaman. Ia mengenali deru mesin itu, mobil Byantara. Biasanya, mendengar suara itu saja sudah membuat jantungnya terbang mendahului langkah kakinya. Ada rindu sederhana yang selalu hadir. Namun, kali ini, dada Kalea justru terasa diremas tangan tak kasat mata. Ia tahu, Byantara tidak datang sendirian.

Pintu mobil terbuka, dan seorang perempuan anggun dengan jilbab cokelat susu turun dengan senyum manis. Ia tampak elegan hanya dengan kemeja putih sederhana. Byantara berjalan di sampingnya, membawakan tas kecil. Dari kejauhan, mereka tampak serasi, seperti pahatan dewa-dewi yang diturunkan ke bumi. Kalea menelan ludah, ia berdiri kaku di balik tirai, matanya menatap pemandangan itu, seolah menolak kenyataan.

"Lea...! Abangmu pulang, tuh!" suara Ibu memanggil dari dapur.

Kalea menarik napas panjang, merapikan wajahnya yang benar-benar tak ingin tersenyum, lalu keluar dari balik tirai dengan senyum palsu yang nyaris sempurna.

Byantara masuk bersama perempuan itu. "Ma, Pa, kenalin ini Lara, pacarku."

Lara tersenyum sopan, menyalami Ayah dan Ibu. "Selamat sore, Om, Tante."

Ayah menyambut hangat. "Sore. Wah, akhirnya kenal juga sama gadis yang bikin Byantara kami jatuh cinta sampai ke tulang ya."

Ibu ikut tersenyum. "Silakan duduk, Nak Lara. Anggap aja rumah sendiri."

Kalea berdiri di belakang sang Ayah, menahan gemetar yang menggerogoti. Byantara lalu menoleh, memanggilnya dengan nada biasa. "Lea... sini, kenalan."

Kalea melangkah maju. Senyumnya setipis benang, tapi suaranya lembut. "Hai, Kak Lara, aku Lea, adiknya Bang Byan."

"Senang ketemu kamu, Lea," jawab Lara ramah. "Byan sering cerita tentang kamu, adiknya yang pintar dan manja."

Kalea tertawa kecil, meski hatinya retak seperti kaca yang diinjak gajah. "Hahaha.... iya, mungkin benar. Kadang manja, kadang mau ngajak perang juga."

Byantara menatap mereka dengan ekspresi lega. Seolah ia berhasil menyatukan dua bagian penting dalam hidupnya, pacar dan adik. Namun, ia tidak tahu bahwa senyum gadis kecilnya hanyalah topeng baja yang menyembunyikan badai.

Makan malam itu dipenuhi percakapan. Lara banyak bercerita tentang pekerjaannya sebagai dokter umum, hobinya, bahkan sesekali menyinggung bagaimana Byantara sering mengajaknya bersepeda keliling kota. Kalea duduk diam, lebih banyak memandang nasi di piringnya daripada ikut dalam obrolan yang terasa asing itu.

"Lea," tiba-tiba Ibu menyenggol lengannya. "Kamu kok diam aja? Biasanya cerewetmu kambuh kalau Abangmu pulang."

Kalea tersenyum tipis. "Mungkin efek kecapean latihan hari ini, Ma. Tadi latihannya kayak disiksa pelatih Paskhas."

Byantara menimpali, keningnya berkerut. "Latihan apa lagi? Kamu kan baru pulang sekolah."

"Aku tadi pulang ikut anak-anak ekskul karate," jawab Kalea.

Lara menoleh dengan mata berbinar. "Wah, keren banget. Aku nggak nyangka anak perempuan bisa disiplin begitu."

Kalea tersenyum lagi, meski hanya setengah hati. "Iya, aku suka sedikit tantangan yang rapi. Kalau berantakan, aku yang beresin."

Byantara memandang adiknya lebih lama. Ada yang aneh dari tatapan Kalea malam itu. Bukan tatapan jahil atau manja seperti biasa, tapi tatapan yang dalam, redup, dan sulit ditembus akal.

Setelah makan malam, Kalea pamit ke kamar lebih dulu. "Lea ke kamar duluan ya, Ma, Pa, Bang Byan, Kak Lara."

"Sudah kenyang?" tanya Ibu.

Kalea mengangguk. "Sudah, Ma."

Ia berjalan menuju kamarnya dengan langkah setenang air di danau. Begitu pintu tertutup, tubuhnya langsung jatuh terduduk di lantai. Dadanya bergetar, matanya panas, tapi ia menggigit bibirnya sendiri, memaksa air mata itu membeku di rongga mata.

Di luar, tawa Lara dan Byantara terdengar jelas, menyelinap lewat celah pintu. Jadi ini rasanya patah hati? pikir Kalea. Rasanya seperti ditikam dari dalam dengan pisau tumpul, tapi kamu tetap harus tersenyum agar orang lain tidak tahu.

Ia mengambil jurnalnya, membuka halaman baru, dan menulis cepat dengan tangan gemetar.

Hari ini Bang Byan bawa pacarnya ke rumah. Dia kelihatan bahagia banget. Aku ikut bahagia... setidaknya itu yang aku tunjukkan. Tapi dalam hati, aku hancur berkeping-keping sampai ke inti bumi. Aku ingin berteriak, tapi aku hanya bisa diam. Karena statusku cuma adiknya.

Kalau suatu hari aku pergi, semoga Bang Byan tidak pernah tahu bahwa aku mencintainya dengan cara yang salah. Biarlah aku menyimpan luka ini sendirian, setebal tembok benteng.

Malam itu, Kalea tidak bisa tidur. Ia hanya menatap langit-langit kamar, mendengarkan detak jam yang terdengar seperti dentuman bom waktu yang makin mendekat. Hatinya mengambil keputusan drastis, ia tidak boleh lagi terjebak dalam perasaan ini. Ia harus menemukan cara untuk melupakan, atau setidaknya menyembunyikannya hingga tak seorang pun bisa mencium baunya.

Keesokan harinya, ia bangun jauh lebih pagi. Mengenakan seragam olahraga, ia berlari mengelilingi kompleks sebelum berangkat sekolah. Peluh menetes deras, tapi ia terus berlari. Sejak hari itu, gadis itu berubah drastis.

Kini ia tidak lagi suka duduk lama di sebelah Byantara. Jika dulu ia sering mencari alasan untuk merebut remot TV atau sekadar mengganggu, kini ia lebih sering mengurung diri di kamar. Byantara pun menyadari hal itu.

Suatu malam, ia mengetuk pintu kamar adiknya. "Lea, belum tidur?"

Dari dalam terdengar suara datar.

"Belum, Bang. Lagi belajar."

Byantara membuka pintu sedikit. Kalea memang sedang di meja belajar, dikelilingi buku catatan dan soal-soal yang membuat kepala Byantara seketika pusing. Rambutnya diikat tinggi, wajahnya sangat serius, seolah sedang menghadapi ujian negara.

"Jangan terlalu dipaksain," kata Byantara. "Kesehatan lebih penting."

Kalea menoleh sebentar, tersenyum singkat. "Aku baik-baik saja. Aku nggak mau jadi gadis lemah yang gampang sakit."

Byantara ingin bertanya lebih jauh, tapi akhirnya hanya menghela napas dan menutup pintu. Ia tahu ada sesuatu yang berubah, tapi tidak tahu persis apa.

Minggu demi minggu berlalu. Kalea semakin keras pada dirinya sendiri. Ia ikut bimbingan belajar tambahan, latihan karate sampai larut, bahkan latihan fisik setiap pagi tanpa absen. Ibu yang paling pertama menyadarinya. Suatu pagi, saat melihat Kalea berlatih di halaman, Ibu keluar membawa segelas air putih.

"Lea, jangan terlalu dipaksa, Nak. Badanmu juga butuh istirahat," tegur Ibu khawatir.

Kalea menerima air itu, meminumnya sampai habis, lalu tersenyum. "Lea mau jadi gadis yang kuat, Ma, supaya bisa jaga Mama dan Papa, seperti Bang Byan jaga."

Ibu mengelus rambutnya yang basah oleh keringat. Ada sesuatu di mata anak gadisnya yang membuatnya cemas, mata yang menyimpan tekad sebesar gunung, tapi juga luka yang begitu dalam.

Byantara sendiri semakin bingung. Ia mencoba menanyakan pada Ayah, tapi Ayah hanya berkata singkat. "Mungkin Lea sudah besar. Dia punya ambisinya sendiri. Biarkan saja."

Byantara tidak puas. Ia merasakan jarak yang semakin jauh antara dirinya dan Kalea, jarak yang terentang sejauh samudra. Malam-malam tanpa obrolan ringan, makan malam tanpa tawa renyah, bahkan tatapan mata yang kini jarang sekali diarahkan padanya. Semua terasa asing.

Di sisi lain, ia juga merasa bersalah. Membawa Lara ke rumah mungkin langkah yang tepat untuk meyakinkan sang Ayah tentang masa depannya, tapi hatinya terasa seperti kehilangan sesuatu yang tak ternilai.

Suatu sore, Byantara pulang lebih awal. Dari halaman belakang, ia melihat Kalea sedang berlatih. Pukulan demi pukulan ia lancarkan ke samsak di depannya. Napasnya tersengal, keringat membasahi tubuhnya, tapi ia tidak berhenti, seolah samsak itu adalah musuh bebuyutannya.

"Lea!" panggil Byantara.

Kalea menoleh sebentar, lalu kembali memukul. "Sebentar, Bang."

Byantara mendekat, menunggu. Saat Kalea akhirnya duduk kelelahan di bawah pohon trambesi yang bunganya berguguran, Byantara ikut duduk di sampingnya.

"Abang lihat-lihat, akhir-akhir ini kamu berubah. Apa ada sesuatu, Lea?"

"Tidak ada, Bang. Lea cuma lagi ngejar sesuatu," jawab Kalea.

"Kamu ngejar apa, Dek?" tanya Byantara pelan.

Kalea terdiam, menatap bunga-bunga warna merah muda yang jatuh ke pangkuannya. Matanya berkilat, tapi ada badai yang tersembunyi di dalamnya.

"Aku mencintai Ibu Pertiwi ini, Bang... dan juga seorang prajurit tangguh negeri ini."

Byantara terdiam, bingung.

"Aku harus lebih kuat... untuk bisa melindungi keduanya," lanjut Kalea, suaranya bergetar tapi tegas, mengukir kata-kata itu di udara.

Byantara menatapnya, bingung. "Siapa prajurit itu?"

Kalea tersenyum samar, senyum yang terasa pahit, lalu berdiri. "Seseorang yang tidak seharusnya aku cintai."

Ia meninggalkan Byantara di bawah pohon trambesi yang masih menggugurkan bunga, sementara hatinya sendiri sudah runtuh hingga ke dasar jurang sejak hari Byantara membawa Lara ke rumah. Sejak saat itu, cintanya berubah menjadi bensin yang membakar ambisinya.

1
atik
lanjut thor... semangat 💪
Khalisa_18: Makasih KK, di tunggu update selanjutnya ya
total 1 replies
atik
bagus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!